Karena kebenciannya pada ayahnya, Siena tidak mau menemui ayahnya, dia memilih menutupi jati dirinya yang sebagai pewaris tunggal. Bukan hanya benci dengan ayahnya, dia juga benci menjadi keturunan Adyaksa. Namun, keadaannya justru dimanfaatkan ART-nya yang mengaku sebagai dirinya. Akankah Siena sadar akan kesalahannya?
Lihat lebih banyak“Sudah kubilang, jangan dekati Mas Danu!”
“Apaan, sih, Sie. Jangan nuduh sembarangan.”
“Aku tidak menuduh tanpa bukti. Aku tahu kamu sudah mempengaruhi Mas Danu. Kamu jahat Tsan.”
“Aku tidak jahat, tapi hanya membuktikan kalau aku punya hak yang sama, meski status kita berbeda.” Wanita itu tersenyum sinis, tangannya dilipat ke dada kemudian mencondongkan tubuhnya lebih mendekat. “Meski aku anak pembantu, tapi aku punya hak yang sama. Kita buktikan kalau aku lebih dipilih Danu dari pada kamu.”
Siena mendorong Tsania hingga tubuhnya membentur pegangan tangga. Orang-orang di sekiar mereka menoleh. Kebetulan mereka berada di pusat pembelanjaan dan saat itu Siena memang sedang mengikuti Danu dan Tsania setelah mendapatkan laporan dari seseorang.
“Apa yang kamu lakukan Siena!” Tiba-tiba saja Danu datang padahal Siena sudah memastikan kalau Danu berada di toilet saat dia akan menemui Tsania. Dia memang menunggu Danu menjauh untuk menanyakan langsung pada Tsania agar tidak terjadi salah paham dengan Danu.
“Sakit.” Tsania meringis kesakitan, padahal Siena yakin kalau dia tidak mendorongnya kencang. Danu membantu Tsania berdiri memeriksa tubuh Tsania kemudian merangkukan tangannya karena Tsania terlihat kesakitan.
“Kamu dan Tsania selingkuh ‘kan, Mas?” Melihat interaksi keduanya, hati Siena panas, apalagi saat melihat Tsania tersenyum licik ke arahnya.
“Jangan menuduh sembarangan!” jawab Danu tegas.
“Ini buktinya, kalian sedang apa kalau tidak selingkuh.”
Semenjak ibu Danu tiba-tiba memutuskan agar mereka berpisah, Siena mencari tahu kenapa tiba-tiba Nimas meminta mereka mengakhiri hubungan, padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja.
“Maaf, Nak Siena. Sebenarnya ibu berat mengatakan ini. Bukan maksud ibu menolakmu, tapi keadaannya sangat tidak memungkinkan untuk kalian menikah.”
Siena menatap wanita yang sudah dia anggap ibu dengan mata berkaca-kaca. Bukan ini yang dia inginkan, dia datang ke rumah itu berharap dipilih menjadi calon menantu Cakra Wijaya, impiannya satu tahun ini setelah dia dekat dengan Danu.
“Maksud ibu apa?” Meski dia tahu apa maksud perkataan Nimas, tapi Siena masih berpikir positif bahwa apa yang dia simpulkan dari ucapan itu tidak benar.
“Maaf, Nak. Danu sudah punya pilihan.”
“Maksud ibu apa?” Siena mengulang pertanyaannya.
“Kalian belum resmi menjadi suami istri, hak Danu untuk memilih siapa calon istrinya.
Hubungan kalian ini dalam masa penjajakan, jika cocok bisa melanjutkan, jika tidak jangan dipaksakan karena menikah bukan untuk sehari dua hari tapi untuk selamanya.
Ibu yakin kamu punya pikiran terbuka, kamu wanita berpendidikan, tentu akan menerima keputusan ini secara dewasa.”
Ternyata Tsania wanita yang dipilih Danu, dia tidak menyangka kalau mereka tega mengkhianatinya.
Sebenarnya Siena juga salah telah mengenalkan Tsania dengan Danu dan keluarganya, tapi siapa yang berpikir sejauh ini karena dia sudah sangat dekat dengan Tsania semenjak kecil.
Siena sakit hati saat melihat Danu akhir-akhir ini sering menanyakan Tsania, bahkan beberapa kali dia mendapati Tsania di rumah Danu. Tsania telah merebut perhatian orang tua Danu padahal selama ini Siena merasa punya keluarga ketika bersama Danu dan puncaknya adalah saat ini, ketika dia melihat sendiri Danu dan Tsania bergandengan mesra berada di pusat berbelanjaan.
