"Mas!"
Kieran tak mengehentikan langkahnya. Setelah keluar dari mobil, dia langsung kembali menarik Ayyara memasuki rumah. Sedikitpun, tak membiarkan tangan perempuan itu lepas dari cekalannya. Sekalipun saat ini mereka sudah berada di dalam rumah."Mas!"Kieran tetap tak menggubris, Ayyara berusaha memberontak melepaskan diri. Pergelangan tangannya terasa nyaris patah, Kieran mencekalnya begitu erat."Mas!"Kali ini Ayyara berhasil menarik tangannya dari cekalan laki-laki itu. Tepat, saat Kieran nyaris membawanya masuk ke dalam kamar. Ayyara menatap laki-laki itu dengan sorot marah. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah."Sakit. Apa kamu ingin mematahkan tanganku?"Kieran tetap berusaha memasang raut tenang. Walau sejak tadi, emosinya sudah tak bisa tertahan lagi. Dia ingin marah, membentak, menyadarkan Ayyara bahwa perempuan itu telah melukai hatinya. Namun, Kieran tak sanggup melakukan semua itu. SebTerdengar langkah seseorang perlahan mendekat, Ayyara tak berani melihatnya, hanya terus fokus pada sarapan paginya. Setelah apa yang Kieran lakukan padanya tadi malam, Ayyara kini kembali canggung kepada laki-laki itu. Antara kesal dan juga malu, berani sekali Kieran menciumnya. Namun sialnya, kenapa Ayyara juga harus menikmatinya? Kieran menarik kursi di samping Ayyara, lalu duduk untuk ikut sarapan bersama sang istri.Hari ini Kieran memutuskan untuk kembali masuk kerja. Karena menurutnya juga percuma tetap mengambil cuti, sedangkan Ayyara saja sudah masuk kerja. Untuk apa dia berada di rumah tanpa ada Ayyara?Saat Kieran nyaris ingin mengambil makanan ke atas piringnya, mendadak ponselnya justru berdering. Membuat Kieran terpaksa menunda sarapannya. Dia memutuskan untuk menjawab panggilan itu lebih dulu.'Selamat pagi, pak Kieran. Maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menyampaikan jika klien kita setuju untuk melakukan pertemua
Ayyara mengangguk, dia sangat setuju dengan pemikirannya Barusan. Dengan antusias, Ayyara berdiri dari duduknya. Dan berniat segera berangkat. Namun langkahnya tertunda, saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sebuah panggilan dari Kieran, memenuhi layar ponselnya, membuat Ayyara mengernyit bingung. Kenapa laki-laki itu menelponnya? Dengan sangat malas, Ayyara terpaksa harus menjawabnya. "Halo mas."'Ayyara, apa kamu masih ada di rumah? Apa kamu melihat dompetku di sana?'Ayyara menatap dompet hitam yang masih dia pegang. "Hm, aku melihatnya."'Bisakah kamu mengantarkannya ke tempat kerjaku? Aku tidak mungkin harus kembali lagi ke rumah. Aku tidak mempunyai banyak waktu sekarang.'Ayyara menghela nafas kesal. Baru saja dia mempunyai rencana untuk datang ke rumah Bagas, lagi-lagi harus di gagalkan oleh Kieran. "Yasudahlah, aku akan mengantarkan dompetmu ini ke kantormu. Lain kali, jika ingin berangkat k
"Pak Kieran," panggil Nasya, saat melihat sang CEO yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Kieran menoleh, melihat keberadaan sang sekertaris tak jauh darinya, dia langsung menghampiri."Pak Kieran, ini dompet bapak. Tadi ibu Ayyara mengantarkannya sampai depan perusahaan." Nasya memberikan dompet hitam yang tadinya diberikan Ayyara padanya. Kieran mengangguk, mengiyakan. Lalu tersenyum. "Terimakasih.""Oh iya pak, sebelumnya maaf. Saya merasa tidak enak dengan ibu Ayyara."Kieran mengernyit tak paham dengan ucapan perempuan itu barusan. "Kenapa seperti itu?""Sepertinya, ibu Ayyara cemburu dengan keberadaan saya."Kieran kembali tersenyum, ucapan perempuan itu sangat terdengar lucu di telinganya. Dia rasa, itu tidak akan mungkin terjadi. "Lagi pula, kenapa kamu berpikir seperti itu? Kamu 'kan di sini hanya bekerja, saya rasa istri saya pasti paham, dan tidak akan mungkin cemburu denganmu.""Tapi, pak. Saat
"Hm, mungkin saja iya. Karena menurutku, cinta itu akan tumbuh saat kita terlalu sering menghabiskan waktu bersama seseorang itu. Contohnya kita. Benarkan?"Ayyara diam. Jawaban Bagas justru membuatnya tak bisa tenang. Benar yang dikatakan laki-laki itu. Dia dan Bagas dulu bisa saling jatuh cinta, juga berawal karena sering bertemu."Bukan karena cantik, tapi karena terbiasa bersama. Selain itu, jika seseorang itu mampu membuat kita nyaman, tentu kita pasti akan jatuh cinta padanya. Tapi sebaliknya, sering bertemu dengan perempuan secantik apapun di luar sana, jika perempuan itu tidak mampu membuat kita nyaman, maka tidak akan mungkin cinta ini jatuh padanya." Bagas tersenyum, saat melihat raut Ayyara sekarang sedikit lebih tenang. Dia menarik kursi yang tak terlalu jauh darinya, menempatkannya di samping Ayyara lalu dia duduki. Bagas kemudian meraih tangan Ayyara, lalu menggenggamnya dengan erat. "Contohnya adalah kamu dan pak Kieran. Setiap ha
'Kamu sudah makan malam?'Ayyara mengangguk, mengiyakan. "Sudah. Kalau kamu?"'Hm, aku juga sudah. Apa tidak masalah, jika kita terus berteleponan seperti ini? Apa pak Kieran tidak akan marah, jika kamu dan aku berteleponan terus?'Ayyara menyandarkan tubuhnya ke headboard kasur, sambil memeluk bantal di pangkuannya. Dia melirik ke arah pintu kamar yang masih tertutup. "Mas Kieran belum pulang. Dan, aku takut di rumah sendirian seperti ini. Rumah ini terlalu besar, dan sepi. Jika tidak ada teman untuk mengobrol, aku justru membayangkan hal macam-macam. Jadi tolong, jangan matikan panggilannya ya, Bagas."Laki-laki di seberang sana justru tertawa gemas, setelah mendengar pernyataan Ayyara. 'Baiklah cantik. Aku akan terus menemanimu berbicara agar takutmu hilang.'Ayyara tersenyum senang. "Terimakasih ... Sayang."'Eum, Ayyara ...'"Kenapa?"'Kenapa kamu memanggilku seperti itu? Bagaimana jika pak Kieran tahu, dan
Laki-laki memakai kemeja putih masuk ke kamar tersebut, membuat Ayyara seketika bernafas lega. Ayyara barusan sempat berpikir macam-macam, ternyata yang datang justru adalah suaminya. Dia kemudian memutuskan kembali berteleponan dengan Bagas. "Bagas. Mas Kieran sudah datang."'Oh benarkah, baiklah sudah dulu ya.'Ayyara tak mengiyakan, sebenarnya dia masih ingin berteleponan lebih lama lagi dengan Bagas walau kantuknya sudah datang. Namun tak dia jawab saja, Bagas lebih dulu mematikan panggilannya. Sudah pasti laki-laki itu takut dengan keberadaan Kieran.Setelah memasuki kamar, pandangan Kieran langsung tertuju pada sang istri yang duduk di atas kasur, baru selesai berteleponan. Laki-laki itu menutup kembali pintu kamar, lalu berjalan ke arah kasur. "Bagas?""Iya," jawab Ayyara jujur, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel itu.Kieran hanya mengangguk, paham. Lagi-lagi dia harus tersenyum perih. Padahal dia
Ayyara kembali menatap wallpaper ponsel yang masih dia genggam itu. "Tapi kata Bagas, kita akan jatuh cinta pada orang yang bisa membuat kita nyaman. Sejak dulu, aku tidak terlalu akrab dengan mas Kieran. Bahkan setelah menikah, aku rasa aku tidak pernah membuat mas kieran bahagia. Lalu, kenapa mas Kieran bisa mencintaiku?"Tentu saja itu sangat membingungkan. Walau Kieran pernah mengatakan padanya, jika dia mencintai Ayyara dari sifat perempuan itu. Namun menurut Ayyara itu sangat aneh. Percuma menyukai sifatnya saja, tapi orang yang dicintai tidak bisa membuatnya nyaman. Ayyara segera menggeleng. Menyadarkan dirinya kembali. Walau wallpaper ponsel laki-laki itu adalah foto pernikahan mereka. Ayyara tetap harus memeriksa kontak di ponsel itu. Foto itu saja tidak bisa menjadi jaminan, jika Kieran hanya cinta padanya saja. "Aku yakin, karena aku tidak bisa membuatnya nyaman. Pasti mas Kieran sedang menjalin hubungan spesial dengan perempuan lain
Pandangan Kieran kembali mengarah pada Ayyara yang masih tertutup selimut. Kali ini Kieran menyingkirkan selimut itu dari wajah Ayyara cukup kasar, hingga akhirnya dia bisa melihat wajah sang istri yang belum tertidur di sana. Ayyara memalingkan wajahnya. Tak mau menatap Kieran, karena malu."Apa ada sesuatu yang ingin kamu ketahui di ponselku?""Kamu jangan kepedean. Aku tidak cemburu sama sekali jika kamu dekat dengan sekertarismu itu," jawab Ayyara cukup sinis.Satu alis Kieran terangkat, menatap Ayyara tak paham. Sejak tadi bibirnya tak sanggup menahan senyum. Betapa menggemaskan istrinya saat ini. "Aku tidak menuduhmu cemburu. Tapi, aku bertanya apa ada yang ingin kamu ketahui di ponselku? Dan, aku sama sekali tidak berpikir jika kamu cemburu dengan sekertarisku."Ayyara memejamkan matanya dengan erat. Ingin rasanya memukul bibirnya itu dengan keras. Tanpa dia sadar, dia justru membuat Kieran curiga apa yang sejak tadi sed