Share

All about Raissa
All about Raissa
Author: Dinsss

Kepergian Razzan

“Mengarah ke materi yang akan kita bahas. Selanjutnya, kita akan mempelajari mengenai novel.” ucap seorang wanita berusia tiga puluh tahun-an duduk di kursi ajarnya.

“Kita akan membedah isi dan struktur penyusun novel. Namun, sebelumnya apakah ada dari kalian yang gemar membaca novel?” tanyanya membuat beberapa muridnya mengangkat tangan.

“Siapa yang bersedia menceritakan kembali. Salah satu kisah dari cerita novel yang kalian baca?”

“Saya Bu,” jawab seorang siswi.

“Baik, silahkan Clarissa,” Guru tersebut mengarahkan muridnya, agar maju kedepan dan menceritakan apa yang Ia baca.

“Baiklah, mungkin belum ada yang pernah baca novel ini, akan aku mulai.” Ia memperlihatkan sebuah novel bersampul silver, lalu meletakkan diatas meja dihadapannya.

“Novel ini berkisah mengenai kehidupan seorang gadis,” ucapnya.

“Kisahnya dimulai pada suatu malam. Seorang anak perempuan berkata kepada sang kakak.”

---

“Kak, pokoknya kakak harus bawa Aku ke Cherry spring park Amerika! Aku mau lihat bintang!” ucapnya bersemangat tidur di pangkuan sang kakak di teras rumah mereka.

“Kenapa harus ke Amerika?” tanya sang kakak laki lakinya tersebut.

“Aku baca di Artikel, bintang disana indah banget,” katanya seraya tersenyum.

Sang kakak mengelus rambut adik perempuannya itu dengan sayang. Ia salah satu dari dua penyemangatnya. Orang tua mereka telah tiada. Karena, insiden kecelakaan pesawat yang ditumpangi saat mereka dalam perjalanan bisnis ke luar kota.

Saat ditinggalkan orang tuanya. Mereka masih berumur enam dan sembilan tahun. Beruntungnya mereka berdua masih mempunyai tante yang mengurus mereka hingga saat ini.

Raissa kini telah duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah. Sedangkan, Razzan sang kakak di kelas tiga Sekolah menengah atas.

“Kakak janji.” senyumnya pada sang adik dengan tulus.

“Masuk yuk, udah malem,” ajak Razzan.

Razzan sangat menyayangi adik perempuannya. Ia akan melakukan apapun untuknya.

Bisa dibilang, mereka adalah anak yang berkecukupan. Harta peninggalan orang tuanya cukup banyak. Mengingat orang tua mereka adalah pekerja keras semasa hidup mereka.

Rumah mereka sederhana. Namun, sangat enak dipandang mata. Halaman rumah mereka dihiasi bunga bunga yang senantiasa Raissa rawat.

“Oh iya, eminggu lagi pengumuman hasil pendaftaran sekolah keluar, ya?” tanya Razzan.

“Iya Kak! Gak sabar banget! Semoga aku lulus,” Ia berantusias.

Razzan, sang Kakak. Mengangguk dengan senyum dibibirnya sembari mengelus sayang rambut sang adik.

“Ya udah, sana gih tidur.” ucapnya lalu pergi dari kamar sang adik setelah mematikan lampu.

Razzan kembali masuk ke kamarnya. Ia duduk di meja belajar dan membuka buku.

Saat ini, Ia tengah bersiap untuk mengikuti Ujian Nasional tingkat sekolah menengah atas.

Hampir satu setengah jam lamanya. Ia telah duduk dimejanya untuk mengerjakan latihan latihan soal. Banyak soal telah Ia kerjakan. Ia mengucek matanya yang lelah. Menutup bukunya lalu memilih untuk bergegas tidur.

Malam berlalu dengan cepat dan bulan berganti dengan matahari pagi. Shana, sang Tante. Membangunkan mereka untuk bersiap melakukan aktifitas.

Razzan telah selesai bersiap memakai seragam sekolahnya. Ia dufuk diteras seraya memakai sepatunya.

“Bukannya kamu bilang udah libur persiapan sekolah, ya?” Tanya Shana.

“Ada yang harus Razzan urus di sekolah sebentar.” ucapnya lalu segera bersiap pergi.

“Kak, pulangnya beliin bakso ya.” teriak Raissa melihatnya dari dalam rumah yang dibalas anggukan oleh Razzan.

Remaja laki- laki itu memakai helmnya dan segera pergi dari halaman rumahnya dengan perlahan melajukan motornya.

Ia mengendarai kendaraannya dengan tenang hingga kurang lebih tiga puluh menit berlalu Ia sampai disekolahnya. Ia segera masuk ke kelasnya menaruh tas di bangkunya dan mengambil kotak bekal dan air mineral darisana.

Ia berjalan ke kelas sebelahnya dan langsung duduk di sebelah siswi perempuan.

“Pagi!” sapanya.

“Astaga, bisa gak sih sehari aja gak ganggu gue!” ucap kesal seseorang di samping Razzan.

“Galak banget sih, Zara. Gua mau ngajak lo sarapan bareng. ”

“Gak ma--“

“Please, kali ini aja.” ucap Razzan tulus yang entah kenapa membuat siswi yang bernama Zara tersebut akhirnya menyetujui.

