Share

13. Senandung Takdir 2

Karena sama sekali tidak bisa tidru, Amora pada akhirnya memilih untuk ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju beranda yang berada di belakang rumah kayu tersebut. Amora memeluk tubuhnya sendiri sembari mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang dan bulan yang berpendar perak. Tanpa sadar, Amora pun mengingat sosok Xavier yang jelas sangat lekat dengan warna perak yang memang menjadi ciri khasnya. Semenjak makan malam bersama para siluman dan mendengar pengakuan kepemilikan Xavier terhadap dirinya, Amora sama sekali tidak pernah bertemu dengan Xavier lagi. Bukannya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengannya, tetapi Amora secara sengaja menghindar darinya. Hati Amora belum siap untuk berhadapan dengan pria itu lagi. Amora pun menghela napas dan memejamkan matanya.

Sang Amagl Agung, Xavier yang malang

Nyawa dunia Savyrh yang meredup

Tidurlah Xavier, tidurlah

Alam akan memelukmu, maka tidurlah, tidurlah

Tak perlu cemas

Saat sebuah bunga cantik mekar, kau kan kembali

Bunga cantik dengan manik hijau akan datang

Dia akan menuntunmu

Xavier, dialah pengantinmu

Benang takdir kan tertaut, hati pun kan terhubung

Amora seketika membuka matanya saat suara senandung takdir yang disenandungkan oleh Penyihir Putih kembali terbayang dalam benaknya. Padahal untuk sejenak, Amora bisa melupakan senandung takdir yang menjelaskan jika semua yang dikatakan oleh Penyihir Putih memang benar. Amora adalah sosok gadis yang diumpamakan sebagai bunga dalam senandung tersebut. Amora memiliki netra berwarna hijau, dan ia dibuang ke pulau Blaxland begitu dirinya sudah menginjak usia dewasa. Penyihir Putih pun menambahkan beberapa hal. Pertama, Amora berhasil menembus barrier yang melindungi gua di mana Xavier tertidur, tanpa terluka sedikit pun. Itu tandanya, Amora memang orang yang diizinkan. Kedua, perihal sumpah yang sebelumnya diungkit oleh Xavier. Bahasa kuno yang sebelumya Amora baca di dalam gua adalah sumpah yang dimaksud oleh Xavier. Sumpah yang menandakan jika Amora sudah menerima takdirnya sebagai seorang Pengantin Amagl.

“Sial,” gumam Amora.

“Aku kira, Pengantin Amagl adalah sosok lembut dan penuh kasih. Ternyata, ia tak lebih dari gadis manja yang pintar berkata-kata kasar.”

Amora pun menoleh dan melihat Lilith yang muncul dengan sebuah selimut di tangannya. Amora melemparkan selimut itu pada Amora dengan tidak sopan. Tentu saja Amora menghindar, ia tidak mau menangkapnya, atau menolerir sikap tidak sopan Lilith. Sikap Amora jelas membuat Lilith mengernyitkan keningnya dalam-dalam. “Kau—”

“Aku kira, semua pengikut Xavier adalah siluman yang memiliki sopan santun. Ternyata, tidak semuanya memiliki sopan santun dan bisa bersikap cerdas,” ucap Amora meniru apa yang dikatakan oleh Lilith padanya.

Melihat raut Lilith yang semakin memburuk, membuat Amora menelengkan kepalanya. Ia menghela napas dan memilih untuk menyugar rambut cokelatnya yang lembut. Lalu angin malam yang lembut membuat helaian rambut yang baru disugar oleh Lilith menari dengan anggun di udara.  “Aku tau kau tidak menyukaiku, tetapi jangan membuatnya terlalu terlihat seperti itu. Karena itu tidak akan baik untuk dirimu sendiri. Bukankah kau seharusnya menunjukkan sisi baikmu di hadapan orang yang kau sukai?” tanya Amora membuat Lilith melotot marah.

“Tutup mulutmu! Memangnya apa yang kau tau?!”

“Aku juga perempuan. Aku tau jika kau menyimpan perasaan pada Xavier,” ucap Amora.

Lilith terlihat semakin geram dibuatnya. “Apa sekarang kau tengah mengolok-olok diriku? Jangan besar kepala. Kau hanya menang karena beruntung. Takdir yang membuatmu harus menjadi Pengatin Amagl. Memangnya kau pikir, tanpa takdir itu, Tuan Xavier mau menjadikanmu istri?” tanya Lilith tajam.

Tanpa memberikan kesempatan bagi Amora untuk menjawab, Lilith memilih untuk berbalik pergi meninggalkan Amora yang kembali menghela napas panjang. Ia menunduk melihat selembar selimut yang teronggok di lantai. Baru saja Amora akan meraih selimut tersebut, Amora sudah merasakan sesuatu yang hangat melingkupi bahunya. Amora pun tersentak dan berbalik untuk melihat Xavier yang berdiri dengan tegap, bersama dengan Hoia yang segera melangkah dengan anggunnya pada Amora. Hoia segera mengendusi leher Amora, sementara Amora sendiri baru sadar jika sebelumnya Xavier menyampirkan selimut pada bahunya. Amora menatap Xavier dengan kening mengernyit. “Sejak kapan kau di sini?” tanya Amora.

“Sejak kau menatap langit dan berkata sial,” jawab Xavier membuat Amora menghela napas. Itu artinya Xavier mendengar semua pembicaraannya dengan Lilith.

Untuk mengurangi rasa gugupnya, Amora pun memilih untuk mengelus bulu lebat Hoia. Xavier yang melihatnya tidak berniat untuk melepaskan Amora begitu saja. Sekarang, Xavier sudah merasakan jika kekuatan Xavion semakin membesar. Kegelapan seakan-akan sudah siap untuk menelan alam semesta. Mau tidak mau, Xavier harus segera mengambil langkah. Meskipun tidak bisa memaksa Amora untuk membuka hatinya atau melakukan hal yang lebih dari itu, tetapi Xavier harus mengambil langkah untuk memastikan bahwa Amora tetap berada di sisinya. Xavier harus menjaga Amora tetap di radarnya. Karena jika sampai Amora jatuh ke tangan Xavion, maka hal itu akan berbahaya bagi dunia dan Amora sendiri.

“Kudengar kau sudah berbicara dengan Penyihir Putih,” ucap Xavier membuat Amora menghentikan gerakan tangannya.

Amora pun pada akhirnya menatap Xavier yang rasanya semakin terlihat tampan setelah beberapa hari ini tidak Amora lihat. Beberapa hari ini, Amora mendengar jika Xavier dan para siluman tengah disibukkan mengurus sesuatu mengenai rencana rahasia mereka. “Ya, aku berbicara dengan Penyihir Putih. Ia memberitahuku beberapa hal penting,” jawab Amora.

“Kalau begitu, kau pasti sudah mengetahui perihal senandung takdir yang tak lain adalah ramalan mengenai hubunganmu dan diriku. Dengan kata lain, kau telah mengetahui takdir seperti apa yang menghubungkan kita,” ucap Xavier lagi tepat pada netra hijau Amora yang berkilau.

Amora terlihat tidak mau mengakui apa yang dikatakan oleh Xavier. Namun, hal itu memang benar adanya. Amora sudah mengetahui semua itu, tetapi Amora tidak mau menerimanya. Itu masih terlalu sulit untuk diterima oleh Amora. Ia bahkan baru beberapa hari melihat siluman secara langsung dan terlibat dengan Amagl yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Lalu, kini Amora dipaksa untuk menerima takdir yang sudah diramal berabad-abad sebelumnya. Ini jelas berlebihan bagi manusia biasa seperti Amora. Karena itulah, Amora memilih untuk membuang mukanya. Ia tidak mau berbincang lebih jauh dengan Xavier. Namun, Xavier sudah memutuskan jika pembicaraan ini harus menemukan titik terang.

