Share

Bab 5. Wanita Ular

Author: Azzurra
last update Last Updated: 2024-05-30 14:22:53

Bab 5. Wanita Ular.

Baru saja Damar duduk di kursi kebesarannya, ponselnya berdenting, dia membaca pesan yang ternyata dari Kirana. Lelaki tampan ini menyugar rambut frustasi. Jari-jari panjangnya menekan tombol panggil tetapi tak di angkat. Lalu kembali menelpon seseorang.

"Mbok, Nisa sudah pulang?" tanya Damar, lewat sambungan telpon.

"Begitu Aden pergi, Non Nisa ikut pergi, belum pulang sampe sekarang Den." Suara Mbok Darmi terdengar khawatir.

Damar mengepalkan tangan, lalu memukulkan pada meja. Dengan cekatan di menekan tombol panggil lagi. "Tugas baru untuk mu, Awasi Nisa, sekarang cari keberadaanya. Barusan dia dari rumah Kirana."

Klekkk.... Pintu terbuka muncul sosok wanita berumur yang masih terlihat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekati meja kerja Damar. Wanita berpakaian minim ini berjalan menuju belakang kursi Damar, meraba pundak lelaki tampan ini, lalu memijat pelan.

"Sepertinya kamu sedang ada masalah?" Wanita bergincu merah ini mendekatkan bibir pada telinga Damar. Nafas beraroma segar menerpa penciuman Damar.

Lelaki tampan ini menutup mata, merasa rileks dengan pijatan yang dilakukan Fina. "Lagi ada masalah apa? Nisa buat masalah lagi?" tanya Fina masih dengan suara lembut mendayu.

Damar masih diam menikmati pijatan lembut wanita berpakaian senada dengan warna bibirnya. Fina tersenyum masam, karna tak ada jawaban dari bibir Damar.

"Dia hanya anak manja, sampai kapan pun, dia tak akan bisa menjadi istri yang baik untuk mu," ucap Fina lagi, menghentikan pijatan tangan di pundak Damar. Melangkahkan kaki menuju kursi di hadapan Damar.

Setelah menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi, Fina mengambil sebatang rokok yang ada di hadapannya. Memantik dan menghisap pelan. Damar memperhatikan wanita di depannya dengan netra tajam.

"Bagaimana bisa Nisa menjadi istri yang baik jika tak dididik." Damar memandang Fina dengan meremehkan.

"Untuk apa aku mendidiknya, dia tak menyukaiku sejak aku masuk ke kehidupan Papanya," ucap Fina, santai.

"Kamu tak bisa mengambil hatinya," jawab Damar.

"Terserah kamu mau bilang apa." Fina mengetukkan rokok pada asbak, latu yang berada di ujung rokok terjatuh di dalam asbak.

"Ada apa kamu di sini? Jangan bilang uang jatah bulananmu kurang," telisik Damar menatap wajah Fina intens.

"Aku mau bersenang-senang, kamu tau sendiri pak tua itu sudah tak bisa.... " Fina menghentikan ucapannya, menatap nakal anak angkat suaminya.

"Atau kamu mau menggantikannya?" Fina tersenyum nakal, membuat Damar muak.

"Berapa? " tak ingin lama-lama bersama wanita ular ini, Damar mengeluarkan dua bundel uang berwarna merah.

"Tambahkan, mana cukup segitu. Pacar baruku, butuh banyak uang, dia masih kuliah." Fina menatap uang di atas meja, tak berniat mengambil sebelum bertambah.

Damar menuju kotak besi yang berada di balik lukisan, menempelkan ibu jari mendekatkan bola mata, lalu menekan beberapa digit angka.

"Sepertinya akan sulit untuk mencuri isi dari kotak itu," sindir Fina.

Damar menaruh kasar tiga gepok lagi uang berwarna merah. "Pergilah, jangan terlalu boros, atau aku akan menyingkirkanmu tanpa kamu duga." perintah Damar kesal.

"Iya anak Mamy sayang. harusnya dengan kekuasaanmu kamu dapat bersenang-senang. Tapi...." Fina kembali tak melanjutkan kata. Dia bergegas mengambil uang memasukkan ke dalam tas.

Fina Melangkah mendekati Damar berusaha mengecup pipi lelaki tampan ini, tetapi Damar memalingkan wajahnya. " Sekali kamu merasakan kenikmatan dari Mamih, kamu akan meminta lagi. " Fina menyeringai, bersuara mendayu, berusaha meningkatkan gairah Damar.

