Pov DafaAku yang baru bangun langsung di suguhkan dengan pemandangan yang begitu indah. Di depan, sudah ada Jingga yang sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ucapannya semalam benar-benar mengubah suasana hatiku yang tadinya penuh kemarahan menjadi kebahagiaan. Aku tidak pernah menyangka bahwa istriku sudah mulai mencintaiku. "Tuan Dafa sudah bangun?" tanya Jingga. Gadis itu menghampiriku yang sedang sibuk memandanginya. "Tuan saya siapkan makanan dulu yah!" Jingga berbalik tapi dengan cepat aku menarik tangannya hingga tubuhnya menubruk tubuhku. "Tu--tuan, apa yang anda lakukan?" "Diamlah Jingga." Aku merapihkan letak rambut yang menghalangi wajahnya. "Biarkan saya menatap wajahmu lebih lama!" "Tuan, saya malu," ungkap gadis itu dengan pipinya yang bersemu merah. Melihatnya seperti ini, aku jadi ingin mengurungnya seharian di kamar. Rasanya tidak rela, jika ada lelaki lain yang menatap wajah cantiknya. "Tuan, cepatlah mandi. Hari ini kita harus menemui Dokter Alan
"Apakah semuanya sudah siap?" Jingga menganggukan kepala. Aku kemudian menggenggam tangannya keluar. Sekarang aku ingin meminta izin pada Papah untuk menginap di puncak, gadis itupun sudah setuju dengan permintaanku kemarin. "Pah," panggilku saat melihat Papah sedang sibuk mengobrol bersama Hans. Papah menoleh ke arahku, lalu tersenyum. "Semoga berhasil," ucapnya sembari mengacungkan jempol. Aku mengerutkan kening, perasaan aku belum memberi tahu apa-apa pada Papah. "Kami berangkat yah, Pah!"Tidak ingin ambil pusing aku kembali menarik tangan Jingga ke mobil, sekarang kami hanya pergi berdua. Semoga saja tidak ada yang menganggu acara kami karna aku berniat untuk mengungkapkan perasaanku padanya di sana. "Jingga, kita ke Mall dulu yah. Saya mau beli sesuatu." "Iya, Tuan."Aku menghentikan mobilku lalu mengajak Jingga turun, langkahku yang hendak masuk Mall terhenti saat tidak sengaja bersitatap dengan seseorang. "Dafa," ucap gadis itu dengan matanya yang membola menatapku. "K
"Awas tuan!" teriak Jingga saat melihat sebuah mobil yang berbelok mendekati kami.Bruk!Aku meringis saat kepalaku membentur setir, langsung ku menoleh ke arah Jingga dengan rasa khawatir. Aku berharap istriku tidak apa-apa."Jingga, kamu baik-baik saja kan?" Jingga mengangguk, untung saja dirinya menghadang kepala menggunakan tangan jadi itu lebih aman. Aku menghela nafas lega, jika telat sedikit saja aku akan mengalami kejadian yang sama seperti dulu. "Tuan, minumlah." Jingga yang melihatku gusar langsung memberikan sebotol air. "Maafkan saya Jingga, hari yang harusnya menjadi momen paling indah malah berantakan," ungkapku. Sungguh aku merasa bersalah pada Jingga.Jingga tersenyum, ia lalu menggenggam tanganku. "Tidak papa Tuan, apapun yang terjadi. Hari ini akan tetap menjadi yang terindah untuk saya."Tidak Jingga, aku tidak akan membiarkan rencana kita hari ini hancur. Biarkan aku yang menghadapi masalah ini, tapi aku tidak ingin kamu terlibat. Aku melepaskan pegangan tanga
Pov AuthorDafa terhenyak saat Tania dengan berani memeluk tubuhnya dengan erat, tanpa basa-basi lelaki itu langsung mendorong tubuh Tania ke lantai. "Berani banget kamu meluk saya!" teriak Dafa. Lelaki itu begitu emosi, tidak ada rasa kasihan saat melihat Tania sudah terjungkal ke lantai. "Kenapa kamu dorong aku?" Tania bangkit kembali sembari menatap sendu Dafa, gadis itu terkejut melihat perlakuan Dafa yang baru pertama kali begitu kasar padanya."Apa maksud kamu bersikap seperti tadi?" tanya Dafa, lelaki itu menatap nyalang ke arah Tania. "Mas Dafa, maafin aku yah. Dulu aku hilaf karna udah ninggalin kamu. Aku benar-benar menyesal Mas," ucapnya dengan nada lirih. Melihat Dafa yang hanya diam, Tania kembali mendekati Dafa, ia dengan berani memegang dada bidang lelaki itu sembari menatapnya sendu."Mas Dafa, masih ingat gak kenangan kita dulu. Selama 3 tahun menjalin hubungan, hidup kita bahagia banget yah, Mas." Tania tersenyum, seakan tidak tau malu wanita itu lalu memegang waj
"Pah," panggil Jingga. Wanita itu tersenyum melihat satu keluarganya sedang kumpul di meja makan. "Jingga, mau makan bareng. Boleh kan?" Lelaki paruh baya itu menganggukkan kepalanya, ia meminta Jingga dan Dafa untuk duduk bersama mereka. Namun, tiba-tiba Satria dan Tania langsung berdiri dan hendak pergi."Satria, Tania kalian mau kemana?" tegur Pak William. "Kami langsung kenyang, ngeliat wajah dia." Satria menunjuk Dafa yang hanya diam dengan wajah datar."Duduklah.""Apasih Pah, kami mau ke kamar!" gerutu Tania. "Kalau begitu pergi saja dari sini, Tania. Sekalian keluar dari rumah ini, jika kamu tidak ingin mendengar perintah saya!" ancam Pak William. Tania yang mendengar ancaman itu langsung menciut, akhirnya ia dan suaminya ikut duduk sembari mendengus kesal. Jingga menghela nafas gusar, harapannya untuk makan bersama agar keluarga bisa kembali bersatu, tetapi terlihat sulit bagi keluarga ini untuk bersatu."Sudah lama kita tidak makan bersama seperti ini," ujar Pak William
Dafa menggebrak meja dengan kasar, matanya menatap tajam ponsel di depannya. Lelaki itu begitu emosi melihat berita yang diberitahukan sekertarisnya. "Pak Dafa, tenanglah. Saya sudah menghapus semua berita yang tadi muncul," ujar Rian mencoba menenangkan Dafa. "Saya akan tenang jika itu hanya tentang saya, tapi mereka sudah membawa Jingga dalam masalah ini," jawab Dafa dengan nada tinggi.Dafa mengepalkan tangannya, ia sudah tidak bisa mengontrol emosinya melihat wajah dirinya dan Jingga di sebuah akun yang seperti baru di buat. Walapun hanya sampai beberapa menit, postingan itu sudah mendapat ribuan komentar karna memang keluarga William sangat terkenal. Dulu Dafa tidak masalah, bahkan bahagia saat ada yang menyebarkan hal itu. Tapi sekarang ia benar-benar murka, karna istrinya di ikut sertakan. Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Dafa dan Reno menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka, di sana terlihat Pak William masuk ke dalam ruangan."Dafa, kenapa masalah ini kembali mu
Pov Jingga.Setelah mengetahui kabar kehamilanku, Tuan Dafa benar-benar berubah. Lelaki itu menjadi lebih posesif, ia juga tidak membiarkanku pergi kemanapun sendiri kecuali jika hari kuliah. Sifat Tuan Dafa tidak membuatku risih, aku malah sangat menyukai dirinya yang begitu perhatian padaku. Contohnya sekarang, ia rela pulang awal karna aku tidak ingin makan."Sayang!" Aku terperanjat saat sebuah tangan memeluk perutku. Senyumku mengembang melihat wajah tuan Dafa di balik kaca. "Kenapa gak mau makan?" tanyanya. "Saya gendung banget yah, Tuan?"Aku mengelus perutku, melihat ke kaca bahwa sekarang postur tubuhku sudah naik drastis. Terlihat Tuan Dafa menggelengkan kepalanya, ia lalu memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. "Hm, kamu kaya gini lebih menggoda," jawabnya membuat pipiku bersemu merah. Tuan Dafa berjongkok, lalu mengelus perutku yang sudah buncit. "Mamah harus makan yah! Kasian nanti anak Papah laper.""Tapi, pengen makan masakan Papah," ucapku dengan menirukan suar
"Jingga." "Ii--iya, Tuan." Aku yang sedang melihat ponsel Tuan Dafa terperanjat saat tiba-tiba lelaki itu sudah masuk ke kamar. "Maaf sudah lancang melihat ponsel anda Tuan," ucapku sembari menyodorkan benda pipih itu. "Tidak papa," jawabnya. "Ceritakan harimu tadi di kampus. Kenapa kamu bisa pingsan?" Tuan Dafa menatap ke arahku. "Hanya kecapen mungkin Tuan." Tuan Dafa tampak mangut-mangut, ia lalu menarik kepalaku ke pundaknya. Sesekali mencium pucuk kepalaku. Beginilah runtitas kami setiap malam, lelaki yang begitu kejam dulu sekarang sangat manis. Ia selalu bertanya tentang keadaanku setiap hari."Tuan.""Hm?" "Apakah kantor Tuan bermasalah karna kasus waktu itu?" "Kamu sudah melihat chat dari Rian?" tanyanya, membuatku menganggukan kepala. "Jingga, tidak usah di pikirkan. Hanya beberapa perusahaan yang menolak kerja sama dengan perusahaan kita, tidak akan membuat kita bangkrut," jawab Tuan Dafa, aku menatap wajah lelaki itu, ekspresinya begitu tenang. "Tapi Tuan, nama an