AKU DI ANTARA KALIAN
- Mari Kita Bicara "Kenapa diajak ke sini? Arsha kan masih sakit?" Pria menjulang di depan pintu akhirnya masuk ke dalam. Arsha berlari memeluk ayahnya. Bocah itu tersenyum menampakkan gigi kecilnya yang berjajar rapi. Manggala langsung mengangkat dan menggendongnya. Lengan kecil Arsha melingkar di leher. Manggala mencium kening Arsha dam merasakan kalau suhu tubuh anak itu sudah normal. "Arsha sudah sembuh. Mas, kok tahu kami di sini?" "Aku tadi mau pulang, lewat depan sana dan melihat motormu di bawah pohon mangga. Ayo, kita pulang. Biar Arsha naik mobil bersamaku." Manggala berbalik hendak melangkah, tapi Kiara mencegahnya. "Mas, sebenarnya ada yang ingin kubicarakan." Suara Kiara terdengar biasa, tapi ada ketegangan di sorot matanya. Langkah Manggala terhenti. Dia kembali memandang pada Kiara yang masih duduk di tikar. "Bicara apa?" "Bagaimana kalau kita bicara di sini saja?" Setelah berpikir sejenak, Manggala mengangguk. Kemudian dia keluar untuk mengambil snack, air mineral, dan dua porsi siomay yang dibelinya waktu dia ke kota tadi. Arsha duduk anteng sambil makan snacknya. Sementara Kiara dan Manggala menikmati siomay. "Kamu ingin bicara apa?" Kiara menatap ke luar pintu, lalu menghela napas panjang. Dia minum seteguk air baru mulai bicara. "Tentang hubungan kita bertiga. Cepat atau lambat, pernikahan Mas dengan Mbak Nada akan terbongkar. Mbak Nada dan keluarganya nggak mungkin selamanya diam. Dia istri Mas juga. Pasti ingin diakui dan dikenalkan pada keluarga Mas di sini. "Bagiku itu wajar. Dia sudah bersama Mas sekian lama. Dan tiba-tiba aku masuk menjadi penghalang di antara kalian. Aku minta maaf. Aku datang membawa kekacauan dalam hubungan kalian." Manggala masih diam mengunyah makanannya sambil mendengarkan Kiara bicara. "Apalagi nanti kalau dia hamil, pasti menginginkan orang tua Mas Gala tahu kalau dia hamil cucunya. Dia juga nggak ingin selamanya dengan status pernikahan siri." "Apa maksudmu membahas hal ini?" Kiara menggigit bibir bawahnya. "Harus dibahas, Mas. Kalau aku menerima kondisi seperti ini, mungkin nggak bagi Mbak Nada dan keluarganya. Bagaimana kalau kita bercerai saja?" Sejenak udara di antara mereka seperti membeku. Tatapan Manggala tajam pada istri yang duduk berhadapan dengannya. "Aku pikir itu yang terbaik untuk kita bertiga. Ayah dan Ibu pasti bisa memahami. Mas, sudah berkorban banyak selama ini. Kalau rahasia ini terbongkar ke banyak orang, aku sudah siap. Maaf, aku sudah menjadi duri dalam hubungan kalian. Mas, bisa hidup bersama Mbak Nada dengan tenang. Aku akan pergi." Suara Kiara mulai serak. Tapi berusaha untuk tidak menangis. "Pergi ke mana?" Kiara menelan saliva seraya memandang Arsha yang asyik makan jajanannya. Anak itu juga sibuk mengutip snack yang jatuh ke tikar lalu memasukkan ke mulut kecilnya. Melihat itu, dada Kiara terasa sesak. Anak yang tidak berdosa, terjebak dalam pusaran permasalahan orang dewasa. Dan mungkin saja badai yang lebih besar sedang menunggu di depan. "Aku tanya, kamu mau pergi ke mana kalau bercerai?" ulang Manggala disaat istrinya masih diam. "Pasti ada jalan untuk aku dan Arsha." "Kamu ingin membawanya tinggal di rumah ini?" Manggala memperhatikan kondisi rumah yang butuh banyak pembenahan. Tentu saja tidak. Kiara akan membawa anaknya pergi jauh dari mereka. Modal nekat, karena tidak memiliki cukup tabungan, tidak memiliki keluarga yang dituju. Secara hukum negara dan agama, Arsha bukan siapa-siapa di keluarga besar Gatot Sancoko. Hanya ada hubungan darah saja. Jadi Arsha sebenarnya juga tidak memiliki hak apapun. Kiara dan Arsha hanya menumpang hidup dan berlindung. "Kamu pikir, dengan pergi bisa menyelesaikan semuanya? Setelah membuat kekacauan dalam hidupku. Lalu seenaknya bilang cerai dan pergi meninggalkan semua ini." Hening. Kiara memandang Manggala sejenak. Apa yang diinginkan suaminya? Tetap menjalani hubungan seperti ini, supaya Kiara tersiksa karena sudah mengacaukan hidupnya. Apa ini bentuk sebuah pembalasan untuknya? Tapi Manggala bukan pria seperti itu. "Kamu pikir hidup di luar akan mudah. Nggak, Kiara. Kamu pergi justru membuat semuanya makin rumit. Untuk hidupmu, juga aku." Dahi Kiara mengernyit. Apa maksud perkataan Manggala. "Kamu dan Mbak Nada bisa bersama, Mas. Nggak perlu main rahasia lagi." Manggala mengatupkan rahangnya. "Dia bisa menerima keadaan seperti ini. Sudah sore, mari kita pulang sekarang." Banyak yang ingin dibahas Kiara, tapi Manggala keburu berdiri sambil menggendong Arsha. Nada tidak seperti itu. Dia mulai memperjuangkan posisinya. Apa Manggala tidak tahu? Atau bagaimana. Kiara memperhatikan Manggala yang melangkah keluar. Ada kesungguhan di sana, tapi juga kepedihan yang membuatnya makin bingung. Ia ingin bertanya lebih banyak, tapi sorot mata Manggala terlalu tegas untuk membuatnya berhenti bicara. Mereka sebenarnya sedang berdiri di antara banyak rahasia. Setelah keluar rumah, Kiara kembali mengunci pintu. Manggala membawa Arsha sambil menyetir mobil, sedangkan Kiara melaju di depan mereka. Suasana mulai redup karena langit telah berubah abu-abu. Angin sore berembus sepoi-sepoi. Mengibarkan ujung jilbab yang dipakai Kiara. Beberapa orang yang pulang dari sawah menyapanya dan Manggala saat mereka bersimpangan. 🖤LS🖤 Setelah percakapan sore tadi, Kiara makin canggung. Padahal Manggala bersikap seperti biasanya. Mereka duduk berdua menikmati makan malam. Sedangkan Arsha sudah tidur lebih awal. Kali ini makan agak malam karena Kiara harus memasak dulu. Tidak ada ART. Kiara yang melakukan semuanya sendirian. Manggala khawatir rahasia mereka akan terbongkar kalau ada orang luar tinggal bersama. Makanya kadang Kiara terlihat begitu lelah. Mengurus bayi, mengurus rumah. Belum lagi saat terlelap, Manggala membangunkannya. Namun terkadang Manggala membelikannya lauk dari luar, Kiara tinggal masak nasi. Ketika hampir selesai makan, Pak Gatot datang ke rumah. Kiara menawari makan malam dan sang mertua yang biasanya menolak, kali ini mengangguk. Kiara senang, dengan cekatan mengambilkan piring lalu membuatkan teh hangat. "Kenapa kamu nggak ngomong kalau sedang mengurus perizinan usaha di Surabaya?" Sambil makan Pak Gatot menegur putranya. Membuat Manggala terkejut. Kiara juga kaget. Jadi Manggala tidak berbohong kalau dia membuka usaha di Surabaya. Dipikirnya, Manggala pergi hanya untuk bertemu Nada saja. "Dari mana Ayah tahu?" "Kamu ingin membuka cabang jasa transportasi kita di sana? Kenapa nggak ngobrol dulu sama orang tua. Seenaknya membuat keputusan. Ayah memberimu kuasa dan kepercayaan, tapi tetap saja harus ada obrolan sebelum bertindak. "Mungkin itu uangmu sendiri. Tapi tetap saja harus ngobrol karena armada yang di sini pasti sebagian dipindah ke sana." Pak Gatot memandang putranya dengan raut marah dan kecewa. "Kamu juga pinjam nama orang untuk usaha itu? Siapa Daryono?" "Sudah kubatalin kemarin, Yah. Nggak kulanjutkan lagi." "Kenapa?" "Karena aku yakin Ayah nggak akan setuju." "Benar karena itu alasannya?" tatapan Pak Gatot penuh selidik pada Manggala. "Ya," jawab Manggala singkat. Dia tidak menyangka sang ayah akhirnya tahu dengan apa yang dilakukannya. Ponsel yang berdering seolah menyelamatkan Manggala dari ayahnya. Namun ketika meraih benda itu, ternyata Nada yang menelepon. Next .... Selamat membaca 🫶🏻AKU DI ANTARA KALIAN- Aku Tidak Pulang Author's POV "Aku nggak pulang malam ini?" ucap Manggala tanpa menoleh pada perempuan yang sedang sibuk mencuci botol susu di kitchen sink."Kiara ....""Iya. Aku sudah dengar," jawab Kiara seraya meniriskan botol di wadah dekat rak piring. Ia pun tanpa menoleh pada sang suami."Nanti kalau ibu datang bertanya, bilang aku ke Surabaya."Kiara mengangguk. Kemudian sibuk mengambil piring di rak lantas menatanya di atas meja makan. Sedangkan Manggala yang baru saja duduk, merogoh ponselnya di saku celana. Pria itu lantas bangkit menerima telepon di teras samping.Setiap menerima telepon dari wanita itu, Manggala selalu menjauh darinya. Entah demi menjaga perasaannya atau memang tidak ingin perbincangan dengan istrinya di sana, didengar Kiara.Istrinya? Ya. Manggala menikahi kekasih hatinya tiga bulan yang lalu. Kiara ini Perempuan yang ditinggalkan sang kakak dalam keadaan hamil dua bulan. Dan kedua orang tua Manggala memaksa sang putra untuk meni
AKU DI ANTARA KALIAN- Minta Tanggungjawab[Maaf, jangan diganggu. Mas Gala barusan tidur.]Balasan pesan yang diterima oleh Kiara saat teleponnya pada Manggala via messenger ditolak. Pasti Nada yang membalasnya. Dada Kiara berdesir. Rasa nyerinya hingga ke ulu hati. Ditariknya napas panjang, lalu meletakkan ponselnya di atas meja.Seharian menimbang-nimbang sampai malam. Kalau tidak menghubungi Manggala, dia ikut khawatir kalau kerjasama itu akan gagal. Kiara juga sudah berjanji pada ibu mertuanya untuk menghubungi sang suami. Akhirnya memutuskan menelepon via media sosialnya. Tapi yang membalas ternyata Nada.Kiara berbaring di samping Arsha. Membelai pipi lembut anaknya yang tidur pulas. Anak yang hampir digugurkan disaat dirinya tahu kalau tengah hamil. Kebingungan karena Narendra menghilang begitu saja. Setelah berjanji akan menikahi dan bersumpah tidak akan meninggalkannya.Dua tahun yang lalu ....Langit sore menggelap perlahan saat Kiara duduk di bangku panjang rumah sakit, me
AKU DI ANTARA KALIAN- Perhatian "Aku akan menikahi Nada," ucap Manggala suatu malam, suaranya datar tapi serasa menggelegar di pendengaran Kiara.Wanita itu membeku. Sejenak napasnya tercekat. Matanya menatap ke arah sang suami, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Dipikir setelah Manggala tidak membahas nama gadis itu lagi, semua sudah selesai. Ternyata diam-diam mereka masih tetap menjalin hubungan. "Nada masih menungguku. Dia rela aku mempertanggungjawabkan kesalahan kakakku, tapi dia juga tidak meninggalkanku. Kami sudah merencanakan pernikahan waktu itu."Seolah Kiara merasakan seluruh isi ruangan runtuh menimpanya. Ucapan Manggala terasa seperti pukulan telak. Ia menarik napas dalam. Sadar, Kiara. Kamu ini bukan siapa-siapa. Masih untung Manggala mau bertanggungjawab atas apa yang tidak dilakukannya. "Kapan?" pertanyaannya nyaris tak terdengar."Bulan depan. Aku bicara baik-baik denganmu. Aku tidak ingin diam-diam melakukannya, Kiara.""Jadi aku harus menandatangani