Razzan sengaja berangkat sepagi ini agar bisa menemui Zara. Siswi itu selalu datang sekolah pagi- pagi sekali, saat ditanya alasannya. Ia hanya akan menjawab ‘rahasia’.

“Tumben baik baik, biasanya juga maksa pake ancaman” tanya Zara.

“Ya udah, sarapan sama gua sekarang atau gua cium?” ucapnya.

“Ngeselin banget sih lo”

“Biarin” ketusnyanya.

“eh lo gak ngasih racun disini kan?” ucapnya lagi menyipitkan matanya pada Razzan.

“Ini gue ngajak makan bareng. Kalo gua kasih racun, gua mati juga dong,” Ia memasang wajah datar.

Semua orang tahu bahwa Razzan menyukai Zara, gadis kelas dua yang tak lain adik kelasnya. Namun, Razzan dan Zara tidak pernah terlihat akur bersama. Selalu ada perdebatan dan keributan diantara mereka.

“Semangat ujiannya. “ucap Zara menyendok nasi goreng ke mulutnya.

“Cie perhatian, ” Razzan terkekeh.

“Ihh--“

Uhuk uhuk

Zara tersedak makanannya. Razzan segera membuka tutup botol air mineral tersebut dan memberikannya pada Zara.

“Gara-gara lo nih” kesal Zara.

“Lo gak papa? Mau ke rumah sakit?” tanya Razzan.

“Razzan, gue keselek bukan sekarat!”

“Hahaha, makanya pelan pelan” candanya.

“Abis ujian gua bakal lulus. Gua gak bisa gangguin lo lagi,” Razzan menghela nafasnya.

“Bagus dong, ” ucap Zara mengejek.

“Iya, tapi gua seneng kenal lo.”

“Gue emang orangnya menyenangkan.” bangga Zara pada dirinya sendiri.

“Udah sana! Udah mau jam tujuh, Nanti ada yang dateng terus liat gue berdua sama lo,” usir Zara.

“Iya-iya” ucap Razzan lemas berjalan keluar dari ruang kelas itu.

“Tempat bekalnya cuci. Balikin ke gua besok.”ucapnya sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Zara membuatnya menghela nafas.

Razzan sebenarnya tidak ada jadwal sekolah hari ini. Beberapa hari sebelum ujian Nasional siswa-siswi kelas tiga diliburkan untuk persiapan mereka. Razzan datang hanya untuk bertemu dengan Zara saja. Ia tetap memakai seragamnya agar Zara tak curiga.

Ia mengambil tasnya dan berjalan ke parkiran. Ia tak akan langsung pulang melainkan akan membeli bakso terlebih dahulu pesanan Raissa.

Ia melajukan motornya keluar gerbang sekolah dengan tersenyum. Suasana hatinya sedang baik sekarang. Ia melajukan motornya dengan kecepatan sedang di jalan raya dengan santai hingga tiba-tiba muncul seorang anak laki- laki menyebrang di jalan membuatnya membanting stirnya ke arah kanan membuat sebuah mobil dari arah berlawanan menabraknya dengan keras.

Razzan terbanting beberapa kali sebelum terpental ke aspal.

Dengan sekejap matanya memburam. Ia bisa melihat orang lain mengerumuninya. Anak laki- laki yang hampir Ia tabrak tadi melepas helmnya dengan hati-hati dan kata maaf selalu Ia ucapkan padanya.

“Dek, kalo nyebrang hati-hati dong!”

“Gak lihat apa lampu merah tadi?”

Ucap beberapa orang pada anak laki laki tersebut membuat anak laki laki itu menangis karena takut. Sungguh Ia merasa sangat bersalah.

“Maaf.” ucapnya seraya mengusap air matanya.

“Hei, its okay” ucap Razzan lemah. Ia menarik senyuman tipis sebelum matanya perlahan tertutup tak sadarkan diri.

Drrtt drrtt drrtt

Ponsel Raissa yang tengah membantu sang Shana membuat kue berbunyi. Ia mengelap tangannya dan segera mengangkat telepon tersebut.

“Halo?”

“---”

“Iya, benar saya adiknya”

“---”

“Apa?! Kecelakaan?!”

Raissa lemas terduduk di lantai. Sang Bibi bertanya apa yang terjadi namun, Raissa tak menjawabnya membuatnya merebut ponsel itu.

Mereka yang kini tahu kabar Razzan kecelakaan segera menghentikan aktifitas mereka dan segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit.

Dengan segera mereka pergi ke rumah sakit mengendarai mobil sang Bibi.

Tiga puluh menit mereka habiskan waktu untuk sampai di rumah sakit. Mereka berdue berlari menuju ruang yang bertuliskan ‘unit gawat darurat’.

Raissa melihat dokter dan perawat mengerumuni sebuah ranjang pasien. Ia mendatanginya dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuh diatas ranjang tersebut ditutupi kain putih oleh perawat.

“Kak Razzan!”

Raissa membuka kembali penutup kain itu dan melihat wajah sang kakak. Ia memeluk tubuh sang kakak dengan erat. Shana yang tak kuasa melihat keponakannya itu jatuh pingsan sehingga membuatnya harus dibawa keruangan lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status