“Ingat, Tsan, kamu itu hanya anak pembantu, jangan lupakan itu meski Pak Adyaksa baik padamu.” “Iya, Bu, tenang saja. Meski aku anak pembantu, nasibku akan lebih baik dari Siena.”“Astagfirullah, sadar, Tsan. Kamu tidak boleh jahat sama Siena.”“Apa ibu lupa pernah jahat sama Bu Widuri.”“Diam, Tsan, jangan ungkit lagi masalah itu.”Tsania duduk di teras belakang rumah Adhyaksa, memandangi kebun kecil yang tertata rapi. Tangannya menggenggam secangkir teh hangat, tapi pikirannya melayang jauh dari tempat itu. Tsania selalu merasa terhimpit oleh kenyataan bahwa dia hanyalah anak seorang asisten rumah tangga, meski seluruh hidupnya dibesarkan di rumah ini, seolah menjadi bagian dari keluarga besar Adhyaksa. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan—dia hanya anak pembantu.Dia sering bertanya-tanya, apa yang salah dengan keinginannya untuk hidup lebih baik? Apa salahnya jika dia ingin mendapatkan apa yang dimiliki Siena? Bukankah dia berhak mendapatkan hal-hal yang sama? Dia dan Siena tumbuh
Last Updated : 2025-04-10 Read more