Share

3. Ketika si cepat bertemu si kuat

Di koridor sebuah gedung yang memiliki sekitar delapan ruangan dalam satu lantai, tampak seorang lelaki yang mengenakan kacamata dan kemeja kotak-kotak yang dimasukkan dalam celana kain sedang bersembunyi di balik tembok. Dia sedang mengamati keadaan lorong yang saat itu dipadati orang lain―yang mondar-mandir untuk mencari ruang kuliah. Menjauh dari keramaian, dia ingin memastikan sesuatu sebelum memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya dari lantai utama. Ada yang membuatnya khawatir jauh di sana.

Bertempat di Universitas Jaya―kampus milik swasta yang berlokasi di pusat kota Jakarta―para mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikan memadati dua gedung utama. Gedung yang berhadapan langsung itu adalah gedung fakultas lain. Sedangkan fakultas di sini khusus untuk Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kesenian. Tiap gedung memiliki lima lantai yang bisa diisi sampai dua departemen.

Setelah memastikan kalau keadaan di seberang aman, dia bernapas lega. Kalau keadaan seperti ini setiap hari, hidupnya akan luar biasa damai. Dia juga tidak perlu merasa khawatir.

Baru saja melangkahkan kaki dan keluar dari tempat persembunyian, kerah lelaki itu ditarik dari arah belakang. Akibatnya, dia tertahan. Ketika menoleh ke belakang, matanya membesar beriringan dengan meningkatnya detak jantung yang seperti dikejar anjing pemburu.

Dari belakang, dua mahasiswa yang menahan langkah lelaki itu mendorongnya melewati koridor dengan menaruh tangan mereka di bahu kiri dan kanan. Mereka berjalan bersebelahan dan dari jauh tampak akrab, padahal yang terjadi sebenarnya adalah dia seperti diseret dua lelaki itu ke neraka. Dia juga tidak berani menatap mata mereka yang justru tampak bahagia.

“Udah lama juga ya kita gak ketemu, Brodi.” Mahasiswa di sisi kanan lelaki itu yang mengenakan kaus lengan pendek dan celana ripped jeans membuka percakapan dengan nada ramah. Walaupun kedengarannya baik, tetapi bagi lelaki kacamata itu terdengar mengerikan seperti disapa malaikat maut.

“Lo pastinya gak lupa dong,” ujar mahasiswa satu lagi yang mengenakan jaket denim dengan dalaman kaus berwarna hitam. Dia juga mengenakan jeans yang berwarna lebih gelap dari teman terdekatnya.

“Maaf, Kak, tapi saya lagi gak punya uang hari ini.” Dengan menundukkan kepala, lelaki kacamata itu berkata dengan nada bergetar. Dia sudah jelas ketakutan dengan dua orang yang sedang bersamanya.

Ucapan itu membuat keduanya kompak berhenti dan lelaki kacamata itu juga ikut berhenti. Mereka tidak bisa dibohongi. Oleh karena itu, lelaki jaket denim segera memasukkan tangannya ke saku celana kain milik lelaki kacamat tersebut. Dengan cekatan pula, dia mengeluarkan beberapa lembar uang merah dari dalam saku. “Lumayan nih!” serunya setelah berhasil merampas uang milik orang lain.

Thanks ya, Brodi!” ujar lelaki kaus lengan pendek yang menepuk bahu lelaki kacamata tersebut sebelum meninggalkannya.

“Tapi, Kak, itu uang jajan bulanan saya yang terakhir.” Mencoba menghentikan mereka, namun lelaki kacamata itu terlambat. Mereka sudah terlalu jauh darinya dan terlalu jauh untuk bisa disusul. Oleh karena itu, dia menunduk sedih karena uangnya dirampas begitu saja.

Berhasil memalak salah satu mahasiswa, tidak membuat dua insan yang berbuat sesuka hati itu merasa puas dengan apa yang mereka perbuat. Saat membagi-bagikan lima lembar uang berwarna merah, mereka malah berdebat untuk mendapatkan selembar lagi yang tersisa. Mereka juga sempat adu mulut.

“Eh, itu Rama deh!” ucap lelaki kaus pendek itu yang tiba-tiba mengalihkan pembicaraan dan secara tidak langsung juga menghentikan perdebatan. Matanya mengarah ke punggung seorang mahasiswa yang baru saja bersinggungan arah dengan mereka. Bola matanya tampak cerah lagi, seolah menemukan target baru.

Dengan kompak, dua insan yang menjadi alasan mahasiswa lain menjadi kesal tersebut mendekati pemilik punggung seorang lelaki yang mengenakan jaket kulit dengan dalaman kaus berwarna putih. Mereka juga merangkul pundak orang itu dengan akrab dan tersenyum kepadanya. Hal itu membuat lelaki yang memiliki mata bundar tersebut menatap mereka dengan datar. Dia juga tidak bereaksi.

“Ram! Minta uang lo dong. Lo kan yang paling kaya nih di kampus ini,” ujar lelaki jaket denim yang memulai pembicaraan dengan nada sok ramah.

Lelaki yang dipanggil Rama lantas membuang muka dan tidak tertarik untuk menanggapi dua insan yang selalu memiliki akal bulus untuk menjatuhkan musuhnya. “Lo kan udah malak yang lain. Kenapa lagi mau malakin gue,” jawabnya ketus.

“Kita gak malak kok. Kita akrab banget, ya ‘kan? Makanya gue minta uang lo, hitung-hitung buat nolongin teman juga.” Dengan ramah, lelaki yang mengenakan kaus lengan pendek memberikan alibi dengan nada akrab.

“Gak butuh teman kayak lo,” jawab Rama yang mengakhiri dengan memutar bola mata. Dihampiri mereka membuat suasana hatinya memburuk, karena dia tahu reputasi mereka di kampus ini. Mereka sangat terkenal sebagai pemalak uang orang lain.

Tanpa aba-aba dan tanpa menunggu izin Rama, lelaki jaket denim segera memasukkan tangannya ke saku celana Rama yang membuat lelaki itu tersentak.  Tidak hanya satu orang, namun lelaki kaus lengan pendek juga ikut merogoh saku di celana sisi kanan. “Lo mau ngapain, anjir!” bentak Rama yang mulai memberontak dan ingin melepaskan diri.

Tidak butuh waktu lama, sebuah dompet berbahan kulit muncul dari tangan lelaki jaket denim yang mengulurkannya ke atas kepala. Sedangkan mata lelaki kaus lengan pendek itu berbinar-binar ketika menyaksikan dompet kulit yang diidamkan muncul di depan mata. Seperti menyambut kotak harta karun yang terkubur di dasar laut selama tenggelam beberapa tahun.

“Makasih ya, Ram!”

“Jumpa lagi, Brodi!”

“Kembaliin dompet gue, jir!” Rama yang tidak bisa sabar lagi meluapkan emosinya. Dia juga tadi meninggikan suara, namun terlambat. Dua insan yang berbuat semuanya itu sudah berlari menjauh. Rama menggelengkan kepala dan mengembuskan napas. Dia sadar kalau dia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Dia harus memberi mereka pelajaran. “Bangsat banget mereka,” gerutunya dengan berkacak pinggang.

Dua mahasiswa itu kemudian berhenti setelah merampas dompet Rama. Mereka saat itu sedang membagi-bagikan uang hasil curiannya dari dalam dompet kulit yang tidak banyak dimiliki orang lain seperti Rama. Seperti yang sering terjadi, mereka kembali berdebat untuk memperebutkan uang yang tersisa. Kali ini, adu mulut mereka tampak lebih serius dan lebih intens dibandingkan yang tadi.

Sedetik kemudian, tiba-tiba saja ada angin kencang yang berembus namun terjadi dalam satu detik saja. Bersamaan dengan itu, uang yang ada di tangan masing-masing juga mendadak menghilang. Tidak hanya itu, dompet Rama juga hilang padahal sudah digenggam dengan erat. Tiba-tiba saja benda itu menghilang tanpa jejak.

“Heh, dua orang goblok!”

Seruan yang berasal dari tempat yang tidak jauh dengan keberadaan mereka membuat keduanya menoleh. Tahu-tahu saja, Rama sudah berada di depan mereka sambil mengulurkan dompet kulit miliknya ke udara untuk mempermainkan mereka. Tidak ada yang tahu sejak kapan lelaki bermata bundar itu berpapasan dengan mereka setelah kabur tadi. Mereka juga tidak tahu sejak kapan dompet tersebut ada di tangannya.

“Lo mau cari mati ya!” bentak lelaki kaus lengan pendek yang mulai meninggikan suara. Sangat jauh berbeda dengan nada ramahnya tadi yang kedengaran sok akrab.

“Ayo, sini! Lo pikir gue takut,” balas Rama yang semakin menantang lelaki tersebut. Dia juga menyunggingkan senyum manis. Tidak ada yang perlu ditakuti, makanya dia menatap mereka dengan berani.

Dua orang itu berlari dan mengejar Rama dengan wajah kesal, namun sampai jaraknya semakin dekat pun Rama tidak bergerak sama sekali. Dia hanya tersenyum dan diam-diam menertawakan mereka. Saat jarak mereka semakin dekat, tiba-tiba posisi Rama semakin jauh dari dua insan itu. Hal itu membuat mereka kebingungan.

Bagi manusia lain, Rama bukan orang biasa. Dia memiliki kemampuan berlari dalam waktu singkat. Dia bisa berlari keliling lapangan sepak bola sebanyak satu kali selama tiga detik. Oleh karena itu, kemampuan itu bisa dia gunakan jika ingin menghindari mereka yang tidak pernah mengenal kata kapok merampas hak milik orang lain.

*

“TOLONG!”

Teriakan seorang wanita menggema di bahu jalan pusat kota, bersamaan dengan warga kota yang panik karena baru saja menyaksikan seorang pria yang mengendarai motor matic melaju di jalan kota. Tidak terkecuali juga Rama yang sedang mengejar pria tersebut dengan kemampuannya.

Wanita itu baru saja dijambret pria bermotor tadi. Tas tangan yang ada di tangan pria tersebut menjadi bukti. Makanya Rama yang mendengar teriakan tadi dan juga menyaksikan kejadian itu mengejarnya tanpa henti. Sementara itu, pria bermotor heran saat mengamati ada sosok tak kasat mata namun semakin dekat dengannya. Oleh karena itu, dia mengebut dan melaju di jalan kota.

Pria itu tidak sadar kalau ada gadis berambut pendek yang akan melintasi jalur penyeberangan. Motornya melaju, namun bola matanya mengarah ke kaca spion. Rama juga kebetulan melihat kejadian itu. Dia berhenti mendadak, tadinya untuk memperingatkan gadis di depan sana. “AW―”

Sudah terlambat. Tabrakan di depan matanya terjadi dan tidak bisa dielakkan lagi. Tetapi sudah jelas ada yang aneh. Motor itu terpental jauh di jalan besar, bersama pengedaranya yang ikut terseret di jalan aspal. Akibatnya, penjambret itu merintih kesakitan. Rama yang menyaksikan pemandangan aneh itu membelalakkan mata.

Sementara itu, gadis rambut pendek yang ditabrak tampak baik-baik saja. Dia tidak terpental, bahkan tidak terluka sama sekali. Dia bahkan mendekati pria tadi yang tidak sanggup bangkit setelah punggungnya terhempas di aspal. “Ya ampun. Maaf ya, Om. Om gak apa-apa ‘kan? Sakit gak? Luka-luka gak?” ucapnya dengan khawatir.

“Gak apa-apa kata lo? Ini tulang gue hampir remuk nih dan lo bilang gak apa-apa?” gerutu penjambret tadi dengan nada hampir meninggi. Dia kemudian merintih lagi karena punggungnya hampir saja terbelah dua.

Gadis rambut pendek itu segera membuang muka dan memutar bola mata dengan wajah kesal. “Ya elah, padahal gue udah berbaik hati pengen nolongin dia. Ngerusak mood gue aja,” rutuknya dengan nada sebal. Dia kemudian menatap pria itu dengan tajam. Tangannya terulur ke kerah baju yang dikenakan. Dengan satu tangan, dia mengangkat tubuh pria itu sampai kakinya tidak jejak lagi. Kemudian melemparkan tubuhnya seperti melempar bantal tidur.

Mengamati kejadian itu dari seberang bahkan sampai gadis itu melempar tubuhnya, Rama menutup mulut rapat-rapat. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tegar, namun kakinya yang tidak mau mengikuti kata hati. Kakinya melemah dan dia terduduk lemas di bahu jalan. Sulit baginya untuk mencerna semua yang terjadi dalam satu waktu.

Dia sadar bahwa selain dirinya, ada orang lain yang bukan manusia biasa sepertinya. Dia baru saja bertemu dengan orang paling kuat di dunia.

Gadis rambut pendek itu kemudian menggendong pria itu dan membawanya ke Rama. Lelaki itu masih tidak bisa bangkit, bahkan dia juga berniat kabur tapi kakinya tetap tidak mau mengikuti kata hati.

“Ini yang jambret tadi ‘kan?” tanya gadis rambut pendek begitu dirinya berhenti di dekat Rama. Tanpa jawaban, lelaki itu hanya menganggukkan kepala. “Kalau gitu, ayo bawa dia ke kantor polisi. Lo juga tolong bawa orang yang dijambret tadi, ya.”

“B … baik,” jawab Rama terbata-bata karena masih tidak terbiasa. Detak jantungnya dari tadi tidak bisa tenang. Napasnya juga masih berusaha ditenangkan. “Ngomong-ngomong, na … nama lo siapa? Gu … gue Rama.”

Gadis itu tersenyum ramah. Senyumannya tampak manis dan cerah di mata orang lain. “Gue Jeslyn,” jawabnya yang memperkenalkan diri.

*

Dari balik gerbang sebuah kantor polisi yang letaknya di depan pasar, Jingga mengintip dua insan yang baru saja keluar dari gedung. Jika dilihat lebih dekat, orang yang dilihatnya adalah Jeslyn dan Rama yang mengobrol tentang bermacam-macam hal. Gadis itu penasaran dengan sosok yang mirip dengan sosok yang dilihatnya di kilasan masa depan yang muncul beberapa kali.

Dapat disimpulkan oleh pikiran dan akal sehatnya kalau mereka sama persis dengan orang yang dilihat dalam mimpi. Jingga akhirnya bertemu dua orang yang nyata.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status