"Arini."
Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran. Dia pun hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Ibu mertuanya."Kalau begitu kamu mandi dulu gih baru ikut gabung di sini dengan kita ya.""Iya Ma," jawab Arini. Saat dia hendak melangkah salah satu anggota keluarga, yakni Bu Handoko menegur Arini. "Kamu bawa apa itu Rini?" tanya Bu Handoko."Oh ini laptop Tante.""Laptop? Emang tahu pake laptop? Atau hanya buat gaya aja hahahah," ejek Bu Handoko di sertai tawa dari anggota keluarga yang lain."Ya dia pakailah. Arini saat ini sedang mengikuti lomba karya ilmiah. Kalau dia berhasil dia akan mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1. Doakan ya, semoga dia menang," ucap Bu Dita menjelaskan."Ikut lombaaa?" tanya salah satu diantara mereka dengan senyum meremehkan."Hahahah, nggak salah? Karya ilmiah itu nggak mudah loh. Untuk otak lulusan SMA kayak kamu, ups lulus SMA ya? Atau nggak? Hahahah," sahut anak Bu Handoko."Karya ilmiah itu bukan seperti karangan anak SD lho Rini," sambung Tante Voni."Emang karya ilmiah kayak gimana tante?" tanya Arini bersikap polos. Dia berusaha menutupi rasa amarahnya karena hinaan bertubi-tubi yang mereka lontarkan."Ya karya ilmiah itu butuh penelitian. Emang kamu tahu melakukan penelitian?""Tahu tante," jawab Arini."Emang kamu mau meneliti apa? Sok banget tahu penelitian.""Aku mau meneliti sebuah kasus yang terjadi di keluarga terpandang. Di mana semua anggota keluarganya mengenyam pendidikan yang tinggi. Tetapi ilmu yang mereka dapatkan tidak sampai di hati dan otak kayaknya hanya sampai di dengkul deh, hahahah."Terdengar suara nyaring Arini tertawa puas melihat wajah merah mereka karena tersinggung dengan kata-kata Arini barusan. "Ah iya, aku juga mau meneliti, tentang bagaimana sih cara orang yang berilmu itu mendidik anak mereka. Kok bisa ya? Anak sampai harus hamil diluar nikah ups …bukannya nyinggung sih tapi kenyataannya begitu. Makanya aku meneliti itu, kira-kira siapa nih narasumbernya yang bisa mendukung penelitianku. Om dan Tante Handoko bisa nggak ya bantu aku? Bisa dong ya, hahahahah." Arini benar-benar tertawa puas kembali dan penuh kemenangan melihat wajah merah padam dari Om Handoko dan istrinya. Begitu pun yang lainnya."Tante Voni bisa bantu aku nggak? Buat pertanyaan-pertanyaan untuk narasumberku. Atau Tante Voni mau nggak jadi narasumberku?"Tante Voni terdiam sambil memandang tajam ke arahnya, "Emang pertanyaan-pertanyaan apa yang ingin kamu tanyakan pada narasumber?" tanya salah satu anggota keluarga."Pertanyaan? Mmmm …begini pertanyaannya, sebagai orang yang selalu mengaku cerdas di mana kalian menyimpan ilmu attitude? Di dengkul atau mata kaki? Apakah meremehkan orang lain itu termasuk ilmu attitude yang di miliki orang cerdas? Ungkapan apa yang cocok untuk orang yang ngakunya berilmu tetapi sikapnya menunjukkan orang gak berilmu? Apa tong kosong bunyinya nyaring?"Mereka semua terdiam mendengar pertanyaan-pertanyaan dari Arini. Sementara itu Arini tersenyum miring dia sangat puas lagi-lagi menyaksikan emosi yang terpancar dari wajah mereka."Kok nggak ada yang jawab? Katanya kalian pintar. Sekolah sudah sampai di luar negeri. Kalau gitu aku ganti pertanyaannya, anak yang hamil di luar nikah, itu didikan orang terpelajar atau didikan si patah pensil?""Cukup! Arini, sekarang kamu masuk ke kamar." Perintah Bu Dita."Oke Mama mertua." Arini pun pamit setelah puas membalas hinaan dari keluarga suaminya.Arini berjalan sambil tersenyum pada semua anggota keluarga yang ada di meja makan. Mereka terkejut melihat Arini datang dengan keadaan yang baik-baik saja. Arini kemudian duduk kembali di kursinya. “Kamu belum makan Mas?”“Belum sayang, nungguin kamu dulu.”“Oh, hehehe.” Arini bersikap biasa, meski tidak bisa di pungkiri dia sangat bahagia berhasil menggagalkan rencana keluarga Mas Danu untuk mencelakainya.Flashback ONKetika hendak membuka pintu kamar, Arini tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dia katakan pada keluarga Mas Danu. Dia pun berbalik kembali berjalan ke ruang tamu. Tetapi di balik dinding perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga, Arini mendengar rencana jahat mereka untuk mencelakainya.“Jadi saat makan malam nanti, kita berikan di minuman Arini obat untuk membuat dia sakit perut. Nah ketika dia sakit perut dan pamit ke belakang, kita arahkan dia untuk menggunakan kamar mandi yang ada di belakang. Saat dia ke belakang kita kunci pintu kamar mandinya, begitu dia teriak
"Kurangajar Arini semakin ngelunjak." Bu Handoko terlihat sangat emosi dengan apa yang di lakukan oleh Arini."Sudah, nggak usah di dengarkan apa yang dia katakan. Sekarang ini gimana jadi apa nggak ke puncak?" tanya Bu Dita."Ya jadilah. Kita berangkat hari ini. Kamu sudah beri tahu Doni? Kenapa dia belum pulang?" tanya Om Handoko."Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mira kamu sudah siapkan perlengkapan anakmu?" tanya Bu Dita."Sudah Ma.""Suamimu memangnya nggak ikut lagi Mira?" tanya Tante Voni. Beliau adalah adik Bu Dita yang terakhir."Dia masih ada kerjaan Tante.""Suamimu itu kerja terus nggak pernah Tante lihat dia pulang ke rumah ini. Kamu nggak curiga apa sama dia?" tanya Bu Handoko ikut menimpali."Untuk apa di curigai Tante? Mas Andi nggak pernah macam-macam kok, dia selalu kerja. Tiap bulan dia selalu kirim uang nggak pernah telat.""Iya, Andi itu nggak pernah neko-neko. Dia itu sayang keluarga, makanya dia rela bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, n
"Arini."Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran.
"Mas, kenapa memakai masker?" tanya Rindi. Danu hanya melihat tanpa menjawabnya. Melihat itu Rindi menghela napas berat."Besok usahakan datang sebelum aku datang. Selanjutnya kamu duduk di depan untuk melayani pasien terlebih dahulu sebelum mereka masuk periksa. Paham?"Namun, Rindi tidak menjawab dia hanya menatap Danu sambil tersenyum membuat Danu sedikit kikuk."Tidak usah menatapku seperti itu, tidak banyak yang harus kamu pelajari cukup itu saja. Lagian kamu 'kan juga basicnya perawat tentunya sudah paham apa yang harus dilakukan di rumah sakit."Rindi berjalan mendekati Danu, "Mas, pulang dari rumah sakit kita nonton yuk." Rindi mencoba merayu Danu kembali, tetapi hal itu membuat Danu jengah dengan tingkahnya."Maaf, aku sudah janji nonton bersama istriku. Sebaiknya kamu cari teman yang lain saja. Oh iya, tolong kamu bersikap biasa saja. Tidak usah sok akrab seperti ini. Aku bisa meminta pada pihak rumah sakit untuk menggantikan kamu kapan saja aku mau," ancam Danu membuat Rind
“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”“Iya Bu, makasih ya Bu.”“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” t
Bu Dita dan Mira tersenyum licik ketika mendengar rencana Rindi. “Rencana kamu boleh juga. Semoga saja berhasil,” ucap Mira. “Makanya Kakak sebisa mungkin melakukannya dengan baik,” balas Rindi meyakinkan Mira untuk melakukan tugas itu dengan sebaik mungkin.“Tenang saja, semua akan dilakukan sesuai perintah.” Bu Dita mengacungkan jempol mendengar ucapan putri pertamanya. “Kalau begitu aku pulang dulu ya Tante,” pamit Rindi. Gadis itu kemudian beranjak dari duduknya kemudian menyalami tangan Bu Dita. “Salam sama orangtua kamu ya,” ucap Bu Dita. Rindi mengangguk menanggapi ucapan Mama Danu.Sepulangnya Rindi, Bu Dita dan Mira tersenyum senang, sebab mereka bisa membuat Arini gagal nantinya. “Berarti kita harus baikkin Arini nih Ma?” tanya Mira. “Iyalah, kita harus berpura-pura untuk mendukung dia, setelah itu booom kita akan membuat dia gagal dan menangis, hahahah.” Bu Dita dan Mira tertawa bahagia dengan rencana licik mereka bersama Rindi.*******Di toko Pak Hatta, Arini memperlihatk