AKU DI ANTARA KALIAN- Di mana dia?"Cari dia sampai ketemu. Harus ketemu!" teriak Pak Gatot pada seseorang di seberang sana. Suaranya begitu gusar.Kiara tercekat. Kembali teringat sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang melemparnya pada jurang penyesalan dan penderitaan. Tapi Narendra juga lelaki yang pernah berjasa dalam hidupnya.Tergesa Kiara menuju pintu samping, tidak ingin ketahuan telah mendengar percakapan ayah mertuanya. Mereka sudah begitu baik, sudi menerima dan mempercayai pengakuannya. Juga bertanggungjawab.Ia duduk di kursi dekat pintu samping. Saat memandang ke dalam, tatapannya jatuh pada foto ukuran sangat besar yang tergantung di dinding ruang keluarga. Foto keluarga suaminya. Narendra yang berdiri bersama Manggala di belakang kedua orang tuanya, tampak gagah dan tampan dengan setelan jas hitam.Buru-buru Kiara mengalihkan perhatian. Nyeri kembali mengiris hati.[Kia, kamu baik-baik saja, kan?] Ini pesan terakhir yang dikirim Narendra padanya setelah ma
AKU DI ANTARA KALIAN- Mengajak BersamaSesakit apapun, ia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Toh mereka sudah menjalani hal itu setahun lebih.Baru saja Kiara masuk kamar, Arsha menangis kencang. Manggala menghampiri baby crip lantas meraih bocah itu. Dia kaget dengan suhu tubuh bayi lelakinya. "Badannya panas."Wajah Kiara berubah panik. Ia menyentuh kening putranya dan mengambil bocah itu dari gendongan ayahnya. Benar, Arsha demam."Biar aku yang bikinkan susu." Manggala ke arah meja di pojok ruangan. Di mana Kiara selalu menyediakan perlengkapan membuat susu untuk malam hari di sana. ASI-nya tidak keluar pasca melahirkan. Mungkin karena stres dengan keadaan, makanya ASI tidak lancar."Panasnya 38°." Kiara khawatir setelah membaca hasil dari termogun. Cukup tinggi panas tubuh Arsha. Padahal sore tadi anaknya baik-baik saja."Kita bawa ke dokter," ujar Manggala seraya memberikan susu pada istrinya. Arsha berhenti menangis mendapatkan susu."Besok saja kalau panasn
AKU DI ANTARA KALIAN- Butuh Pengakuan "Halo.""Kiara, aku Nada." Kiara kaget mendengar suara itu, dadanya berdebar. Di layar tidak ada foto profilnya. Mungkin karena nomer Nada tidak tersimpan, jadi tidak tampak di ponselnya Kiara. Untuk apa wanita itu meneleponnya? Bukankah beberapa menit yang lalu sudah menelepon Manggala."Oh iya, Mbak. Ada apa?""Aku ingin minta nomer teleponnya ayah dan ibunya Mas Gala."Kembali Kiara tercekat. Dia mana berani memberikan nomer telepon mertuanya pada Nada. Walaupun wanita itu juga istrinya Manggala. "Kenapa Mbak Nada nggak minta sama Mas Gala saja?""Nggak. Sama kamu saja. Kirim, ya. Kutunggu. Tapi jangan kasih tahu Mas Gala.""Maaf, Mbak. Saya nggak bisa. Mbak, minta saja sama Mas Gala. Maaf banget," tolak Kiara secara halus. Bukankah Nada bisa mengambil nomor itu diam-diam di ponselnya Manggala jika mereka bertemu. Nada berani membuka ponsel suaminya, sedangkan Kiara tidak pernah sekalipun.Terdengar Nada berdecak lirih. "Apa susahnya sih t
AKU DI ANTARA KALIAN - Mari Kita Bicara"Kenapa diajak ke sini? Arsha kan masih sakit?" Pria menjulang di depan pintu akhirnya masuk ke dalam. Arsha berlari memeluk ayahnya. Bocah itu tersenyum menampakkan gigi kecilnya yang berjajar rapi. Manggala langsung mengangkat dan menggendongnya. Lengan kecil Arsha melingkar di leher. Manggala mencium kening Arsha dam merasakan kalau suhu tubuh anak itu sudah normal."Arsha sudah sembuh. Mas, kok tahu kami di sini?" "Aku tadi mau pulang, lewat depan sana dan melihat motormu di bawah pohon mangga. Ayo, kita pulang. Biar Arsha naik mobil bersamaku." Manggala berbalik hendak melangkah, tapi Kiara mencegahnya. "Mas, sebenarnya ada yang ingin kubicarakan." Suara Kiara terdengar biasa, tapi ada ketegangan di sorot matanya.Langkah Manggala terhenti. Dia kembali memandang pada Kiara yang masih duduk di tikar. "Bicara apa?""Bagaimana kalau kita bicara di sini saja?"Setelah berpikir sejenak, Manggala mengangguk. Kemudian dia keluar untuk mengambil
AKU DI ANTARA KALIAN- Butuh Pengakuan "Halo.""Kiara, aku Nada." Kiara kaget mendengar suara itu, dadanya berdebar. Di layar tidak ada foto profilnya. Mungkin karena nomer Nada tidak tersimpan, jadi tidak tampak di ponselnya Kiara. Untuk apa wanita itu meneleponnya? Bukankah beberapa menit yang lalu sudah menelepon Manggala."Oh iya, Mbak. Ada apa?""Aku ingin minta nomer teleponnya ayah dan ibunya Mas Gala."Kembali Kiara tercekat. Dia mana berani memberikan nomer telepon mertuanya pada Nada. Walaupun wanita itu juga istrinya Manggala. "Kenapa Mbak Nada nggak minta sama Mas Gala saja?""Nggak. Sama kamu saja. Kirim, ya. Kutunggu. Tapi jangan kasih tahu Mas Gala.""Maaf, Mbak. Saya nggak bisa. Mbak, minta saja sama Mas Gala. Maaf banget," tolak Kiara secara halus. Bukankah Nada bisa mengambil nomor itu diam-diam di ponselnya Manggala jika mereka bertemu. Nada berani membuka ponsel suaminya, sedangkan Kiara tidak pernah sekalipun.Terdengar Nada berdecak lirih. "Apa susahnya sih t
AKU DI ANTARA KALIAN- Mengajak BersamaSesakit apapun, ia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Toh mereka sudah menjalani hal itu setahun lebih.Baru saja Kiara masuk kamar, Arsha menangis kencang. Manggala menghampiri baby crip lantas meraih bocah itu. Dia kaget dengan suhu tubuh bayi lelakinya. "Badannya panas."Wajah Kiara berubah panik. Ia menyentuh kening putranya dan mengambil bocah itu dari gendongan ayahnya. Benar, Arsha demam."Biar aku yang bikinkan susu." Manggala ke arah meja di pojok ruangan. Di mana Kiara selalu menyediakan perlengkapan membuat susu untuk malam hari di sana. ASI-nya tidak keluar pasca melahirkan. Mungkin karena stres dengan keadaan, makanya ASI tidak lancar."Panasnya 38°." Kiara khawatir setelah membaca hasil dari termogun. Cukup tinggi panas tubuh Arsha. Padahal sore tadi anaknya baik-baik saja."Kita bawa ke dokter," ujar Manggala seraya memberikan susu pada istrinya. Arsha berhenti menangis mendapatkan susu."Besok saja kalau panasn
AKU DI ANTARA KALIAN- Di mana dia?"Cari dia sampai ketemu. Harus ketemu!" teriak Pak Gatot pada seseorang di seberang sana. Suaranya begitu gusar.Kiara tercekat. Kembali teringat sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang melemparnya pada jurang penyesalan dan penderitaan. Tapi Narendra juga lelaki yang pernah berjasa dalam hidupnya.Tergesa Kiara menuju pintu samping, tidak ingin ketahuan telah mendengar percakapan ayah mertuanya. Mereka sudah begitu baik, sudi menerima dan mempercayai pengakuannya. Juga bertanggungjawab.Ia duduk di kursi dekat pintu samping. Saat memandang ke dalam, tatapannya jatuh pada foto ukuran sangat besar yang tergantung di dinding ruang keluarga. Foto keluarga suaminya. Narendra yang berdiri bersama Manggala di belakang kedua orang tuanya, tampak gagah dan tampan dengan setelan jas hitam.Buru-buru Kiara mengalihkan perhatian. Nyeri kembali mengiris hati.[Kia, kamu baik-baik saja, kan?] Ini pesan terakhir yang dikirim Narendra padanya setelah ma
