“Dari sekian banyaknya wanita … kenapa harus sahabatku, Mas?” Kehidupan yang sempurna dalam rumah tangga merupakan surga bagi setiap wanita. Memiliki suami yang selalu ada, mendukung setiap suka dan duka, serta memprioritaskan istri dan anaknya adalah anugerah yang luar biasa. Carrista Dealova merupakan wanita yang beruntung itu. Namun, siapa sangka surga yang dibangga Carrista sudah lama berubah menjadi neraka yang diciptakan oleh suaminya—Reno. Pengkhianatan Reno dengan sahabatnya —Bella menjadi Boomerang bagi rumah tangganya. Ditengah kehancuran tersebut, sosok laki-laki yang lebih baik pun muncul di kehidupan Carrista dan mengubah hidupnya. Namun, akankah Carrista sembuh dari sakit yang diciptakan oleh suaminya? Maukah Carrista menerima pria itu menjadi pelabuhan terakhirnya?
view more“Kota ini masih sama, tak ada yang berubah!”
Wanita ini menatap di sekitar jalan yang ia kelilingi dengan mobilnya. Mang Udin — supir yang sedang menyetir pun menatap dari kaca. Ia merasa kasihan dengan majikannya tersebut.
“Benar ‘kan, Mang? Bangunannya nggak ada yang berubah!” lanjutnya lagi.
“Iya, Bu. Cuma keadaan yang berubah.”
“Maksudnya?”
Carrisa Dealova, namanya. Dia sedikit bingung dengan ucapan Mang Udin yang sedikit memberi tanda padanya.
Sementara Mang Udin, dia terlihat gelisah saat ini. Ada kebenaran yang sedang ditutupi olehnya.
“Mang Udin?” Carrista memanggilnya setelah beberapa detik tak ada sahutan dari supirnya.
“I—iya, Bu?”
“Mamang kenapa? Lagi ada problem?”
“E—enggak, Bu. Anu, maksudnya tadi keadaannya itu kayak yang lalu-lalang yang beda. Karena ‘kan tiap detiknya pasti yang lewat beda-beda.”
Entah apa yang dibicarakan Mang Udin saat ini. Dia memang menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu. Membiarkan lisannya berbicara dengan kata-kata yang tidak begitu penting saat ini.
Carrista malah tertawa mendengarnya. Bagi dia, Mang Udin saat ini sedang memberi lelucon padanya.
Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di halaman rumah tercinta. Mang Udin menurunkan Carrista tepat di depan pintu masuk.
Carrista menatap rumah itu, hatinya bahagia karena sebentar lagi tak hanya sang suami yang ia lihat, melainkan anak tercinta mereka satu-satunya yang kini sudah berumur 5 tahun.
Pintu terbuka. Ditatapnya sekeliling ruangan itu. Sudah satu bulan lamanya ia meninggalkan rumah itu untuk melihat butiknya yang berada di luar kota.
Semenjak memiliki beberapa cabang butik, Carrista jarang sekali di rumah. Dia hanya ada waktu satu minggu saja setiap bulannya untuk berkumpul bersama keluarga. Sang suami pun sangat mendukungnya dalam hal ini.
“Bu Carrista!” sapa asisten rumah tangga.
“Bapak sama Tyara, di mana, Bi?”
“Ada di kamar non Tyara, Bu.”
Carrista tersenyum sembari mengucapkan terima kasih. Dia pun melangkahkan kakinya menuju kamar sang putri.
Carrista membuka pintu kamar berwarna pink tersebut sambil mengatakan, “surprise!”
Ponsel terjatuh, mainan pun kini berantakan. Ternyata, Carrista berhasil membuat mereka terkejut saat ini.
“Mama!”
“S—sayang ….” ucap sang suami sambil membelalakkan matanya. Pria ini buru-buru mengambil ponsel yang terjatuh sambil mematikan panggilan yang sejak tadi sudah terhubung.
Tyara langsung memeluk ibunya, “Mama, Tya kangen!”
“Mama juga kangen banget sama kamu.”
Ibu dan anak tersebut saling meluapkan rasa rindunya. Setelah itu, Carrista menatap suami tercinta, “Mas Reno!”
Reno pun mendekat sambil tersenyum, lalu ia peluk istrinya dengan erat. “Sayang, kok pulangnya dadakan?”
Sontak membuat Carrista langsung melepaskan pelukannya. “Dadakan? Memangnya, aku harus pergi dan pulang di hari yang sama setiap bulannya?”
