“Danu, kita harus menemui Siena, kita masih punya waktu meyakinkan Siena. Pernikahan kamu harus tetap dilaksanakan, tapi kamu harus menikah dengan Siena.” “Aku nggak yakin Siena mau memaafkan aku, Bu.” Tentu saja Danu masih sangat ingat saat Siena mengiba padanya bahkan menunjukkan bukti yang dia abaikan. Baru saja Danu membuka bukti yang diberikan Siena dan bodohnya, kenapa tidak dia buka saat Siena memberikan itu. Dia sendiri tidka tahu kenapa sampai mudah dieprdaya mulut manis Tsania. “Siena masih sangat cinta sama kamu, Danu. Dia pasti akan memaafkan kamu.”Mungkin apa yang dikatakan ibunya benar. Siena sampai datang ke rumahnya hanya untuk menunjukkan bukti itu, tentu karena Siena masih sangat mencintainya. Danu mengambil ponselnya, tangannya mengusap layar mencari nama Siena. Dia mendesah pelan saat melihat nomor konta Siena yang sudah dia blokir. Danu mulai ragu untuk menemui Siena mengingat sudah berapa kali Siena menemuinya dan dia selalu mengabaikannya.“Ayu, kita temui
“Kenapa kamu bisa masuk?” Siena langsung memakai jilbabnya yang dia lepas tadi. Sungguh tidak sopan lelaki itu tiba-tiba masuk tanpa meminta izin dan … kenapa Raksa bisa masuk padahal tidak punya akses untuk masuk. “Jangan bilang kamu bisa melakukan apa pun karena bantuan papa.”“Saya meminta kartu ini pada Danu.” Raksa menjawab dengan tanpa bersalah, lelaki itu lantas duduk di sofa dengan tenang kemudian mengambil minuman yang tidak disentuh sama sekali oleh Danu dan keluarganya.“Kamu jangan kurang ajar, Raksa. Kembalikan pada saya.” Siena menengadahkan tangannya, tatapannya tajam pada lelaki itu.“Saya tidak akan berikan pada Nona karena saya ditugaskan untuk menjaga nona di sini.”Siena melotot. Orang tua mana yang meminta anaknya tinggal bersama laki-laki. Gila, dia tidak akan biarkan Raksa tinggal di unitnya, apalagi hanya berdua.“Kita bukan mahram, jadi jangan di sini.” “Saya sering melihat Danu keluar masuk tidak masalah. Jadi … seharusnya saya juga bisa seperti itu, apalagi
“Sudah kubilang, jangan dekati Mas Danu!”“Apaan, sih, Sie. Jangan nuduh sembarangan.”“Aku tidak menuduh tanpa bukti. Aku tahu kamu sudah mempengaruhi Mas Danu. Kamu jahat Tsan.”“Aku tidak jahat, tapi hanya membuktikan kalau aku punya hak yang sama, meski status kita berbeda.” Wanita itu tersenyum sinis, tangannya dilipat ke dada kemudian mencondongkan tubuhnya lebih mendekat. “Meski aku anak pembantu, tapi aku punya hak yang sama. Kita buktikan kalau aku lebih dipilih Danu dari pada kamu.”Siena mendorong Tsania hingga tubuhnya membentur pegangan tangga. Orang-orang di sekiar mereka menoleh. Kebetulan mereka berada di pusat pembelanjaan dan saat itu Siena memang sedang mengikuti Danu dan Tsania setelah mendapatkan laporan dari seseorang.“Apa yang kamu lakukan Siena!” Tiba-tiba saja Danu datang padahal Siena sudah memastikan kalau Danu berada di toilet saat dia akan menemui Tsania. Dia memang menunggu Danu menjauh untuk menanyakan langsung pada Tsania agar tidak terjadi salah paham
“Minta maaf? Buat apa aku minta maaf?” Tsania berpindah posisi di belakang Danu seperti orang yang lemah meminta perlindungan. “Kamu sudah merendahkan Tsania. Seharunya sebagai sahabat, kamu memberinya support bukan malah merendahkan.”“Hah?!” Siena sampai melongo mendengar ucapan Danu. Kebohongan macam apa yang dibuat Tsania sampai Danu menuduh Tsania seperti itu. “Aku tidak salah dengar?” “Mas, sudah. Aku mau pulang, ibu pasti mencariku.” Tsania menarik tangan Danu untuk menjauhi Siena. Danu pun patuh begitu saja saat Tsania memintanya.“Mas, aku bisa jelaskan yang sebenarnya!” Panggilan Siena tidak dipedulikan oleh Danu, lelaki itu bahkan tidak menoleh padanya. Melihat Danu lebih membela Tsania membuat hatinya panas.“Ini ada yang salah, aku harus mencari tahu kebohongan apa yang dibuat Tsania hingga Mas Danu menuduhku seperti itu.”***Siena menatap bangunan rumah dua lantai yang menjulang tinggi di depannya itu, rumah yang sepuluh tahun ini seperti neraka baginya. Andai dia ti
Siena menatap kamar itu, sudah lama dia tidak tidur di ranjang itu. Ranjang di mana dia bisa merasakan kehangatan ibunya, dia sebenarnya merindukan kenangan itu, tapi setiap kali bayangan ibunya muncul, kebencian pada ayahnya semakin menyesakkan. Setelah meletakkan tas dan melepas jaketnya, Siena duduk mengusap tepi ranjang, di sana ada sentuhan ibunya. Dia memejamkan matanya merasakan sentuhan hangat sang ibu, air matanya menetes mengingat sentuhan itu tidak pernah dia rasakan lagi. "Kamu harus kuat, Sie, kamu sendiri di sini." Siena menguatkan dirinya, dia tidak lemah dia tidak akan melepas Danu untuk Tsania, tidak akan. Satu tahun yang lalu dia mengenal Danu, lelaki yang penuh perhatian dan selalu ada untuknya. Bukan hanya itu, dia yang kehilangan ibu dan figur ayah merasa punya keluarga baru. Ya, Nimas --ibu Danu-- pernah mengatakan bahwa membuka pintu lebar untuk Siena dan tentu saja Siena merasa diterima. Dia merasa nyaman, di tempat yang tidak pernah dia dapatkan rasa nyaman
“Ingat, Tsan, kamu itu hanya anak pembantu, jangan lupakan itu meski Pak Adyaksa baik padamu.” “Iya, Bu, tenang saja. Meski aku anak pembantu, nasibku akan lebih baik dari Siena.”“Astagfirullah, sadar, Tsan. Kamu tidak boleh jahat sama Siena.”“Apa ibu lupa pernah jahat sama Bu Widuri.”“Diam, Tsan, jangan ungkit lagi masalah itu.”Tsania duduk di teras belakang rumah Adhyaksa, memandangi kebun kecil yang tertata rapi. Tangannya menggenggam secangkir teh hangat, tapi pikirannya melayang jauh dari tempat itu. Tsania selalu merasa terhimpit oleh kenyataan bahwa dia hanyalah anak seorang asisten rumah tangga, meski seluruh hidupnya dibesarkan di rumah ini, seolah menjadi bagian dari keluarga besar Adhyaksa. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan—dia hanya anak pembantu.Dia sering bertanya-tanya, apa yang salah dengan keinginannya untuk hidup lebih baik? Apa salahnya jika dia ingin mendapatkan apa yang dimiliki Siena? Bukankah dia berhak mendapatkan hal-hal yang sama? Dia dan Siena tumbuh
Sepulang dari kantor tempatnya bekerja, Siena langsung menuju rumah keluarga Danu, dia ingin menjelaskan kalau Tsania bukan anak Adyaksa agar Danu tidak terjebak oleh tipuan Tsania. Kenapa bisa mereka percaya dengan ucapan Tsania? Bukti apa yang dibawa Tsania hingga semua orang percaya begitu saja? Siena mendapat kabar itu dari teman kantornya, hari ini Tsania resign dan alasannya karena ada panggilan kerja lain. Pagi tadi setelah mereka bertemu, Tsania langsung pergi tanpa memberinya penjelasan. Siena belum tahu alasan kenapa orang tua Danu lebih memilih Tsania dari pada dirinya, Danu hanya menuduhnya kalau dia jahat pada Tsania. Dan kini, saat di kantor tiba-tiba berita heboh muncul yang membuat Siena terkejut, bagaimana bisa Tsania mengaku anak Adyaksa, apa karena itu akhirnya keluarga Danu memilih Tsania?Dia turun dari ojek yang dia tumpangi di depan rumah berpagar tinggi. Pagar tidak tertutup sempurna, ada beberapa mobil mewah berada di halaman rumah itu. Siena pikir, di sana
“Sie, kenapa nggak dipakai. Ini hadiah papa kamu,” kata Tsania sembari menunjukkan jam tangan mewah hadiah Adyaksa sepulang dari luar negeri. “Kalau kamu suka, pakai saja.” Meski Siena tahu hadiah dari ayahnya harganya tentu tidak murah, tapi dia tidak suka dengan apa pun yang diberi ayahnya. Selama ini Siena hidup dengan dari harta peninggalan ibunya, membayar sekolah juga dari harta ibunya.“Makasih, Sie. Kamu baik banget.” Tsania memeluk Siena kemudian memakai jam tangan itu.Tidak hanya sekali dua kali, bahkan setiap kali ayahnya mengirim barang-barang yang dibeli ketika pergi ke suatu tempat, Siena selalu memberikan barang itu pada Tsania hingga saat mereka bersama, Tsania lah yang tampak seperti putri Adyaksa. Tsania, gadis itulah yang sejak kecil berada di sampingnya. Bi Narsih bekerja di rumah orang tuanya semenjak masih mengandung Tsania, Ibunya bilang karena Bik Narsih hamil tanpa suami merasa kasihan akhirnya menerima lamaran kerja dari Bik Narsih.Pekerjaan Bik Narsih ju
“Kenapa kamu bisa masuk?” Siena langsung memakai jilbabnya yang dia lepas tadi. Sungguh tidak sopan lelaki itu tiba-tiba masuk tanpa meminta izin dan … kenapa Raksa bisa masuk padahal tidak punya akses untuk masuk. “Jangan bilang kamu bisa melakukan apa pun karena bantuan papa.”“Saya meminta kartu ini pada Danu.” Raksa menjawab dengan tanpa bersalah, lelaki itu lantas duduk di sofa dengan tenang kemudian mengambil minuman yang tidak disentuh sama sekali oleh Danu dan keluarganya.“Kamu jangan kurang ajar, Raksa. Kembalikan pada saya.” Siena menengadahkan tangannya, tatapannya tajam pada lelaki itu.“Saya tidak akan berikan pada Nona karena saya ditugaskan untuk menjaga nona di sini.”Siena melotot. Orang tua mana yang meminta anaknya tinggal bersama laki-laki. Gila, dia tidak akan biarkan Raksa tinggal di unitnya, apalagi hanya berdua.“Kita bukan mahram, jadi jangan di sini.” “Saya sering melihat Danu keluar masuk tidak masalah. Jadi … seharusnya saya juga bisa seperti itu, apalagi
“Danu, kita harus menemui Siena, kita masih punya waktu meyakinkan Siena. Pernikahan kamu harus tetap dilaksanakan, tapi kamu harus menikah dengan Siena.” “Aku nggak yakin Siena mau memaafkan aku, Bu.” Tentu saja Danu masih sangat ingat saat Siena mengiba padanya bahkan menunjukkan bukti yang dia abaikan. Baru saja Danu membuka bukti yang diberikan Siena dan bodohnya, kenapa tidak dia buka saat Siena memberikan itu. Dia sendiri tidka tahu kenapa sampai mudah dieprdaya mulut manis Tsania. “Siena masih sangat cinta sama kamu, Danu. Dia pasti akan memaafkan kamu.”Mungkin apa yang dikatakan ibunya benar. Siena sampai datang ke rumahnya hanya untuk menunjukkan bukti itu, tentu karena Siena masih sangat mencintainya. Danu mengambil ponselnya, tangannya mengusap layar mencari nama Siena. Dia mendesah pelan saat melihat nomor konta Siena yang sudah dia blokir. Danu mulai ragu untuk menemui Siena mengingat sudah berapa kali Siena menemuinya dan dia selalu mengabaikannya.“Ayu, kita temui
“Aku mencintai Mas Danu, percayalah, aku tidak bermaksud berbohong.” Tsania menarik lengan kaos Danu, lelaki itu langsung mendorong Tsania dengan jijik.“Tidak bermaksud berbohong tapi kamu jelas-jelas membohongiku.” Danu menendang meja, barang-barang yang berada di meja berhamburan bersamaan suara jerit orang-orang di sana.“Pergi dari sini! jangan perlihatkan dirimu di hadapanku!” Lelaki itu lantas meninggalkan rumah tanpa mempedulikan panggilan orang-orang untuk tetap di rumah. Tidak ada yang bisa menghentikannya.Suasana rumah menjadi tegang, Nimas masih diam karena belum bisa menguasai diri. Tangannya gemetar dan napasnya terengah.Tsania duduk besimpuh di depan Nimas, air mata gadis itu tumpah, wajahnya menunduk tak berani menatap orang-orang di rumah itu. “Maaf, Bu, tapi aku melakukan ini karena aku sangat mencintai Mas Danu.” Tsania sesenggukan, bagaimana bisa dia menerima ini padahal tinggal selangkah lagi dia mencapai tujuannya. Dia ingin tetap keras kepala meminta orang-or
Siena masih menunggu kenapa Danu tidak menghubunginya setelah dia menunjukkan bukti-bukti itu, dia masih berharap pada lelaki itu. Setahun bersama tentu tidak mudah melupakan perasaannya, dia masih sangat cinta pada Danu.Saat masa-masa terpuruknya, Danu datang dengan segala perhatiannya, mana mungkin Siena melupakan begitu saja apalagi keluarga Danu juga sangat menerimanya. Siena bukan orang yang mudah melupakan kebaikan orang lain, dia bukan orang yang mudah lupa hanya dengan satu kesalahan. Andai Danu meminta maaf dan ingin kembali padanya, tentu Siena akan menerima lelaki itu.Siena membaca surat undangan yang dikirim oleh salah satu karyawan di chat pribadinya. Sepertinya temannya itu senang sekali memanasi dirinya. Beberapa kali sengaja mengirim foto Tsania bersama Danu di salah satu pusat perbelajaan, foto yang menunjukkan kedekatan Danu dengan tsania. Tidak lama lagi hari pernikahan mereka, Siena berharap ada keajaiban. Danu melihat bukti itu dan membatalkan pernikahannya. S
“Papa tidak mau orang tahu siapa saya.”“Oh, ibu tahu. Pasti karena papa kamu banyak saingan bisnis makanya kamu disembunyikan.”“Iya, Bu. Makanya nanti saat pernikahan kami, tidak perlu menyebutkan nama Papa. Saat ijab kabul, Papa minta Om Haris untuk jadi wali dan jab kabul dilakukan tertutup saja.”“Jadi, papamu tidak datang?”“Papa tidak bisa datang, ada sesuatu hal yang tidak memungkinkan untuk datang, kecuali … ibu menyembunyikan pernikahan kami, pasti Papa mau datang.” Nimas langsung menggeleng, mana mungkin dia menyembunyikan pernikanan putranya. Tidak mengapa jika Adyaksa tidak datang, yang dia pikirkan bukan tentang pernikahan, tapi tentang masa depan putranya nanti dan juga masa depan bisnisnya.“Pernikahan kalian akan kami gelar secara mewah. Danu itu putra satu-satunya keluarga Cakra Wijaya, pewaris bisnis keluarga, jadi semua orang harus tahu siapa wanita yang dinikahi Danu.” Nimas mengusap punggung tangan Tsania dengan bangga, bagaimana tidak, dia membayangkan jika nan
“Lakukan apa pun jika itu membuatmu senang, Sayang.” Adyaksa mendekat lantas mengusap kepala berbungkus kain dengan tangan bergetar. Dalam hati dia panjatkan doa pada Tuhan untuk selalu melindungi dan memberi kebahagiaan pada putrinya. Mata lelaki itu memerah, lantas segera memejamkan mata menahan sesuatu yang hangat keluar melewati lingkaran kecil itu. Siena menunduk, gadis itu hanya menatap sepatunya yang menginjak marmer menampilkan refleksi dirinya berdiri rapuh.“Apa Papa harus melakukan sesuatu?” “Tidak perlu, Pa. Seina hanya minta izin saja, jika Papa keberatan ….”“Sayang, apa Papa pernah keberatan dengan apa pun yang kamu lakukan?”Mendengar ucapan itu, Siena seperti sedang di pukul dengan palu. Andai ayahnya memberi pukulan padanya atau melarangnya dengan keras, mungkin dia tidak merasakan sakit menahan benci dan rindu, tapi ayahnya tidak pernah melarang dan tidak pernah memintanya untuk berada di dekatnya. Siena tidak tahu harus bagaimana, dia hanya terus melanjutkan apa
Gosip-gosip di kantor semakin terdengar tidak nyaman di telinga Siena. Entah apa ayahnya tahu atau tidak yang jelas gossip kalau Tsania adalah anak Adyaksa membuat hati Siena panas, apalagi kabar pertunangan Danu dengan Tsania semakin membuat Siena terjebak dalam perasaan tidak nyaman karena mereka berasumsi sendiri tentang Siena.“Pantas saja Seina ditinggal, Danu lebih memilih anak tunggal Pak Adyaksa dibanding karyawan biasa.”Biasanya, Siena tidak pernah tersinggung jika dia dianggap karyawan biasa karena saat ini dia memang berperan sebagai karyawan di kantor ayahnya. Ya, Siena memang bekerja di kantor cabang milik ayahnya, itu pun karena ayahnya memberi syarat membolehkan dirinya tinggal jauh dari ayahnya asal tetap bekerja di kantor ayahnya dan dia bekerja di sana juga bersama Tsania karena ayahnya juga mempercayakan dirinya pada Tsania.Siena duduk di meja kubikel, menatap layar laptop dengan pandangan kosong. Pikirannya berkecamuk, berusaha menyatukan potongan-potongan infor
Pria berkemeja hitam itu berdiri di sudut taman yang dipenuhi temaram cahaya, dia mengamati dari jauh saat Siena berjalan keluar dari kafe favoritnya. Ia tahu, meski Siena selalu berusaha tampak kuat, tapi gadis itu tetap harus dijaga. Ini adalah tugasnya—menjaga Siena memastikan dia aman dan baik-baik saja. Meski dia tahu Siena mungkin akan marah jika mengetahui bahwa dirinya diam-diam diawasi. Raksa ingat, dulu beberapa bulan yang lalu bahkan Siena sampai memanggil orang-orang dan mengatakan kalau Raksa orang jahat, beruntung Raksa bisa meyakinkan orang-orang sampai dirinya tidak diamuk masa.Sejak beberapa tahun terakhir, Siena memang selalu menghindari kontak dengan siapa pun yang berkaitan dengan ayahnya, termasuk Raksa meski mereka sebenarnya sudah saling kenal sejak kecil. Ayah Raksa adalah orang kepercayaan Adyaksa, karena itulah Siena mengenal Raksa karena seringnya Raksa ikut ayahnya saat ayahnya diundang ke rumah. Dan karena Raksa juga bekerja dengan Adyaksa, Siena membenci
“Sie, kenapa nggak dipakai. Ini hadiah papa kamu,” kata Tsania sembari menunjukkan jam tangan mewah hadiah Adyaksa sepulang dari luar negeri. “Kalau kamu suka, pakai saja.” Meski Siena tahu hadiah dari ayahnya harganya tentu tidak murah, tapi dia tidak suka dengan apa pun yang diberi ayahnya. Selama ini Siena hidup dengan dari harta peninggalan ibunya, membayar sekolah juga dari harta ibunya.“Makasih, Sie. Kamu baik banget.” Tsania memeluk Siena kemudian memakai jam tangan itu.Tidak hanya sekali dua kali, bahkan setiap kali ayahnya mengirim barang-barang yang dibeli ketika pergi ke suatu tempat, Siena selalu memberikan barang itu pada Tsania hingga saat mereka bersama, Tsania lah yang tampak seperti putri Adyaksa. Tsania, gadis itulah yang sejak kecil berada di sampingnya. Bi Narsih bekerja di rumah orang tuanya semenjak masih mengandung Tsania, Ibunya bilang karena Bik Narsih hamil tanpa suami merasa kasihan akhirnya menerima lamaran kerja dari Bik Narsih.Pekerjaan Bik Narsih ju