Pulang dari halte bus, Jingga sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya yang terletak di komplekas perumahan persis di pusat kota. Bagi warga Jakarta, mencari tempat tinggal dengan harga yang terjangkau bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Semuanya bisa ditemukan dengan mudah, dibantu pula dengan internet yang semakin canggih. Di perumahan itu sendiri, hampir semua kepala menitipkan anggota keluarga. Bulan depan pula mereka akan kedatangan tetangga baru.
Setelah mengantarkan Alden ke pemberhentian bus, dia langsung pulang ke rumah tanpa memikirkan tujuan lain. Di dalam kepala, dia sudah membayangkan apa yang akan dilakukan. Hal yang paling utama adalah mandi dan membersihkan diri setelah berada di luar rumah hampir seharian. Dia juga sudah memikirkan kalau dia akan tidur sebentar setelah mandi. Membayangkan rencana indah itu membuat jantungnya berdebar dan tidak sabar menanti.
Dia yang sudah masuk ke halaman depan rumah mengulurkan tangan ke arah gagang pintu yan
Lapangan terbuka yang dikelilingi deretan pohon bercabang banyak menjadi tujuan kedatangan tujuh pemuda yang diundang langsung oleh Sagara. Tempat ini adalah tempat yang sama saat mereka dipaksa melawan sosok jubah hitam dan berwajah menyeramkan yang juga dibawa oleh Sagara. Mereka duduk bersebelahan sembari menunggu insan yang belum kelihatan batang hidungnya.Lapangan ini terletak di pinggir kota Jakarta. Bagi mereka yang tinggal di pusat kota, mereka harus naik bus untuk bisa sampai ke pemberhentian terdekat dari lapangan dan berjalan kaki. Tempat ini bisa disebut sebagai tempat yang sepi dari penduduk pinggiran. Jarang ada yang mengetahuinya dan lebih bisa disebut sebagai tempat terbengkalai.Untuk saat ini, Sagara belum kelihatan dan mereka sedang menunggunya. Selagi menunggu, mereka berkenalan dengan masing-masing kepala dan menanyakan nama. Termasuk juga berkenalan dengan gadis yang mengenakan baju lengan panjang bernama Mentari. Setelah itu, mereka mengobrol ba
“Selanjutnya!”Berselang setelah seruan Sagara berakhir walau hanya satu kata saja, Mentari yang diminta ke depan dan menghadap teman-teman barunya kembali ke tempat. Meninggalkan Alden yang masih berdiri di sebelah Sagara. Lelaki itu sedang menarik napas panjang sebelum bersuara dan mengenalkan diri kepada beberapa pasang mata yang memperhatikannya.Pertemuan baru saja dimulai bagi anggota Fantasy Club yang bergabung, namun posisi sang matahari semakin menjorok di ufuk barat dan tidak lama lagi akan menghilang dari langit. Masih ada sedikit waktu untuk memperkenalkan diri dan berbagi informasi.Setelah mengembuskan napas, dia menaikkan sudut bibir dan tersenyum kepada mereka dengan wajah bersahabat. “Selamat sore, semuanya. Saya Alden dan usia saya tahun ini 22 tahun. Salam kenal juga. Kemampuan saya bisa mengalirkan energi listrik dari ujung jari. Sekian dan terima kasih,” ucapnya yang menyebutkan nama dan informasi penting lain.
Pertemuan yang berlangsung selama dua jam bagi anggota Fantasy Club telah berakhir. Setelah saling mengenal dengan sesama anggota, mereka diminta berlatih menggunakan kemampuan oleh Sagara. Sampai pertemuan mereka resmi berakhir, anggota seperti Jeslyn, Alden dan Rama diminta memisahkan diri dari anggota lain dengan dibimbing oleh Sagara.Sementara itu, anggota lain memilih duduk di bawah pohon. Khususnya Devin yang sedang memulihkan diri setelah mengorbankan tenaga. Setelah pembuktian diri tadi, dia diminta Sagara untuk istirahat penuh agar bisa mengisi ulang tenaga. Menurut pria itu, duplikatnya membutuhkan banyak energi. Makanya pula dia tidak boleh sakit.Mereka yang akan berpisah sebentar lagi saling berbicara satu sama lain selagi menyusuri bahu jalan. Sore ini, tidak banyak kendaraan darat yang melintas di jalan kecil. Menjelang mentari terbenam juga, warga yang berjalan kaki juga tidak banyak. Sudah menjadi hal yang biasa jika penduduk kota berada di dalam ruma
Kenangan yang sudah ada di dalam ingatan Sagara sejak 300 tahun yang lalu berakhir dengan pria itu yang mendadak mengembuskan napas lemah. Kenangan yang kembali diungkit setelah sekian lama membuat wajahnya muram. Terlihat jelas dari sudut bibir yang menekuk ke bawah dan sama sekali tidak kelihatan guratan kebahagiaan yang seharusnya dipancarkan. Sangat jauh berbeda dengan sore yang terlalu cerah dan sebentar lagi akan meninggalkan hari ini.Dia tidak menyangka kalau mengungkit kembali kenangannya akan membawa perasaan bagai diiris pisau sebanyak beberapa kali sayatan. Sakitnya tidak terkira, efeknya juga terasa luar biasa. Hatinya merasa sedih. Fakta bahwa dia telah hidup abadi selama 300 tahun di bumi tidak bisa dilupakan. Sudah banyak pula kenangan yang tercipta di dalam kepala.Bersamaan dengan kepalanya yang tertunduk, perlahan dia mencoba untuk merelakan kenangan itu pergi. Suatu saat jika kenangannya dibangkitkan lagi, dia tidak akan merasa sakit yang sama seper
