Sekolah Elite High adalah tempat di mana hanya siswa-siswa terbaik dan terkaya yang bisa masuk. Gedung-gedungnya tinggi, dengan arsitektur modern yang berkilauan di bawah sinar matahari. Setiap pagi, deretan mobil mewah memenuhi area parkir, mengantar para siswa yang seolah hidup di dunia yang terpisah dari kebanyakan orang. Namun, meskipun setiap murid di sini memiliki latar belakang luar biasa, tak satu pun bisa menyaingi daya tarik Lima Wijaya—julukan bagi Aldo, Andre, Arga, Alan, dan Adrian Wijaya.
Mereka kembar identik yang menarik perhatian sejak hari pertama masuk sekolah. Penampilan mereka sempurna: wajah simetris dengan rahang tegas, kulit cerah, dan mata gelap yang selalu memancarkan rasa percaya diri. Namun, lebih dari sekadar wajah, aura mereka begitu kuat hingga setiap langkah mereka diikuti oleh tatapan kagum, iri, atau bahkan waspada. Pagi itu, koridor sekolah berubah riuh begitu kelima bersaudara itu berjalan masuk bersama. Meski mereka tampak identik secara fisik, kepribadian masing-masing segera terlihat dari cara mereka membawa diri. Aldo, yang selalu berjalan paling depan, mengenakan seragam dengan rapi sempurna. Dasi hitamnya diikat dengan presisi, dan langkahnya penuh wibawa. Aldo adalah sosok pemimpin yang alami, seseorang yang selalu menguasai situasi. Sebagai anak tertua di antara mereka, meskipun hanya berbeda beberapa menit, Aldo merasa bertanggung jawab untuk memastikan segalanya berjalan lancar, baik di rumah maupun di sekolah. Para guru dan kepala sekolah sering memuji kedewasaannya, tapi beberapa teman menganggapnya terlalu serius. Di sebelah Aldo, ada Andre, si pendiam yang selalu tampak menganalisis segalanya. Dia berjalan dengan postur yang santai, tetapi matanya yang tajam mengamati sekeliling dengan penuh perhitungan. Andre dikenal sebagai "otak" dari kelompok itu, dengan nilai yang selalu sempurna di setiap ujian. Sifatnya yang tenang dan rasional membuat dia jarang terlibat dalam drama sekolah, tetapi dia adalah orang pertama yang diminta pendapatnya ketika ada masalah. Di tangannya, selalu ada buku, entah itu novel klasik atau jurnal ilmiah. Di sisi lain, Arga mencuri perhatian dengan senyum lebar dan langkah riangnya. Rambutnya sedikit berantakan, dan dasinya sering tidak rapi, memberi kesan bahwa dia tidak terlalu peduli pada aturan. Arga adalah tipe orang yang bisa berteman dengan siapa saja. Suaranya yang lantang sering terdengar di lapangan olahraga atau ruang seni. Dia suka mencoba hal-hal baru dan sering menjadi pusat perhatian di acara sekolah. Tapi di balik keceriaannya, ada sisi ceroboh yang kadang membuat saudara-saudaranya pusing. Alan, di sisi lain, adalah kebalikan dari Arga. Dia selalu menjaga jarak dari keramaian, memilih untuk berjalan di belakang saudaranya. Dengan wajah tanpa ekspresi dan sikap dingin, Alan adalah teka-teki bagi banyak orang. Meskipun dia jarang berbicara, ada aura misterius yang membuat orang ingin mendekatinya. Namun, hanya sedikit yang benar-benar berani mencoba. Alan lebih suka mengamati daripada berinteraksi, menyimpan pemikiran dan rahasia yang hanya dia sendiri yang tahu. Dan terakhir, ada Adrian, si pemberontak. Dia berjalan dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, dasinya dilepas, dan ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak peduli pada apapun. Adrian sering terlihat melanggar aturan kecil di sekolah—seperti datang terlambat atau membawa sepeda motor tanpa izin—tapi itulah yang membuatnya menarik. Banyak siswa lain yang mengaguminya karena keberaniannya melawan aturan, tetapi hanya saudara-saudaranya yang tahu bahwa pemberontakan itu adalah caranya mengekspresikan diri di tengah tekanan keluarga. Begitu mereka melewati kerumunan siswa, bisik-bisik mulai terdengar. "Kenapa mereka selalu terlihat seperti model