Tetapi lelaki yang selalu berwajah sinis di hadapan Fina ini selalu acuh. Tak peduli bahkan selalu bersikap waspada pada Fina.

Sepeninggalan Fina, Damar menyemprot ruangannya dengan pengharum ruangan menghilangkan jejak parfum wanita ular, menurut Damar.

Setelah dua hari di semarang Damar kembali ke Jakarta. Dengan tergesa dia masuk ke dalam rumah. " Nisa!? " Damar berteriak. Baru kali ini Damar berteriak memanggil Nisa membuat dada Mbok Darmi yang sudah berumur, berdegub kaget, tubuh wanita tua ini terjingkat.

"Den, ada apa lagi? Pulang-pulang teriak-teriak?" tanya Mbok Darmi pelan, mengahampiri Damar yang sudah sampai di undakan tangga.

"Nisa ada di kamar Mbok?" tanya Damar.

"Non Nisa tadi pergi sama Non Lana," jelas Mbok Darmi.

"Mau Mbok bikinkan minum Den? " tanya Mbok Darmi lembut, wanita yang sudah bekerja dengan Chandra sebelum Damar ikut bersamanya.

"Iya boleh Bi." Damar menaruh kasar bobot tubuhnya di sofa depan televisi.

"Nisa bikin masalah?" tanya Damar.

"Nggak Den. Jangan terlalu keras sama Non Nisa, Den. Jantung si mbok mau copot." Mbok Darmi terkekeh berusaha mencairkan suasana hati majikan mudanya.

Damar menerima jus alpukat yang diberikan Mbok Darmi, tak ada tanggapan yang keluar dari mulut lelaki tampan ini. Menyesap jus pelahan, setelah itu menyandarkan kepala pada sandaran sofa, tak berapa lama mata terpejam dan tertidur.

Sayup-sayup pendengaran lelaki tampan ini menangkap langkah kaki pelan menaiki anak tangga. "Nisa dari mana kamu?" tanya Damar. Membuat Nisa terjengkit kaget. Padahal wanita muda ini sudah meminimalisir pergerakan agar tak terdengar Damar.

"Bukan urusanmu," Nisa melangkah kasar menaiki anak tangga.

"Nisa, Mas tanya, jangan kebiasaan bantah melulu. Jangan sampai Mas hilang sabar Nisa!!" Damar berteriak, lantang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tiah Sutiah
bener2 suami benalu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 181

    Di gedung Hardiyata, Damar menyugar rambutnya frustasi bayangan Nisa memenuhi isi otaknya. Sudah lama Damar berpuasa, tak berani menyentuh istrinya. Di raihnya gawai lalu di tekan nomor Nisa, Damar menatap ponsel tak berkedip, nampak Nisa menggunakan pakaian haram yang sedang dia coba. "Mah, lagi ngapain? Kok pake pakaian seperti itu?" tanya Damar, jakunnya turun naik melihat penampakan istrinya. "Eh ... Lupa Nisa lagi pake baju beginian," segera Nisa memakai daster yang teronggok di pinggir ranjang. "Nisa lagi nyoba-nyoba, masih muat apa, nggak!" ujar Nisa salah tingkah melihat Damar menatap tak berkedip. Damar terus mengajak Nisa bicara, lelaki ini beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kantor, tetapi masih terus berbincamg dengan Nisa. "Mas kamu mau kemana? Kalo sibuk matiin aja, Nisa mau nenenin Agam," ujar Nisa, sudah mengeluarkan aset yang membuat Damar berkhayal kemana-mana. "Ya sudah." Damar mematikan ponsel, lima belas menit kemudian dia sudah berada di depan pintu kama

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 180

    Bayi mungil sudah berada di box bayi, pengajian di gelar di rumah megah ini. Mengundang anak-anak yatim dari beberapa yayasan. Besok siangnya di rumah mengadakan open house, membagikan sembako gratis untuk warga kurang mampu bekerja sama dengan rt setempat membagikan hadiah atas kebahagian yang sudah keluarga Chandra dapat. Semakin hari kebahagian semakin berpendar di dalam rumah ini, anak-anak yang sehat dan terlihat bahagia. Chandra pun semakin sehat, Fina semakin mendekatkan diri pada sang Maha Pencipta. Karir Damar semakin gemilang dan Nisa semakin memperbaiki diri menjadi orang tua dari tiga anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Pagi ini rumah terasa berbeda dari sebelumnya.Oe oe oe ....Huuu ... huuu ... huuu ....Suara nyaring bayi bersahutan dengan suara tangis Nisa. Damar terlihat gelisah dan bingung. Dia mengayun bayi yang sedang menangis kencang. Sudah dua minggu berlalu dari masa Nisa melahirkan, selama itu Damar tak bisa pergi kemanapun. Hari ini Damar mema

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 179

    Nafas Nisa sudah teratur Damar menatap Nisa, ingin mencium bibir yang sedikit terbuka, tetapi di urungkan, dia tak ingin mengganggu istri kecilnya. Lelaki ini menuju ruang kantor, menyelesaikan tugas kantor dari rumah. Roni pun siaga menghandle pekerjaan Damar. Memang Roni merupakan tangan kanan yang tak diragukan lagi kesetiaannya sejak di bawah naungan Chandra, hingga kini Damar yang menguasai pun Roni masih terus setia. Setelah menyelesaikan pekerjaan lelaki ini menuju ruang makan, ternyata Nisa sudah duduk di sana, menunggu anggota keluarga yang lain datang ke meja makan untuk makan siang. "Sudah bangun?" sapa Damar. Nisa mengangguk. "Mau langsung makan, Mas?" tanya Nisa."Nanti tunggu, Papah," jawab Damar. "Makan lah dulu, tak usah menunggu kalau lama." Suara Chandra menyahut, lalu duduk di tempat biasa lelaki tua ini duduk. "Mamih mana, Pah?" tanya Nisa. "Lagi rewel Alika, nanti papah bawakan makanan ke kamar saja. Ayo di makan." Chandra mempersilahkan anak-anaknya makan.

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 178

    Nisa menatap kamar bayi bernuansa biru laut. Menurut prediksi dokter, bayi dalam kandungan Nisa adalah bayi laki-laki. Semua barang yang Nisa beli untuk calon bayinya berwarna biru, orens, hijau, sebisa mungkin dia hindari warna pink. Nisa duduk di pinggir ranjang melipat pakaian kecil, sesekali mencium, seolah dia sudah begitu rindu pada bayi yang sudah sekian lama di nanti. Damar mengamati gerik Nisa dari ambang pintu, lelaki ini menyandar di daun pintu, sambil melipat tangan. Bibirnya tersenyum senang melihat Nisa bahagia. "Masih ada yang kurang, Mah?" tanya Damar, membuat Nisa terjingkat tak mengira Damar menyapa. "Mas ... bikin kaget," ujar Nisa mengerucutkan bibir. Damar menghampiri Nisa, menarik bangku kecil lalu menaikkan kaki Nisa di atas bangku kecil. "Kakinya bengkak banget, sakit nggak?" tanya Damar. "Kalo berdiri lama sakit, kamu nggak kenapa-kenapa cuti kerja lama, Mas?" tanya Nisa, "Yang mau lahiran kan Nisa kok yang cuti kerja kamu?" tanya Nisa penasaran la

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 177

    Waktu kian berjalan, mengiringi kebahagiaan Nisa dan Damar. Semakin hari cinta mereka semakin bersemi. Pagi ini Nisa berada di balkon duduk di kursi goyang menghadap taman di bawah kamarnya, tangannya mengelus perut yang semakin membuncit.Terdengar pintu terbuka, Damar menghampiri Nisa lalu berjongkok di hadapan wanita cantik ini. Lelaki ini terlihat berkeringat, tubuhnya berbalut kaos tanpa lengan terlihat otot tangannya menyembul, menandakan kekuatan tubuhnya. Tanpa aba-aba lelaki atletis ini mencium pipi Nisa. "Udah mandi belum?" tanya Damar, menyeka keringat di dahi, dengan anduk kecil yang terlampir di leher.Nisa menggeleng. "Nanti aja, Nisa mode males. Kok udahan olah raganya?" tanya Nisa. "Udah." Damar bangun dari jongkok, langsung mengangkat tubuh Nisa memggendong seraya berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu masih keringetan, nanti dulu mandinya," ujar Nisa, menyentuh leher Damar menyeka keringat yang masih tersisa. Langkah Damar terhenti, beralih menuju ranjang. "Duduk du

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 176

    Nisa menggendong Attala karna batita ini merajuk minta di gendong, Nisa mengendong lalu mencium batita ini, menyalurkan kasih sayang, menunjukkan bahwa kasih sayangnya kepada Attala tidak akan berkurang, walau ada bayi lain hadir di rumah ini. Attala tertawa terbahak karna Nisa memborbardir dengan ciuman bertubi. "Dedek Atta ngiri sama dedek bayi?" tanya Nisa. Bola mata bulat mengerjap mencerna ucapan Nisa. "Bener kan Atta ngiri, nggak boleh ngiri, Mamah, Opa, Oma tetep sayang sama kamu, ya!! Attala juga harus sayang sama dedek bayi oke!!" ujar Nisa mengajarkan Attala, anak lelaki Damar dan Kirana. Attala tersenyum melihat raut wajah Nisa, bayi satu tahun ini kembali terbahak karna di serang ciuman oleh Nisa. Damar baru saja pulang dari kantor, bibirnya tersenyum bahagia melihat Nisa dan seluruh keluarga menyayangi kedua putra putrinya. Melihat Damar pulang Nisa segera menyambut suaminya, memberinya sesajen khas suami baru pulang kerja. lelaki ini memandang bayi dalam ayunan, mem

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 175

    Mentari memberi kehangatan pada penduduk bumi. Nisa menghampiri Damar yang sedang bercermin, wanita muda ini mengambil krim penghilang kemerahan di wajah Damar akibat gigitan semut semalam. "Mas, maafin Nisa ya!" ujar Nisa dengan wajah menggemaskan, tangannya lincah membubuhi krim di wajah suaminya. Damar mengangguk. "Buat Mamah cantik, sama calon dedek bayi apa sih yang nggak," ujar Damar tulus, tangannya mengelus perut Nisa yang sudah sedikit menonjol. Nisa merangkulkan tangan di leher Damar, mencium lembut bibir suaminya. "Makasih ya, Mas, dedek bayinya seneng banget." Setelah mencium Damar Nisa menarik tangan lelaki atletis ini keluar kamar. Karna tangan lelakinya sudah semakin menggerayang ke tempat lain.Damar merangkul pinggang Nisa erat, berjalan turun ke bawah, sampai di bawah Nisa langsung menuju kulkas hendak mengambil buah yang suaminya petik semalam. Beberapa pintu kulkas sudah Nisa buka tetapi barang yang dia cari tak ada. "Mbak, tempat ungu di sini liat nggak?" tany

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 174

    Indahnya dunia membuat banyak orang terlena. Sisi gelap dunia lebih mendominasi menampilkan kesempurnaan, keindahan juga kebahagiaan. Keindahan dunia hanyalah fatamorgana kebahagaian, daya tarik agar manusia lalai pada kebenaran dan jalan Tuhan. Tetapi bagi mereka yang mendapatkan keindahan dunia dan menggunakan dengan baik, untuk kebaikan diri dan orang lain, maka mereka mendapatkan kebaikan dari apa yang dia miliki dan menjadi bekal kehidupan abadi kelak. Damar lelaki penyayang ini duduk di bangku kebesarannya mendengarkan Roni menyampaikan pencapaian-pencapaian semua bisnis yang sekarang dalam genggaman. Semua usaha yang awalnya di niatkan untuk membantu masyarakat nyatanya menghasilkan rupiah di luar ekspektasi. Wajah cerah, senyum menawan terukir di bibir Damar, begitu pun Roni tak henti menjelaskan apa yang harus dia jelaskan dan paparkan. "Makasih Ron, sudah membersamai saya selama ini, saya harap apa yang kita kerjakan bisa memberikan kebaikan untuk orang lain terutama unt

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 173

    "Duduk dulu, Bu," ujar Damar, di buat sesantai mungkin. Melihat tak ada reaksi apapun dari Damar membuat Ivana makin meradang. "Pak Damar nggak cemburu liat istrinya di peluk lelaki lain?" tanya Ivana berapi-api. Damar mencoba tersenyum senatural mungkin. "Nanti bisa saya tanyakan ke istri saya, Bu. Jadi Bu Ivana tak usah repot-repot, menunjukkan hal seperti ini kepada saya, lain kali."Mendengar penuturan Damar, Ivana mengepalkan telapak tangan kencang, hingga kuku menancap pada telapak tangan. "Oke, kalo foto ini memang nggak berpengaruh," ujar Ivana, "Permisi. Sekarnag pasti lelaki ini sedang ada di rumah Pak Damar." Ivana bangkit dari duduk lekas meninggalkan kantor. Setelah Ivana pergi Damar memanggil Roni berbincang, lalu dia meninggalkan kantor. Dengan Cepat Damar menaiki mobil tanpa supir. Klakson berbunyi nyaring di depan pintu pagar yang menjulang tinggi, dengan cepat Rudi membuka pagar. Hati Damar sedikit terbakar tadi, tapi sebisa mungkin dia harus bisa meredam segal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status