Share

bab 8

"Arini."

Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu.

"Ada apa Kak?" 

"Kamu mau ke mana?"

"Mau masuk."

"Kenapa lewat belakang?"

"Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi."

"Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya.

"Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?"

"Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya.

"Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang.

"Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran. Dia pun hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Ibu mertuanya.

"Kalau begitu kamu mandi dulu gih baru ikut gabung di sini dengan kita ya."

"Iya Ma," jawab Arini. Saat dia hendak melangkah salah satu anggota keluarga, yakni Bu Handoko menegur Arini. 

"Kamu bawa apa itu Rini?" tanya Bu Handoko.

"Oh ini laptop Tante."

"Laptop? Emang tahu pake laptop? Atau hanya buat gaya aja hahahah," ejek Bu Handoko di sertai tawa dari anggota keluarga yang lain.

"Ya dia pakailah. Arini saat ini sedang mengikuti lomba karya ilmiah. Kalau dia berhasil dia akan mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1. Doakan ya, semoga dia menang," ucap Bu Dita menjelaskan.

"Ikut lombaaa?" tanya salah satu diantara mereka dengan senyum meremehkan.

"Hahahah, nggak salah? Karya ilmiah itu nggak mudah loh. Untuk otak lulusan SMA kayak kamu, ups lulus SMA ya? Atau nggak? Hahahah," sahut anak Bu Handoko.

"Karya ilmiah itu bukan seperti karangan anak SD lho Rini," sambung Tante Voni.

"Emang karya ilmiah kayak gimana tante?" tanya Arini bersikap polos. Dia berusaha menutupi rasa amarahnya karena hinaan bertubi-tubi yang mereka lontarkan.

"Ya karya ilmiah itu butuh penelitian. Emang kamu tahu melakukan penelitian?"

"Tahu tante," jawab Arini.

"Emang kamu mau meneliti apa? Sok banget tahu penelitian."

"Aku mau meneliti sebuah kasus yang terjadi di keluarga terpandang. Di mana semua anggota keluarganya mengenyam pendidikan yang tinggi. Tetapi ilmu yang mereka dapatkan tidak sampai di hati dan otak kayaknya hanya sampai di dengkul deh, hahahah."

Terdengar suara nyaring Arini tertawa puas melihat wajah merah mereka karena tersinggung dengan kata-kata Arini barusan. "Ah iya, aku juga mau meneliti, tentang bagaimana sih cara orang yang berilmu itu mendidik anak mereka. Kok bisa ya? Anak sampai harus hamil diluar nikah ups …bukannya nyinggung sih tapi kenyataannya begitu. Makanya aku meneliti itu, kira-kira siapa nih narasumbernya yang bisa mendukung penelitianku. Om dan Tante Handoko bisa nggak ya bantu aku? Bisa dong ya, hahahahah." Arini benar-benar tertawa puas kembali dan penuh kemenangan melihat wajah merah padam dari Om Handoko dan istrinya. Begitu pun yang lainnya.

"Tante Voni bisa bantu aku nggak? Buat pertanyaan-pertanyaan untuk narasumberku. Atau Tante Voni mau nggak jadi narasumberku?"

Tante Voni terdiam sambil memandang tajam ke arahnya, "Emang pertanyaan-pertanyaan apa yang ingin kamu tanyakan pada narasumber?" tanya salah satu anggota keluarga.

"Pertanyaan? Mmmm …begini pertanyaannya, sebagai orang yang selalu mengaku cerdas di mana kalian menyimpan ilmu attitude? Di dengkul atau mata kaki? Apakah meremehkan orang lain itu termasuk ilmu attitude yang di miliki orang cerdas? Ungkapan apa yang cocok untuk orang yang ngakunya berilmu tetapi sikapnya menunjukkan  orang gak berilmu? Apa tong kosong bunyinya nyaring?"

Mereka semua terdiam mendengar pertanyaan-pertanyaan dari Arini. Sementara itu Arini tersenyum miring dia sangat puas lagi-lagi  menyaksikan emosi yang terpancar dari wajah mereka.

"Kok nggak ada yang jawab? Katanya kalian pintar. Sekolah sudah sampai di luar negeri. Kalau gitu aku ganti pertanyaannya, anak yang hamil di luar nikah, itu didikan orang terpelajar atau didikan si patah pensil?"

"Cukup! Arini, sekarang kamu masuk ke kamar." Perintah Bu Dita.

"Oke Mama mertua." Arini pun pamit setelah puas membalas hinaan dari keluarga  suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status