Share

Bab 4 Dilema

Author: Azzurra
last update Last Updated: 2024-05-30 14:22:47

Bab 4 Dilema.

Damar memeluk erat Nisa. Sekuat apapun Nisa berontak, tak dapat melepaskan diri dari rengkuhan Damar. " Aku tak akan menceraikan mu, sekuat apapun kamu meminta dan berusaha."

Suara pelan Damar membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Dia tau persis seperti apa Damar - kakak angkatnya ini.

"Aku bilang kamu gak boleh pergi!" Bentak Damar kala itu terlintas di pikiran Nisa, yang kini masih berada dalam dekapan lelaki bertubuh atletis ini.

Sekuat apapun Nisa memohon, tak membuahkan hasil. Padahal waktu itu Nisa hanya ingin pergi bersama teman satu gengnya. Alhasil karna Nisa tak mendapatkan izin, membuat mereka semua membatalkan acara.

Tubuh wanita muda ini luruh, dengan kokoh Damar masih merengkuh tubuh Nisa.

Dengan sekali hentak, di bopong tubuh mungil Nisa. Lalu, Lelaki bertubuh atletis ini menaruh Nisa di pembaringan. Damar meraih dagu wanita yang dulu sangat manja juga menyebalkan ini. Iris mata berwarna hitam pekat ini menatap tajam netra Nisa.

"Lihat mata Mas Damar, Nisa." Damar mencengkeram dagu Nisa.

"Mas... Sa-kit," Nisa berucap terbata. Netranya mengarah pada iris hitam di hadapannya.

"Sekarang kamu milik, Mas. Kamu yang menyerahkan diri pada, Mas. Jadi jangan pernah berucap meminta cerai dari, Mas. Mengerti kamu?" tanya Damar, penuh penekanan.

Nisa mengangguk paham, perlahan Damar mengendurkan cengkraman, "Adik pintar, Mas makin cinta sama kamu," ucap Damar menyeringai.

Setelah berkata Damar ingin mengecup bibir Nisa, tetapi dengan cepat Nisa memalingkan mukanya. Lagi damar mencengkeram dagu Nisa dan mencium paksa wanita muda di hadapannya.

"Jadilah adik dan istri penurut, agar semua fasilitas yang sekarang kamu nikmati, tetap bisa kamu dapatkan." Damar tersenyum menyeringai penuh ancaman.

Dengan gagah dia berdiri, mengibaskan jas mahal yang kini di gunakan. "Aku ke Semarang, kerjaanku terbengkalai di sana." Damar bergegas meninggalkan Nisa, yang menjerit histeris.

Kaki jenjang Damar menuruni tangga dengan cepat. "Bi urus Nisa, awasi jangan sampe berbuat nekat atau macam-macam." Tanpa kata lagi Damar berlalu dari hadapan Mbok Darmi.

Mbok Darmi hanya mengelus dada, "Den Damar dari dulu, suka keras banget ke, Non Nisa, " Mbok Darmi berucap masih terus melihat punggung Damar yang sudah menghilang.

"Non." Mbok Darmi membuka pintu kamar Nisa. Netranya terbelalak mendapati kamar yang sudah tak berupa kamar.

Melihat kondisi Nisa yang mengenaskan Mbok Darmi bergegas mendekati Nisa, "Mbookkk...." Nisa langsung memeluk wanita tua ini.

"Sabar ya, Non. Den Damar kan memang keras. Kalo Non nurut, Den Damar juga sayang banget ke Non Nisa." Mbok Darmi menyemangati.

Nisa hanya mengangguk, kembali ingatan masa lalu terlintas di pikirannya. "Mas aku laper," Damar yang sudah terlelap memesan 'kan makanan yang di mau Nisa.

"Mas, aus banget, Mbok Darmi lupa isi gelasku." Damar turun ke bawah, mengambilkan Nisa minum. Dan masih banyak lagi, sikap manja Nisa pada Damar.

Dan lelaki bertubuh atletis ini dengan sabar menuruti apa yang di butuhkan Nisa. Tetapi semua kebaikan Damar di gantikan dengan torehan luka yang begitu dalam.

"Mbok, Mas Damar mendua," Nisa berucap sendu. "Aku harus bagaimana Mbok...?" rengek Nisa, pada wanita tua, yang sudah merawatnya sejak kecil.

Mbok Darmi menganga tak percaya. "Mas Damar, mendua?" tanya Mbok Darmi, yang di angguki Nisa, setelah itu air mata Nisa luruh tak dapat di bendung.

Saat ini yang bisa dilakukan Mbok Darmi hanya mengusap-usap punggung Nisa. Memberikan kekutan untuk bersabar. Karna semua yang dilakukan Damar pasti ada alasannya.

****

Damar mengurut keningnya perlahan. Tak menyangka secepat ini Nisa mengetahui apa yang dia sembunyikan selama ini. Dia berfikir dengan seksama, bagaimana caranya menekan Nisa agar tak meminta cerai sampai semua urusannya beres.

"Sial." Damar mengerat buku-buku jari tangannya keras.

Nisa yang manja dan terkesan lugu dapat meluluhkan hati Damar. Apapun yang Nisa inginkan selagi bisa Lelaki ini lakukan, Damar akan sanggupi.

Sifat manja Nisa terlihat, sejak dari Damar dibawa ke rumah megah milik Chandra Hardiyata. Saat itu Damar berusia lima belas tahun dan Nisa berusia enam tahun.

Pertama melihat Nisa Damar sudah menyukainya, apa lagi Nisa sangat penurut kala itu. "Mas Damar gendong Nisa." Suara manja Nisa tak bisa untuk Damar berkata tidak.

Apalagi Pak Chandra berperan penting dalam kelangsungan hidup Damar. Membuat hati kecilnya berkata mengabdilah padanya Damar. Hutang budi di bawa mati.

Tanpa pertolongan Chandra mungkin kini Damar hanya akan menjadi anak jalanan yang entah nasibnya akan seperti apa? Entah dia bisa bertemu dengan kirana atau tidak? Sudah di pastikan tidak mungkin. Karna mereka bertemu di fakultas yang sama. Jika bukan karna Chandra tak mungkin Damar bisa mengenyam bangku kuliah dan sukses seperti sekarang ini.

Damar mengusap-usap janggut tanpa bulu, karna habis di cukur tadi pagi saat mandi bersama Kirana." Pak, sudah sampai, " suara Roni mengagetkan Damar yang sedari tadi sedang bermain dengan pikirannya.

Lelaki tampan ini melirik jam dipergalangan tangannya. Cepet banget Ron! " ucap Damar, Roni hanya tersenyum. Bapak bengong aja di belakang, jadi cepet sampai, monolog Roni.

Untuk pengecekan perusahaan di Semarang seringnya memang Damar lakukan ketika weeked. Waktu itu di manfaatkannya untuk menemui Kirana cinta pertama bagi Damar.

" Damar, kamu baru sampi? " Suara wanita menyapa pendengaran Damar.

" Kamu!! di sini? " tanya Damar kaget.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
my lady
wahhhh dia mau ngeruk harta Nissa dulu ya.... siapa tuh,kirana
goodnovel comment avatar
Tiah Sutiah
kaya nya s Damar ini mau nguasain harta Nisa maka nya ia g mau bercerai,, nnnti stlh dia mendapatkan kan nya mungkin Nisa d tendang dr hidup bahkan dr Rumah ny
goodnovel comment avatar
Vyvel Laras
sumpah g suka sifat nisa, udah tau Suami g bener dengan Gob**knya masih mau...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 181

    Di gedung Hardiyata, Damar menyugar rambutnya frustasi bayangan Nisa memenuhi isi otaknya. Sudah lama Damar berpuasa, tak berani menyentuh istrinya. Di raihnya gawai lalu di tekan nomor Nisa, Damar menatap ponsel tak berkedip, nampak Nisa menggunakan pakaian haram yang sedang dia coba. "Mah, lagi ngapain? Kok pake pakaian seperti itu?" tanya Damar, jakunnya turun naik melihat penampakan istrinya. "Eh ... Lupa Nisa lagi pake baju beginian," segera Nisa memakai daster yang teronggok di pinggir ranjang. "Nisa lagi nyoba-nyoba, masih muat apa, nggak!" ujar Nisa salah tingkah melihat Damar menatap tak berkedip. Damar terus mengajak Nisa bicara, lelaki ini beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kantor, tetapi masih terus berbincamg dengan Nisa. "Mas kamu mau kemana? Kalo sibuk matiin aja, Nisa mau nenenin Agam," ujar Nisa, sudah mengeluarkan aset yang membuat Damar berkhayal kemana-mana. "Ya sudah." Damar mematikan ponsel, lima belas menit kemudian dia sudah berada di depan pintu kama

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 180

    Bayi mungil sudah berada di box bayi, pengajian di gelar di rumah megah ini. Mengundang anak-anak yatim dari beberapa yayasan. Besok siangnya di rumah mengadakan open house, membagikan sembako gratis untuk warga kurang mampu bekerja sama dengan rt setempat membagikan hadiah atas kebahagian yang sudah keluarga Chandra dapat. Semakin hari kebahagian semakin berpendar di dalam rumah ini, anak-anak yang sehat dan terlihat bahagia. Chandra pun semakin sehat, Fina semakin mendekatkan diri pada sang Maha Pencipta. Karir Damar semakin gemilang dan Nisa semakin memperbaiki diri menjadi orang tua dari tiga anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Pagi ini rumah terasa berbeda dari sebelumnya.Oe oe oe ....Huuu ... huuu ... huuu ....Suara nyaring bayi bersahutan dengan suara tangis Nisa. Damar terlihat gelisah dan bingung. Dia mengayun bayi yang sedang menangis kencang. Sudah dua minggu berlalu dari masa Nisa melahirkan, selama itu Damar tak bisa pergi kemanapun. Hari ini Damar mema

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 179

    Nafas Nisa sudah teratur Damar menatap Nisa, ingin mencium bibir yang sedikit terbuka, tetapi di urungkan, dia tak ingin mengganggu istri kecilnya. Lelaki ini menuju ruang kantor, menyelesaikan tugas kantor dari rumah. Roni pun siaga menghandle pekerjaan Damar. Memang Roni merupakan tangan kanan yang tak diragukan lagi kesetiaannya sejak di bawah naungan Chandra, hingga kini Damar yang menguasai pun Roni masih terus setia. Setelah menyelesaikan pekerjaan lelaki ini menuju ruang makan, ternyata Nisa sudah duduk di sana, menunggu anggota keluarga yang lain datang ke meja makan untuk makan siang. "Sudah bangun?" sapa Damar. Nisa mengangguk. "Mau langsung makan, Mas?" tanya Nisa."Nanti tunggu, Papah," jawab Damar. "Makan lah dulu, tak usah menunggu kalau lama." Suara Chandra menyahut, lalu duduk di tempat biasa lelaki tua ini duduk. "Mamih mana, Pah?" tanya Nisa. "Lagi rewel Alika, nanti papah bawakan makanan ke kamar saja. Ayo di makan." Chandra mempersilahkan anak-anaknya makan.

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 178

    Nisa menatap kamar bayi bernuansa biru laut. Menurut prediksi dokter, bayi dalam kandungan Nisa adalah bayi laki-laki. Semua barang yang Nisa beli untuk calon bayinya berwarna biru, orens, hijau, sebisa mungkin dia hindari warna pink. Nisa duduk di pinggir ranjang melipat pakaian kecil, sesekali mencium, seolah dia sudah begitu rindu pada bayi yang sudah sekian lama di nanti. Damar mengamati gerik Nisa dari ambang pintu, lelaki ini menyandar di daun pintu, sambil melipat tangan. Bibirnya tersenyum senang melihat Nisa bahagia. "Masih ada yang kurang, Mah?" tanya Damar, membuat Nisa terjingkat tak mengira Damar menyapa. "Mas ... bikin kaget," ujar Nisa mengerucutkan bibir. Damar menghampiri Nisa, menarik bangku kecil lalu menaikkan kaki Nisa di atas bangku kecil. "Kakinya bengkak banget, sakit nggak?" tanya Damar. "Kalo berdiri lama sakit, kamu nggak kenapa-kenapa cuti kerja lama, Mas?" tanya Nisa, "Yang mau lahiran kan Nisa kok yang cuti kerja kamu?" tanya Nisa penasaran la

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 177

    Waktu kian berjalan, mengiringi kebahagiaan Nisa dan Damar. Semakin hari cinta mereka semakin bersemi. Pagi ini Nisa berada di balkon duduk di kursi goyang menghadap taman di bawah kamarnya, tangannya mengelus perut yang semakin membuncit.Terdengar pintu terbuka, Damar menghampiri Nisa lalu berjongkok di hadapan wanita cantik ini. Lelaki ini terlihat berkeringat, tubuhnya berbalut kaos tanpa lengan terlihat otot tangannya menyembul, menandakan kekuatan tubuhnya. Tanpa aba-aba lelaki atletis ini mencium pipi Nisa. "Udah mandi belum?" tanya Damar, menyeka keringat di dahi, dengan anduk kecil yang terlampir di leher.Nisa menggeleng. "Nanti aja, Nisa mode males. Kok udahan olah raganya?" tanya Nisa. "Udah." Damar bangun dari jongkok, langsung mengangkat tubuh Nisa memggendong seraya berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu masih keringetan, nanti dulu mandinya," ujar Nisa, menyentuh leher Damar menyeka keringat yang masih tersisa. Langkah Damar terhenti, beralih menuju ranjang. "Duduk du

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 176

    Nisa menggendong Attala karna batita ini merajuk minta di gendong, Nisa mengendong lalu mencium batita ini, menyalurkan kasih sayang, menunjukkan bahwa kasih sayangnya kepada Attala tidak akan berkurang, walau ada bayi lain hadir di rumah ini. Attala tertawa terbahak karna Nisa memborbardir dengan ciuman bertubi. "Dedek Atta ngiri sama dedek bayi?" tanya Nisa. Bola mata bulat mengerjap mencerna ucapan Nisa. "Bener kan Atta ngiri, nggak boleh ngiri, Mamah, Opa, Oma tetep sayang sama kamu, ya!! Attala juga harus sayang sama dedek bayi oke!!" ujar Nisa mengajarkan Attala, anak lelaki Damar dan Kirana. Attala tersenyum melihat raut wajah Nisa, bayi satu tahun ini kembali terbahak karna di serang ciuman oleh Nisa. Damar baru saja pulang dari kantor, bibirnya tersenyum bahagia melihat Nisa dan seluruh keluarga menyayangi kedua putra putrinya. Melihat Damar pulang Nisa segera menyambut suaminya, memberinya sesajen khas suami baru pulang kerja. lelaki ini memandang bayi dalam ayunan, mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status