iklan?" seorang siswi berbisik sambil mencuri pandang. "Aku dengar mereka punya helipad di rumah mereka," seorang siswa lain menimpali. "Tapi katanya, mereka juga sangat kompetitif satu sama lain," gumam siswa yang lain. Meskipun mereka sering dianggap sebagai kelompok yang sempurna, di balik penampilan itu, kelima saudara kembar ini membawa beban masing-masing. Mereka saling mencintai sebagai saudara, tetapi juga saling bersaing secara diam-diam. Setiap dari mereka memiliki impian dan pandangan hidup yang berbeda, namun mereka selalu diikat oleh satu hal: nama besar keluarga Wijaya, yang tak pernah membiarkan mereka gagal. Hari itu, di tengah keramaian koridor, Adrian tiba-tiba berhenti. Matanya menangkap sosok seseorang di kejauhan. Seorang gadis dengan rambut hitam panjang dan mata yang tajam berdiri di dekat jendela. Dia tidak seperti gadis-gadis lain yang sibuk membicarakan mereka. Gadis ini, Clara Mahendra, berdiri dengan sikap acuh, tetapi pandangannya sedikit lebih lama tertuju pada Adrian. Adrian mengerutkan alisnya, merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, Aldo menepuk pundaknya. "Adrian, jangan melamun," kata Aldo tegas. Adrian mendengus, memasukkan tangannya ke saku lagi, dan melanjutkan langkahnya. Tapi dalam hati, ia bertanya-tanya siapa gadis itu, dan mengapa tatapannya membuatnya merasa tidak nyaman sekaligus penasaran. Di sisi lain koridor, Clara tersenyum kecil, lalu berbisik pada dirinya sendiri, "Dia pasti tidak tahu siapa aku." Sementara itu, Alan, yang berjalan di belakang, memperhatikan interaksi singkat itu. Matanya menyipit curiga, tetapi dia memilih untuk tidak mengatakan apapun. Baginya, segala sesuatu yang terlihat biasa sering menyembunyikan rahasia yang berbahaya.Malam masih pekat saat mobil yang membawa Adrian, Alan, dan Arga melaju kembali menuju vila keluarga Wijaya. Mereka baru saja memastikan Clara selamat di tangan ayahnya, Dimas Mahendra—pertemuan singkat namun emosional, di mana Clara menangis dalam pelukan sang ayah, dan Dimas bersumpah akan menebus kesalahannya.Namun, saat ketiganya tiba di depan gerbang vila, mereka disambut oleh pemandangan tak terduga: dua mobil hitam elegan terparkir rapi di halaman, dijaga oleh tiga pria berbadan besar yang tak dikenal.Arga segera menyalakan mode siaga, sementara Alan menyipitkan mata, mencoba mengenali logo kecil di pelat mobil: simbol sayap perak dengan huruf IW di tengahnya.Alan menarik napas tajam. “Itu… hanya satu orang yang pakai lambang itu.”Adrian perlahan turun dari mobil, jantungnya berdetak lebih cepat. Pintu vila terbuka. Dan di sana, berdiri dua sosok yang hampir ia lupakan namun tak pernah benar-benar hilang dari pikirannya.Indra Wijaya, sang kepala keluarga, dan Aldo Wijaya,
Adrian Wijaya berdiri di depan jendela apartemennya, menatap ke luar dengan mata yang penuh tekad. Ia tahu bahwa waktu mereka semakin sempit. Calvin Rahadian yang jahat sudah mengetahui langkah mereka, dan pertempuran yang sudah lama dihadapi, kini semakin mendekat pada klimaks yang tak terhindarkan. Hanya ada satu hal yang ada di pikirannya: mengembalikan Clara kepada ayahnya, Dimas Mahendra, dan menghentikan Calvin selamanya.Di sampingnya, Clara duduk dengan tubuh tertunduk, matanya yang lelah mencerminkan beban emosional yang telah ia tanggung selama ini. Ia telah kehilangan begitu banyak, tetapi kini ada harapan—harapan yang datang dari Adrian dan orang-orang yang bersamanya.“Apakah kamu siap?” tanya Adrian pelan, suaranya penuh pengertian.Clara mengangguk, meskipun rasa takut masih menggantung di hatinya. “Aku sudah tidak bisa lagi bersembunyi, Adrian. Aku ingin kembali ke rumah. Aku ingin bertemu ayahku.”Adrian mera
Dua hari setelah video penyiksaan Clara sampai ke tangan Dimas Mahendra, suasana di kediaman Mahendra berubah drastis. Tak ada lagi perjamuan mewah atau rapat direksi penuh kepura-puraan. Dimas kini menjadi sosok ayah yang terbakar oleh rasa bersalah dan marah. Clara, darah dagingnya sendiri, telah dikhianati oleh orang yang ia percaya selama ini: Calvin Rahadian.Namun, Dimas adalah pria yang tidak terbiasa bermain dengan emosi. Ia belajar dari pengalaman bahwa emosi bisa menjadi kelemahan. Maka ia menyalurkan amarahnya menjadi satu hal: aksi.Di ruang kerjanya yang kini dijaga lebih ketat dari biasanya, Dimas memanggil orang-orang terdekatnya yang paling ia percayai. Di hadapan mereka, ia menyusun sebuah operasi balas dendam yang ia beri nama: Operasi Langit Hitam. Sebuah rencana rahasia yang bertujuan menghancurkan Calvin Rahadian secara sistematis—bukan hanya dari segi kekuasaan, tapi juga citra, loyalitas, dan jaringan kekuatannya."Kita tak
Hujan mengguyur malam Jakarta dengan derasnya, membasahi jendela apartemen tempat Adrian Wijaya berdiri mematung. Pandangannya kosong menatap ke luar, namun pikirannya bekerja cepat. Sudah terlalu banyak yang terjadi, terlalu banyak yang dikorbankan. Alvian, saudara kembarnya yang ia kenal sejak kecil, telah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan Clara Mahendra. Dan kini, Adrian tahu bahwa ia tidak boleh gagal. Clara harus kembali kepada ayahnya, Dimas Mahendra. Bukan hanya demi menyatukan kembali keluarga itu, tapi juga demi mengakhiri semua pertumpahan darah yang dipicu oleh obsesi Calvin Rahadian.Di balik ruangan, Clara duduk di sofa dengan selimut menyelimuti tubuhnya yang masih lelah. Trauma yang ia alami tidak bisa dihapus begitu saja. Namun, ada semangat di matanya—semangat untuk bertahan, untuk kembali, dan untuk melawan.Adrian mendekat, duduk di samping Clara, menggenggam tangannya dengan lembut. "Aku akan membawamu pulang, Clara. Ayahmu harus tahu bahwa k
Langit malam kembali mendung, seperti menyatu dengan suasana hati Andre Wijaya. Ia berdiri sendiri di balkon lantai atas rumah keluarga Wijaya, menatap lampu-lampu kota Jakarta yang tampak seperti bintang mati. Di dalam dirinya, badai mengamuk. Peristiwa malam perayaan khusus keluarga masih membekas jelas di kepalanya. Anya. Gadis yang selama ini ada di sudut hatinya. Gadis yang kini menjadi penyebab keterpurukan moralnya.Alan belum bicara padanya sejak kejadian itu. Tatapan dingin dari sang kakak seperti pisau yang tertancap dalam-dalam di dadanya. Andre tahu, ia sudah melewati batas. Ia sudah membuka celah bagi musuh untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga mereka.Sementara itu, Alan sibuk mengurus kerusakan reputasi yang perlahan mulai mencuat di media. Meski tidak secara eksplisit diberitakan, namun berbagai portal gosip sudah mencium skandal Andre. Sebuah video buram tersebar di media sosial, menunjukkan sosok yang mirip dengan Andre bersama seorang perempuan m
Pagi itu, Vila Wijaya yang megah di kawasan Puncak tampak sunyi, meski baru saja semalam menjadi tempat perayaan penuh gegap gempita memperingati keberhasilan keluarga Wijaya mempertahankan kendali atas proyek pembangunan energi terbarukan di Kalimantan Timur. Namun, sukacita itu tak berlangsung lama. Karena tepat dini hari, seorang tamu tak diundang berhasil menyelinap ke kamar Andre Wijaya dan menodai kehormatan malam itu.Anya, wanita cantik yang dikenal sebagai sahabat masa kecil Andre, telah berhasil menyelesaikan misi pertamanya untuk Dimas Mahendra. Dengan gaun merah menyala dan aroma parfum yang begitu khas, ia menggoda Andre tepat saat semua orang sibuk merayakan keberhasilan mereka di halaman belakang vila. Andre yang sudah lama menyimpan rasa pada Anya, dan juga sedang berada dalam kondisi mabuk ringan akibat minuman perayaan, tak kuasa menahan godaan itu.Mereka berdua menghilang ke kamar Andre, dan tak lama kemudian suara tawa dan desahan samar mengisi rua