“Jangan salah paham, aku itu kaget! Kalau tahu kamu mau pulang, aku bisa kasih kejutan buat kamu. Iya ‘kan, Tyara?”
Tyara—bocah kecil tersebut menatap ayahnya sambil tersenyum. Ia juga memberikan jari jempolnya pertanda setuju dengan ucapan Reno.
“Kayak Papa kasih kejutan buat Tante Bella, ‘kan?”
Deg!
Seakan dunia akan kiamat, lidah Reno pun tercekat. Keringat dingin membasahi wajahnya.
“Tante Bella?” beo Carrista. Lalu, ia menatap suaminya. “Bella Azira? Bellanya teman aku, Mas?”
Reno berdehem. Lalu mencubit pipi sang istri dengan gemas. “Iya, Sayang. Itu loh, masa' kamu lupa waktu kamu pernah suruh aku datang ke acara tunangannya sambil bawa kotak kado itu … ingat, nggak?”
“Tapi, Papa ngasihnya buk—” Tyara berniat untuk menjelaskan, tetapi mulutnya langsung ditutup oleh Reno dengan tangannya.
“Ada apa ini?”
“Tya, kamu terusin lagi mainnya. Papa mau ajak Mama keluar bentar. Boleh?”
“Ke mana? Tya nggak boleh ikut?”
“Sudah malam, Sayang. Lagian, Mama pasti capek. Papa mau pijitin Mama di kamar.”
“Kalau ke kamar, Tya nggak mau ikut!”
Reno dan Carrista tertawa mendengarnya. Bayi yang dulu hanya terdengar suara tangisan pun kini sudah berbicara dengan baik, bahkan lebih bijak dari yang mereka duga selama ini.
Reno menggendong Carrista di hadapan sang buah hati. Tyara langsung bersorak gembira saat melihat ibunya tersenyum bahagia saat ini.
Tyara menatap kepergian kedua orangtua dari kamarnya. Begitu pintu tertutup, ia pun bergumam dalam hatinya, ‘Kenapa cuma Mama yang tersenyum? Papa tadi cemberut. Padahal waktu sama Tante Bella, papa senang banget. Kok aneh, ya?’
Sementara kini, di kamar yang berbeda, Reno menaruh Carrista di atas kasur mereka. Keduanya saling berhadapan.
“Miss you,” ucap Carrista.
“Miss you too,” sahut Reno.
Carrista hendak membuka bajunya, tetapi ditahan oleh Reno. “Mau apa?”
“Bukannya mau pijitin aku? Aku tahu maksud kamu. Sebenarnya bukan pijit badan, ‘kan?” Ucap Carrista sambil mengedipkan mata.
“A—apa?”
Carrista sangat sigap saat ini. Ia buka pakaiannya dan kini hanya tersisa bagian dalam saja. “Sudah waktunya, Sayang. Ayo!”
Reno menahannya kembali, “Sayang … kamu baru sampai. Maksud aku, gimana kalau kamu mandi dulu?”
“Aku bau?”
“Tidak! Kamu wangi. Bahkan, dua hari dua malam nggak mandi pun tetap wangi. Tapi, kita nggak tahu, apa ada bakteri di luar sana, atau kotoran yang nempel di badan kamu. Iya ‘kan?”
“Huh … kamu sejijik itu sama aku?”
“Kamu salah paham lagi. Begini saja, gimana kalau aku mandiin?”
Sebenarnya, saat ini Reno hanya sedang menunda malam panas itu. Karena entah mengapa dia tidak tergoda dengan istrinya. Malahan, sesuatu di bawah sana tidak berdiri tegak seperti sedia kala.
Reno pun menggendong kembali istrinya dan ia bawa ke kamar mandi. Di bawah shower, pria itu sengaja membasahi dirinya dan Carrista lalu memberikan beberapa kecupan sebagai pemanasan. Siapa tahu, senjatanya bisa berdiri kembali.
Meskipun perlu pemanasan, ternyata malam ini benar-benar malam yang panjang bagi mereka. Mulai dari di kamar mandi, hingga sampai di ranjang. Entah sudah berapa kali mereka merajut kasih.
“Shayang … kamu benar-benar buat aku candu. Nikmat sekali, Shayang. Ah!” Reno meracu, suaranya terasa berat penuh nafsu.
Carrista mengecup bibir suaminya. “Apa itu benar?”
“Kamu nggak lihat wajahku? Ini benar-benar nikmat, Sayang. Ayo lagi!”
Dua jam berlalu, mereka terus berolah raga tanpa henti. Kini, keduanya terbaring lemah di atas kasur dengan napas yang tak beraturan.
“Mau lagi?” tanya Reno.
“Pinggangku rasanya ingin lepas, Mas! Aku capek, besok aja lagi.”
Reno tersenyum miris. Dia menatap lurus ke depan. Namun, pikirannya melayang dan ada sedikit rasa kecewa di hatinya. Seorang wanita lain muncul di benaknya. ‘Aku pikir … kamu bisa mengimbangi dia, Carrista!’ Batinnya.
Sementara Carrista, ada banyak pertanyaan di benaknya. Wanita itu memunggungi Reno agar sang suami tidak tahu, jika dirinya belum tidur saat ini.
‘Bella? Kenapa aku merasa ada yang disembunyikan?’
Rasanya, Carrista ingin sekali malam ini cepat berganti. Ia sudah tak sabar ingin menemui Bella, sahabatnya.
Beberapa saat kemudian, dia teringat dengan kebaikan Bella selama ini. Carrista menggelengkan kepala, karena sudah berburuk sangka pada sahabatnya itu.
‘Nggak mungkin! Bella nggak mungkin begitu. Bukankah dia sudah tunangan? Bukannya tunangannya seorang Presdir? Astaga, mikir apa aku dari tadi!’
“Kamu sudah pulang?”Suara itu mengejutkan Reno yang baru saja masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya itu. Reno menghela nafasnya, lalu duduk di samping Carrista.“Siapa yang bawa kamu keluar?”“Aku bisa jalan sendiri. Lagian, udah mendingan.”“Udah malam, Sayang. Nggak bobok?”“Aku nungguin kamu.”“Kamu nungguin aku, atau foto aku bersama temanku?”Carrista tertawa, “dua-duanya!”Reno menggendong istrinya, “di kamar saja!” Serunya. Sementara Carrista memikirkan sesuatu saat digendong sang suami. ‘Kenapa parfum mas Reno mirip dengan parfum Bella? Apa aku salah? Atau hanya kebetulan?’“Kenapa diam saja?” tanya Reno. “A—aku … hm, aku sedang menatap wajah suamiku yang tampan. Aku rasa, cuma kamu di dunia ini yang paling tampan.”“Benarkah? Berarti, cuma kamu juga wanita yang paling beruntung di dunia ini karena memiliki suami yang tampan.”“Kamu sedang memuji diri sendiri, ya?”“Aku bicara fakta, ‘kan?” Reno berbicara dengan percaya dirinya. Bahkan, tak lupa ia berikan senyum
[Temuin aku di tempat biasa!]Mendapat pesan singkat dari Bella, Reno langsung menaruh ponselnya. Ia mencari cara bagaimana bisa pergi saat ini. Sementara Carrista, dia baru saja selesai makan. Bagi wanita ini, sangat nikmat rasanya saat makan disuapin oleh suami sendiri. “Sayang, kamu mau makan apalagi? Atau mau minum apa gitu?”Carrista menatap suaminya. “Masih kenyang banget, Mas.”“Ya sudah, kalau gitu Kamu istirahat saja. Aku mau keluar bentar, ya?”“Buru-buru banget. Mau kemana, Mas?”“Ini, teman sekolah aku dulu. Dia ngajak jumpa. Niatnya, mau ngajak kamu juga tapi ya kamu lihat sendiri kondisi kamu. Aku yang nggak tega kalau ngajak kamu.”“Aku di rumah aja, nggak apa-apa. Salam buat teman kamu.”“Hm, baiklah. Love you!”Reno mengambil jaket yang tergantung di belakang pintu. Lalu dia hendak berjalan dengan cepat. Namun, saat di ambang pintu langkahnya terhenti saat Carrista memanggilnya.“Iya, Sayang?”“Teman kamu ini cewek apa cowok?”Wajah Reno berubah menjadi pucat, lalu d
Bella hendak bangkit, tetapi ditahan oleh William. Pria itu berdiri mendekatinya dan duduk di samping kekasihnya. “Sepertinya kamu kelelahan sekali, ya. Sudah lama datangnya? Kenapa nggak bilang dulu, hm?”Bella memeluk William. “Aku tuh mau kasih kejutan. Eh, malah aku yang dikejutkan karena kamu nggak ada di ruangan.”“Lain kali bilang dulu, ya. Kasihan kalau kamu kelelahan sampai sini,” ucap William dengan lembut. Bella mengangguk. Dia menaruh kepalanya di pangkuan William. Sebenarnya, William merupakan pria lembut nan perhatian. Semenjak mengetahui kekasihnya berkhianat, pria itu lebih berhati-hati lagi. “Sayang, kenapa diam aja?” tanya Bella setelah beberapa menit tidak ada percakapan.William tersenyum geli, “apa harus selalu aku yang memulai percakapan? Baiklah, kalau gitu, apa saja kegiatan kamu hari ini?”“A—aku …,” Bella gelagapan. “Kenapa? Kok mendadak bingung?”Bella duduk dengan tergesa-gesa lalu menatap William sesekali. “Aku cuma bingung, kenapa nanya gitu? Ya jelas
Wajah bingung Carrista tampak jelas saat ini. Bahkan saat ia berbicara, Bella langsung menghampirinya sambil merentangkan tangan.Wajah sedih palsu terlihat di raut wajahnya. Dia berpura-pura sedih memeluk Bintang. “Carrista! Kok kamu nggak ngabarin aku? Aku panik banget, tahu!” Entah dari mana asalnya air mata tersebut hingga jatuh beberapa kali. Carrista tersenyum, “it’s okay, Bel. I’m okay! Cuma kecelakaan dikit, sialnya kenapa ada pohon nangka di situ? Kenapa nggak minggir aja dulu pohonnya!”Carrista menghibur sahabatnya. Padahal, sebenarnya justru dia ‘lah yang perlu dihibur. Bella tertawa, “kamu beneran ketimpa nangka?”“Biar kamu tahu, besarnya itu kayak apa ya bilangnya, gede banget pokoknya!”“Lagian, kenapa bisa?”“Aku ngejar maling, sial banget aku hari ini.”“Kamu udah makan? Mau aku suapin?”“Aku udah kenyang.”“Bohong! Mama nggak mau makan, Tante!” Tyara memotong ucapan mereka. “Hm, benarkah? Kita hukum nanti mamanya!” seru Bella sambil mencubit gemas hidung Tyara.
Awalnya, Bella tidak percaya sampai akhirnya dia merasa gelisah sendiri saat setelah mendengar cerita dari Reno.“Aku cuma takut, rahasia kamu terbongkar!” seru Reno pada Bella. Dia malah mengkhawatirkan hubungan Bella dengan William. Bukan dirinya bersama Carrista. “Tapi, kenapa William mengaku Bramasta?” Tanya Reno setelah beberapa saat. “Meski namanya William Bramasta, tapi aku yakin dia punya maksud terselubung untuk tidak menyebut nama panggilannya ke Carrista!” Sahut Bella dengan wajah datarnya. Dia sedang mencari tahu, niat sang kekasih saat ini. “Sudah, jangan dipikirkan. Mungkin, dia nggak mau Carrista tahu kalau dia pacar kamu.”“Agak janggal, Sayang. Harusnya, dia ngaku namanya di hadapan Carrista. Tapi, kalau dia begitu, itu tandanya— ah, apa dia berniat buat dekatin Carrista?”Reno tersedak. Dia terkejut mendengar ucapan Bella. Meski dia sendiri yang lebih dahulu berkhianat, ia pun tak rela jika dikhianati. Ya, itu tidak adil. Pun lebih tepatnya dibilang egois. Namun,
Keduanya bersitegang menggambarkan ada sesuatu yang telah terjadi di masa lampau. Beberapa saat kemudian, Reno mengalihkan pandangannya m wajahnya pucat, berkeringat dingin terlihat jelas. Carrista pun merasa bingung. Dia langsung menepuk tangannya satu kali sambil mengatakan, “udah pada kenal?”Reno membuka mulutnya. “U—” tetapi terhenti saat mendengar ucapan Bramasta. “Tidak. Tapi seperti tak asing, memang.”Carrista tersenyum. “Padahal wajahnya langka, kenapa bisa jadi pasaran?”Niatnya ingin memecahkan keheningan, Bramasta berdehem untuk berpamitan pulang. “Cepat sekali, apa nggak mau mampir dulu?” tanya Carrista. “Sepertinya suami kamu sibuk. Hm, maksudnya kamu perlu istirahat. Semoga lekas sembuh!” seru Bramasta. Lalu, dia melihat Reno. “Bisa pegang janji, ‘kan?”Reno mengangguk. Bramasta menatap Carrista. “Carrista, i wanna say, jangan percaya seratus persen dengan laki-laki. Sekalipun ia pasangan sendiri.”Setelah mengatakan itu, Bramasta pun masuk ke dalam mobil. Ia pergi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments