Home / Romansa / Amanda / Ayah Celine yang Penyendiri

Share

Ayah Celine yang Penyendiri

Author: Sofia Grace
last update Last Updated: 2021-03-20 20:24:37

“Kamu harus datang menghadiri perayaan ulang tahun anakmu di sekolah, Josh,” ucap Oma Merry kepada putra tunggalnya, Joshua.

Ayah Celine itu hanya menganggukkan kepalanya sekilas tanpa memandang wajah ibunya. Ia sedang duduk mengetik pada laptop di kamar kerjanya. Oma Merry yang duduk persis di hadapannya merasa gemas melihat sikap acuh tak acuh laki-laki itu.

"Joshua Tanaka, apakah kamu masih menganggap aku ini ibumu?!”

Pria itu terkesiap mendengar nada suara ibu kandungnya yang mulai meninggi. Dihentikannya aktivitas mengetiknya dan ditatapnya wanita setengah baya itu dengan penuh tanda tanya. “Ada apa, Ma? Kok tiba-tiba marah?”

“Siapa yang nggak marah kalau dicuekkin begini?”

“Aku kan sudah menyanggupi untuk hadir di acara ulang tahun Celine.”

“Apakah kau akan benar-benar menepati janji?”

“Tentu saja, Ma. Celine kan anakku.”

“Kalau begitu, kenapa kau sudah lama tidak memperhatikannya? Celine seperti kehilangan sosok seorang ayah. Padahal dulu kau sangat dekat dengannya. Sering menemaninya bermain, menggendongnya kesana-kemari, dan membacakannya buku cerita sebelum tidur hingga terlelap.”

“Pekerjaanku semakin sibuk, Ma. Mama kan tahu sejak toko-toko online semakin marak, pesanan kosmetik produksi pabrik kita semakin meningkat. Aku harus menambah jumlah tenaga kerja dan menyewa tempat baru untuk menambah kapasitas produksi. Tanggung jawabku semakin bertambah, Ma.”

“Kamu kan bisa mempekerjakan seorang supervisor untuk membantumu mengawasi pekerjaan di tempat yang baru itu. Kenapa harus selalu turun tangan sendiri? Umurmu sudah tiga puluh tujuh tahun, Anakku. Mau sampai kapan bekerja banting tulang seperti ini? Nikmatilah hidup. Nikmatilah hasil kerja kerasmu!”

Joshua tertawa lebar. Anakku ganteng sekali kalau sedang tertawa begini, batin Oma Merry takjub. Masakan Miss Amanda tidak akan tertarik padanya? Pria yang tampan, gagah, mapan, meskipun mempunyai satu kelemahan…. Ah, biar bagaimanapun harus kucoba. Siapa tahu Tuhan membukakan jalan, pikirnya optimistis.

“Ma, aku rasanya sudah kenyang menikmati hidup. Mama kan tahu sendiri betapa aku dulu suka berhura-hura. Sekarang aku sudah insaf dan menjadi laki-laki baik-baik yang serius bekerja demi kebahagiaan keluarga, lha kok Mama malah memintaku untuk menikmati hidup lagi?!”

“Maksud Mama, kamu harus bergaul. Jangan sibuk berkutat dengan pekerjaanmu terus.”

“Aku bergaul dengan orang banyak, Ma. Para karyawan, supplier, customer, teman-teman di gym….”

“Nah, dari orang-orang yang kamu temui itu masa tidak ada satupun yang menarik perhatianmu?”

“Maksud Mama?”

Oma Merry tersenyum penuh arti seraya berkata lirih, “Seorang wanita….”

Seketika wajah Joshua berubah tegang. Dia menatap ibunya dengan tajam.

“Mama kan tahu, hal itu tidak mungkin terjadi!”

“Jangan pesimis, Anakku. Kamu masih muda dan….”

“Mandul!”

“Joshua!”

“Siapa wanita yang mau menikah dengan pria yang mandul, Ma? Kecuali wanita yang memang sudah mempunyai anak. Tapi Mama kan tahu hal itu seringkali menimbulkan masalah baru. Aku takut Celine tidak cocok dengan ibu maupun saudara tirinya.”

“Pemikiranmu terlalu panjang, Josh.”

“Kenyataannya memang seringkali begitu, Ma. