Share

Bab 6

“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.

“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”

“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”

“Iya Bu, makasih ya Bu.”

“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” tanyanya.

“Itu tadi Rindi datang buat masalah.”

“Buat masalah gimana?”

“Dia belanja disini seolah-olah aku tidak melayaninya, terus dia lapor aku ke Bu Itha,” jawab Arini seraya memasukkan kembali laptopnya di dalam tasnya.

“Terus apa tanggapan Bu Itha? Kamu nggak di marahkan?”

“Alhamdulillah Bu Itha nggak termakan omongannya,” jawab Arini.

“Sykurlah kalau begitu. Majikan kita ini dua-duanya baik banget, makanya rasa berat kalau mau harus berhenti dari sini.”

“Iya Mba. Pak Hatta dan Bu Itha itu adalah orang-orang yang menggunakan ilmu dengan baik, tidak hanya sekedar mencari terus di pamer sana sini. Tetapi mereka buktikan dengan budi pekerti mereka.”

“Iya, kamu juga nanti kalau menang lomba dan berhasil kuliah lagi, jangan sombong kayak si Rindi itu. Kamu harus contoh majikan kita.”

“Iya Mba Insha Allah, doaian aku ya.”

“Aamiin, ya sudah ayo kerja lagi.” Usai berkata Mba Asri kembali ke rumah untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga di keluarga Pak Hatta.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, Arini pun hendak masuk ke rumah untuk makan siang gantian dengan karyawan toko yang lain. Tetapi baru saja dia hendak berdiri dari duduknya, Raka datang dan meletakkan beberapa belanjaan di meja kasir. 

Arini tersenyum lalu duduk kembali dan menghitung belanjaan Pak Raka. “semuanya Rp. 54.000 Pak,” ucap Arini seraya memasukkan belanjaan itu ke dalam kantong kresek. Raka memberikan uang Rp. 100.000 kepada Arini.

“Sepertinya Mba lagi ikut lomba karya Ilmiah di kampus Hati Luhur?” 

“Heheh, kok Mas nya tahu ya? Pak Hatta cerita?” Raka tersenyum lebar dengan memperlihatkan deretan giginya yang rapi. “Nebak aja, cluenya ‘kan udah ada di meja. Nih,” jawab Raka sambil menunjuk buku yang ada di meja kasir Arini. Kemudian juga menunjuk brosur lomba dari kampus, yang tergeletak di dekat buku-bukunya.

Arini tertawa membuat paras cantiknya semakin terlihat, “Hehehe, iya ya Mas. Aku lupa kalau Mas ini temannya Pak Hatta. Mas dosen juga?” tanya Arini sembari memberikan uang kembalian pada Raka.

“Iya, di kampus yang sama dengan Pak Hatta. Semoga menang ya,” ucap Raka mendoakan.

“Aamiin, makasih ya Mas.” Raka lalu pamit dan berjalan keluar dari toko menuju mobilnya. Di dalam mobil Raka tertawa sambil geleng-geleng kepala. “Gila tuh cewe, nggak pakai make up aja cantiknya sudah bersinar. Gimana kalau dia ngikutin gaya trend perempuan zaman sekarang ya? Beruntung banget laki-laki yang jadi suaminya.” Raka bermonolog di dalam mobil, kemudian menyalakan mesin mobilnya dan berlalu meninggalkan rumah rekan dosennya.

 *************

Di rumah sakit, Danu terlihat sedang memeriksa pasiennya yang terakhir, seorang Ibu-ibu yang seumuran dengan Mamanya. Danu lalu mengarahkan pasiennya untuk bangun dari baringnya. Sementara dia berjalan ke westafel dan mencuci tangannya. Pasien itu turun dari tempat tidur dan melangkah duduk di kursi depan meja dokter Danu.

“Gimana Dok?” tanya pasiennya.

“Ibu harus banyak istirahat ya, makannya juga di jaga. Sebab kadar gula Ibu cukup tinggi.”

“Oh, iya dok.”

“Ibu juga pikirannya di jaga, jangan mikir yang berat-berat. Ibu kemari sendirian?”

“Iya Dok, anak saya hanya satu, saat ini dia lagi perjalanan untuk pulang ke rumah.”

“Oh begitu ya. Besok-besok kalau ingin berobat sebaiknya Ibu suruh antar anaknya atau keluarga yang lain. Buat jaga-jaga Ibu di jalan.”