AKU DI ANTARA KALIAN- Perhatian "Aku akan menikahi Nada," ucap Manggala suatu malam, suaranya datar tapi serasa menggelegar di pendengaran Kiara.Wanita itu membeku. Sejenak napasnya tercekat. Matanya menatap ke arah sang suami, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Dipikir setelah Manggala tidak membahas nama gadis itu lagi, semua sudah selesai. Ternyata diam-diam mereka masih tetap menjalin hubungan. "Nada masih menungguku. Dia rela aku mempertanggungjawabkan kesalahan kakakku, tapi dia juga tidak meninggalkanku. Kami sudah merencanakan pernikahan waktu itu."Seolah Kiara merasakan seluruh isi ruangan runtuh menimpanya. Ucapan Manggala terasa seperti pukulan telak. Ia menarik napas dalam. Sadar, Kiara. Kamu ini bukan siapa-siapa. Masih untung Manggala mau bertanggungjawab atas apa yang tidak dilakukannya. "Kapan?" pertanyaannya nyaris tak terdengar."Bulan depan. Aku bicara baik-baik denganmu. Aku tidak ingin diam-diam melakukannya, Kiara.""Jadi aku harus menandatangani
AKU DI ANTARA KALIAN- Minta Tanggungjawab[Maaf, jangan diganggu. Mas Gala barusan tidur.]Balasan pesan yang diterima oleh Kiara saat teleponnya pada Manggala via messenger ditolak. Pasti Nada yang membalasnya. Dada Kiara berdesir. Rasa nyerinya hingga ke ulu hati. Ditariknya napas panjang, lalu meletakkan ponselnya di atas meja.Seharian menimbang-nimbang sampai malam. Kalau tidak menghubungi Manggala, dia ikut khawatir kalau kerjasama itu akan gagal. Kiara juga sudah berjanji pada ibu mertuanya untuk menghubungi sang suami. Akhirnya memutuskan menelepon via media sosialnya. Tapi yang membalas ternyata Nada.Kiara berbaring di samping Arsha. Membelai pipi lembut anaknya yang tidur pulas. Anak yang hampir digugurkan disaat dirinya tahu kalau tengah hamil. Kebingungan karena Narendra menghilang begitu saja. Setelah berjanji akan menikahi dan bersumpah tidak akan meninggalkannya.Dua tahun yang lalu ....Langit sore menggelap perlahan saat Kiara duduk di bangku panjang rumah sakit, me
AKU DI ANTARA KALIAN- Aku Tidak Pulang Author's POV "Aku nggak pulang malam ini?" ucap Manggala tanpa menoleh pada perempuan yang sedang sibuk mencuci botol susu di kitchen sink."Kiara ....""Iya. Aku sudah dengar," jawab Kiara seraya meniriskan botol di wadah dekat rak piring. Ia pun tanpa menoleh pada sang suami."Nanti kalau ibu datang bertanya, bilang aku ke Surabaya."Kiara mengangguk. Kemudian sibuk mengambil piring di rak lantas menatanya di atas meja makan. Sedangkan Manggala yang baru saja duduk, merogoh ponselnya di saku celana. Pria itu lantas bangkit menerima telepon di teras samping.Setiap menerima telepon dari wanita itu, Manggala selalu menjauh darinya. Entah demi menjaga perasaannya atau memang tidak ingin perbincangan dengan istrinya di sana, didengar Kiara.Istrinya? Ya. Manggala menikahi kekasih hatinya tiga bulan yang lalu. Kiara ini Perempuan yang ditinggalkan sang kakak dalam keadaan hamil dua bulan. Dan kedua orang tua Manggala memaksa sang putra untuk meni