“Kau tidak bisa menghindar dari takdir ini, Amora,” ucap Xavier membuat Amora mengangkat pandangannya dan menatap netra biru keperakaan itu.

“Aku tidak mau terlibat dengan kaum dan pengikutmu. Walaupun aku tidak bisa kembali pada kedua orang tuaku, setidaknya aku ingin hidup dengan tenang. Aku ingin hidup normal selayaknya manusia lainnya,” ucap Amora tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

Xavier terdiam untuk beberapa saat. Sebelum berkata, “Sayangnya, begitu kau melewati barrier dan membaca sumpah di dalam gua itu, kehidupanmu sudah tidak bisa kembali normal lagi, Amora. Kini, dunia yang penuh dengan hal mistis dan tidak masuk akal inilah yang akan menjadi duniamu. Melawan bahaya adalah cara kita untuk bertahan hidup di dunia ini.”

“Tapi aku tidak mau!” teriak Amora frustasi membuat Hoia yang sedari tadi masih meminta dimanja, segera mengambil langkah mundur dan berlari menuju Xavier.

“Aku tidak mau hidup dalam bahaya! Aku hanya ingin hidup tenang!  Walaupun tidak bisa kembali hidup sebagai Amora sang putri Count Salvador, aku tetap bisa hidup tenang sebagai rakyat biasa. Apakah kau tidak bisa membiarkanku pergi?” tanya Amora menahan tangis frustasinya.

“Tidak,” jawab Xavier singkat membuat Amora yang mendengarnya menahan napasnya. Xavier benar-benar berhati dingin.

“Percuma saja aku berbicara dengan makhluk berhati dingin sepertimu,” ucap Amora dingin lalu berbalik sembari membuang selimut yang sebelumnya diberikan oleh Xavier padanya.

Amora hampir masuk ke dalam rumah, sebelum langkahnya terhenti saat mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier. “Jangan lari dari apa yang berada di hadapanmu, Amora. Atau kau akan menyesal nantinya,” ucap Xavier.

Amora menoleh dan berkata, “Aku jelas menyesal karena sejak awal tidak melarikan diri dengan benar darimu.”

Amora baru saja akan kembali berbalik sebelum Xavier berkata, “Kini, wabah berbahaya menyebar di ibu kota kekaisaran Bonaro.”

Seketika Amora menghadap Xavier dan bertanya, “Apa? Wabah?”

“Wabah ini sudah hampir menjangkiti setengah dari populasi ibu kota. Kini, Kaisar mengambil langkah mengisolasi ibu kota. Sementara hingga saat ini belum ada obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Selain itu, sudah banyak desa yang diserang dan para warga dimangsa oleh para siluman kelaparan,” ucap Xavier.

Amora terlihat sangat terkejut. “Ba, Bagaimana bisa?” tanya Amora tidak habis pikir. Hal ini belum pernah terjadi. Dan kini Amora pun mencemaskan kondisi keluarganya yang jelas tinggal di ibu kota, tempat di mana wabah menyebar.

“Ini adalah aksi dari kegelapan yang mulai menunjukkan eksistensinya, Amora. Keberadaanmu sebagai Pengantin Amagl adalah salah satu pemicu kebangkitan kegelapan ini,” ucap Xavier membuat Amora kembali dibuat terkejut.

“Omong kosong macam apa itu?”

“Ini bukan omong kosong Amora. Jika kau mengabaikan takdirmu, maka situasi akan lebih memburuk daripada ini. Dan bisa saja, orang-orang yang kau sayangi akan menjadi korbannya. Ingat, pusat penyebaran wabah adalah ibu kota. Sudah dipastikan jika korban terbesar akan berasal dari sana. Kini pilihan ada di tanganmu. Abaikan takdirmu dan membuat banyak nyawa berjatuhan, atau terima takdirmu dan bantu aku untuk menjalankan tugas kita,” ucap Xavier memberikan pilihan yang jelas sangat sulit untuk dipilih oleh Amora.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
emang kudu di tantang dulu ya Amora, biar sadar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status