“Iya dok.”

“Ini obatnya, diminum yang teratur InshaAllah Ibu segera sembuh.”

“Makasih Dokter,” ucap sang pasien kemudian beranjak dari duduknya dan berlalu meninggalkan ruangan Dokter Danu.

Sepeninggalnya Dokter Danu, salah satu suster yang bertugas di ruangannya masuk. “Masih ada pasien lagi Sus?” tanya Danu pada suster yang sedang membereskan alat-alat yang digunakan oleh Danu saat memeriksa pasiennya.

“Sudah nggak ada Dok. Oh iya Dok, besok saya sudah nggak kerja di sini lagi. Surat pindah saya di rumah sakit Kabupaten sudah keluar.”

“Oh, kamu jadi pindah ke sana?”

“Iya Dok jadi. Besok ada suster baru yang akan menggantikan saya.”

“Suster baru? Kenapa bukan suster yang ada di rumah sakit ini saja?”

“Nggak tahu Dok. Kata Dokter Inggit, ada suster baru. Mungkin siang nanti Dokter akan di kenalkan dengan suster itu. Kata Dokter Inggit suster baru itu di suruh ke rumah sakit siang ini, untuk aku ajari apa-apa saja tugasnya sebelum besok dia masuk menggantikan aku.”

“Oh begitu ya. Berarti kamu ikut calon suami?”

“Hehehe, iya Dok.”

“Bagus, memang seharusnya seorang istri itu ikut suaminya.”

Tidak berapa lama, suster itu pun pamit. Danu lalu menelfon Arini, kebiasaan yang dia lakukan saat jam makan siang. Sebelum dia keluar dari ruangan untuk melakukan isoma (istirahat, sholat, makan).

“Assalamualaikum sayang, sudah makan?”

“Walaikumsalam Mas. Ini sementara makan. Mas sudah selesai praktek?”

“Sudah, sedikit lagi mau sholat terus makan. Gimana? Kamu udah pakai laptopnya?”

“Udah Mas, tapi ya lihat-lihat aja dulu. ‘kan lagi di tempat kerja nggak enak kalau dibuka saat kerja.”

“Oh iya kamu benar. Ya sudah kalau begitu pulang nanti aku jemput.”

“Oke Mas. Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam.”

Danu lalu menutup telfonnya kemudian, bergegas keluar dari ruangan menuju musholla rumah sakit untuk melaksanakan sholat Dzuhur. 

****************

Sehabis sholat Dzuhur dan makan siang, Danu kembali ke ruangannya. Baru saja dia duduk dan melihat ponselnya. Dokter Inggit masuk bersama seorang suster baru yang membuat mata Danu melebar tidak percaya dengan penglihatannya.

“Rindi?”

“Dokter Danu kenal dengan Suster Rindi?”

“Iya, Dokter.”

“Wah baguslah kalau begitu, jadi Dokter mendapatkan rekan kerja yang sudah di kenal sehingga saat bekerjasama nanti nggak canggung.”

“Maksud Dokter Inggit, Suster Rindi akan menggantikan Suster Vika?”

“Iya, Dokter Danu benar. Seharusnya siang ini Suster Vika yang mengajarkan Suster Rindi apa-apa saja nanti yang akan dilakukan saat dia bertugas di ruangan Dokter Danu. Hanya saja, Suster Vika berhalangan. Jadinya, saya berharap Dokter Danu bisa membimbing Suster Rindi melakukan tugasnya.”

“Kenapa tidak Suster senior saja yang menggantikan suster Vika? Kalau beginikan saya harus mengajarkannya lagi.”

“Iya sih, tapi suster senior disini sudah dengan tugasnya masing-masing mereka tidak bisa di pindahkan lagi.”

“Ck, ya sudah nggak apa-apa.” Dokter Inggit tersenyum kemudian dia pun pamit. “Suster Rindi, hari ini suster belajar aja dulu ya. Besok baru mulai kerja,” ucap Dokter Inggit sebelum dia keluar dari ruangan.

“Makasih Dokter.”

Kini di ruangan tersisa Rindi dan Danu. Suami Arini itu merasa canggung jika tiap hari bersama dengan Rindi nantinya saat praktek. Danu menggaruk dahinya yang tidak gatal kemudian mulai memakai maskernya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status