“Siena, aku dan Mas Danu tidak ada apa-apa.”
“Tidak ada apa-apa bagaimana? Sudah berapa kali kamu mengajak Mas Danu kencan? Memangnya aku tidak tahu. Dasar gatal! kalau mau cari pacar itu cari lelaki lain, jangan pacar teman diembat.” Siena hendak mendorong tubuh Tsania, tapi Danu langsung menghalanginya. Danu menarik tubuh Siena dengan kasar agar menjauhi Tsania.
“Jangan kasar kamu!”
Siena kaget saat Danu mendorongnya demi melindungi Tsania. Dia tidak menyangka kalau Danu tiba-tiba berubah kasar padanya hanya demi membela Tsania, padahal selama ini Danu begitu lembut padanya.
“Aku tidak suka melihat wanita kasar, apalagi kasar pada sahabatnya sendiri. Kita akhiri saja hubungan kita kalau kamu sudah tidak percaya padaku.”
Danu menarik lembut lengan Tsania. “Tsan, aku antar pulang.” Danu berkata enteng saja tanpa mempedulikan perasaan Siena. Seharusnya Danu memberi penjelasan padanya bahwa apa yang dia tuduhkan salah, tapi Danu malah terkesan membela Tsania.
“Mas, kenapa kamu malah membela dia.”
“Ya, aku tahu apa yang kamu lakukan selama ini pada Tsania, aku tidak suka dengan sikap kamu, Siena.”
Siena menatap Danu dengan menggelengkan kepalanya, “Apa maksudmu, Mas?”
“Minta maaf pada Tsania!”
Minta maaf? Apa dia harus minta maaf pada anak pembantunya sendiri?
"Kamu jahat, Tsan.""Maaf.""Lihat, apa yang kamu perbuat? Ibu meninggal, Tsan, kenapa kamu tega mencelakai kami, bisa saja kami semua meninggal." Danu meraup kasar wajahnya, matanya memerah, tangan kanannya mencengkeram lengan Tsania. "Aku hanya memberi kalian sedikit pelajaran." Tsania menunduk, dia meringis saat tangan Danu semakin mencengkeram lengannya. "Sedikit katamu? Ibu meninggal, Tsan? Apa yang membuatmu tega melakukannya padahal kami hanya kecewa padamu. Kami tidak melakukan kekerasan.""Kalian menghinaku.""Tidak. Kami tidak menghinamu, kami hanya kecewa padamu dan mengingatkan kalau kamu salah, kamu salah mengambil identitas orang lain agar diterima, padahal identitas kamu tidak buruk.”Ibarat nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Tsania melakukan segala cara demi mendapatkan keinginannya padahal itu hanya perasaan iri dengki saja. Tsania telah terjebak dalam kubangan perasaan yang tidak bisa dia kendalikan, dia terjebak dalam tipu daya setan. Hanya karena men
“Raksa … Raksa …!”Siena memanggil-mangil Raksa yang sedang berada di kamar mandi. Tangannya mengetuk keras hingga membuat lelaki yang masih penuh busa itu terpaksa membuka pintu.“Sayang, ada apa?” jawab Raksa dengan tetap tenang.“Tsania, dia ….” Siena menarik napas kemudian menggeleng. “Tidak mungkin Tsania sekriminal itu.”“Apa pun yang kamu dengar, itu yang terjadi. Aku memang mau mengabari soal Tsania tadi. Setelah aku mandi, kita ke kantor polisi, tadi aku dihubungi polisi untuk dimintai keterangan.”Lelaki itu masuk kembali ke kamar mandi karena belum menyelesaikan mandinya.Siena berjalan mondar-mandir, dia masih belum mengerti kenapa bisa Tsania dan ibunya justru kena masalah di waktu yang sama, dia sebenarnya belum sepenuhnya percaya dengan Narsih yang tega meracuni ibunya. Kenapa sulit mempercayai apa yang terjadi, tapi mungkin inilah yang sebenarnya, Tuhan telah menunjukkan kebenaran.Setelah Raksa selesai mandi dan berganti pakaian, mereka langsung menuju kantor polisi.