Masuk ke sebuah perumahan, beberapa rumah bergaya mewah dibangun di sisi kiri dan kanan jalan yang membagi dua sisi kompleks perumahan. Jalan beraspal itu tidak terlalu ramai dan tidak terlalu kelihatan aktivitasnya, apalagi karena saat itu sudah sore dan sebentar lagi malam akan bersambut. Hanya ada segelintir kepala insan yang keluar masuk rumah dan sebuah mobil yang melintas. Sementara itu, Irene yang berjalan kaki sedang pulang menuju rumah yang berjarak tiga buah rumah lagi di sisi kanan.Pulang dari pertemuan dengan anggota Fantasy Club, dia tidak memiliki rencana lagi. Tidak pula menghabiskan waktu di kafe kecil sampai malam hari. Akibat pertemuan yang memakan jarak jauh, energinya sudah terkuras habis. Dia sudah merasa letih. Mungkin juga karena dia sudah lama tidak bertemu dengan orang lain sejak kelulusan.Masih jauh beberapa langkah dari rumahnya, dia mendadak berhenti di tempat dan seolah-olah membeku. Beberapa saat kemudian, dia mengepalkan satu tangan. Ra
Jingga yang hampir tiba di wilayah sekitar rumah berlantai dua melangkahkan kaki dengan wajah lesu. Langit pada saat itu hampir gelap. Matahari yang bersinar di ufuk barat juga hanya menyisakan cahaya jingga saja sebelum tenggelam. Malam hampir menjelang di bumi nusantara. Dia juga berencana ingin mandi air hangat dan beristirahat semalaman. Pertemuan pada hari ini baginya terasa melelahkan.Sebelum punggungnya menghilang dari balik pintu, dia berhenti di halaman depan rumah sambil memperhatikan sesuatu yang tidak jauh. Di hamparan rumput yang rendah, dia melihat ibunya yang sedang menyapu halaman rumah menggunakan sapu lidi. Seolah-olah bisa membaca situasi, ibu tahu kalau saat ini Jingga berada di dekatnya. Oleh karena itu, dia melirik ke arahnya sebentar lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. “Baru pulang?” tanyanya yang ingin berbasa-basi dengan sang anak sulung.“Perkenalan doang sih, Bu. Tapi capek rasanya,” jawab Jingga yang memaparkan kegia
Langit di Jakarta pada hari ini hampir gelap. Matahari telah terbenam di cakrawala bagian barat beberapa saat yang lalu. Hanya menunggu malam saja yang sebentar lagi akan menyambut penduduk bumi nusantara. Suhu di luar terasa lebih dingin padahal siang tadi amat terik dengan panasnya yang hampir membakar kulit.Tidak jauh beda, Irene dan Leo sampai sekarang masih bersama. Lebih tepatnya, Irene sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah yang tinggal beberapa petak rumah lagi sedangkan Leo mengikutinya seperti anak kecil. Keduanya bungkam dan menutup rapat mulut masing-masing. Sebagai orang yang diikuti jejak kakinya, Irene sengaja mendiamkan lelaki tersebut.Sebab dia bertingkah seperti itu adalah karena Leo. Dia bahkan tidak menyerah menemani gadis itu dan mengajaknya bicara meski sudah diabaikan beberapa kali. Bukan tanpa alasan, namun Irene memang sengaja mengabaikannya karena orang yang diajak bicara adalah Leo. Demi apa pun, dia tidak mau mengobrol bahkan dia sela
Di lapangan terbuka, Sagara sebagai guru pembimbing Fantasy Club kembali mengadakan pertemuan pada sore hari. Langit pada hari ini tidak begitu cerah. Sejak siang tadi berawan saja dengan sedikit sinar matahari seperti secercah harapan. Suhu pada sore ini juga tidak terlalu sejuk, malah terasa hangat padahal hanya butuh beberapa jam lagi agar malam segera datang. Angin hanya bertiup sepoi-sepoi namun mampu melambaikan helaian rambut siapa saja.Untuk sementara, anggota yang datang saat ini tidak semuanya. Masih ada yang dalam perjalanan menuju tempat ini. Hanya Mentari, Jingga dan Rama yang belum kelihatan batang hidungnya sementara anggota lain sudah bergabung. Saat itu, mereka sedang memperhatikan Jeslyn yang sedang dilatih kemampuannya oleh Sagara.Jeslyn yang berdiri di depan rekan-rekannya sedang menyimak penjelasan Sagara dengan baik. Dia ingin tahu apa saja yang bisa disimpulkan dari kemampuannya.“Seperti yang telah kujelaskan kemarin kalau kekuata