“Cari lelaki ini sampai ketemu.” Adyaksa meminta orang yang memberikan informasi padanya tentang Surya. Dan … Finally, setelah sepuluh tahun akhirnya menemukan titik terang tentang kematian istrinya dan orang yang membuat putrinya menjauh.Sebenanrya sudah lama sejak istrinya meninggal Adyaksa mencurigai Narsih terlibat, tapi dia tidak punya bukti akurat ditambah lagi kejahatan Narsih sepertinya tersusun rapi hingga tidak mudah bagi Adyaksa menemukan bukti dan juga alasan putrinya yang saat itu begitu dekat dengan Narsih.Awalnya kasus kematian istrinya dia bawa ke polisi, tapi karena kesibukannya, dia menarik kasus itu apalagi semenjak putrinya semakin dekat dengan Narsih. Adyaksa sempat mengira kalau kecurigaanya tidak benar. Namun, setelah Narsih dan Tsania berhenti bekerja dan memilih pergi dari rumahnya, Adyaksa kembali mencari informasi tentang Narsih dan Tsania. Awalnya dia ingin mencari tahu alasan Tsania merebut Danu, tapi dia curiga kalau ada sesuatu hal lain yang membuat Na
Raksa berdiri mematung, pandangannya menyapu sekeliling. Lelaki itu sudah tidak ada. Dia yakin benar tadi melihat sosok misterius menyeret Narsih menjauh dengan kecepatan yang membuatnya hampir tak percaya. Bayangan lelaki itu menghilang di lorong gelap menuju tangga darurat. Sepertinya lelai itu sudah mengintai sejak awal dan sudah tahu situasi di sana.Raksa mengepalkan tangan, frustrasi. "Dia terlalu cepat," gumamnya, melangkah menyusuri lorong untuk mencoba mencari jejak. Namun, tidak ada yang tersisa kecuali suara langkah kakinya sendiri.Raksa mengambil ponselnya pantas melakukan panggilan telepon. “Buat opsi kedua, kemungkinan mereka menuju silang.” Raksa memberi kode lantas mematikan ponselnya.Sementara itu, lelaki misterius itu dengan sigap membawa Narsih ke sebuah mobil yang sudah menunggu di belakang gedung. Wajah Narsih pucat pasi, tapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Hanya ada ketakutan yang terpancar jelas di matanya."Tenang, aku tidak akan membiarkan mereka men
Siena sedang duduk di ruang tamu rumahnya, jemarinya sibuk membuka dokumen-dokumen kecil terkait pekerjaannya. Raksa belum pulang, dan dia merasa ini waktu yang tepat untuk menyelesaikan beberapa hal. Namun, suasana tenang itu terusik saat bel pintu berbunyi.Siena bangkit dengan sedikit enggan, membuka pintu, dan langsung mendapati Tsania berdiri di sana dengan senyum tipis yang penuh arti.“Tsania?” Siena menatapnya penuh curiga. “Kenapa kamu ke sini?” Seingat Siena, sejak kematian Nimas waktu itu, Tsania tidak lagi datang karena polisi mulai menyelidiki penyebab kecelakaan. Meski Siena mendengar dari tante Mona kalau Tsania ada hubungannya dengan kecelakaan itu, tapi Siena masih tidak mempercayai karena menurutnya Tsania tidak akan melakukan hal criminal. “Aku cuma ingin bicara sebentar,” Tsania menjawab santai, melirik ke dalam rumah Siena dengan pandangan sinis. “Tidak lama kok, hanya lima menit.”Siena menghela napas, merasa enggan, tapi akhirnya mengizinkan Tsania masuk. Wanit
Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar mendekat. Siena mendongak, terkejut melihat Raksa berdiri tak jauh darinya. Wajah lelaki itu tegang, matanya seperti menyala. Dalam sekejap, Raksa melangkah mendekat, tangannya meraih pergelangan Siena dengan gerakan yang membuatnya tersentak.Hujan rintik-rintik mulai membasahi tanah pemakaman, menambah suasana kelabu yang sudah menyelimuti tempat itu. Saat itu Siena memang berdiri di dekat Danu, menatap tanah basah tempat Nimas baru saja dimakamkan. Hatinya terasa berat melihat kesedihan Danu yang tak henti menunduk, wajahnya sendu, tapi tetap tegar.“Siena, kita pulang,” ucap Raksa, nada suaranya rendah, tapi penuh penekanan.“Raksa—” Siena mencoba menarik tangannya, tapi genggaman Raksa terlalu kuat. “Tunggu, aku belum selesai di sini.”Raksa mengabaikannya. Tanpa banyak bicara, dia menarik tangan Siena, langkahnya cepat dan pasti. Danu yang menyadari apa yang terjadi langsung maju, mencoba menghentikan Raksa.“Raksa, tunggu!” Danu berseru.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen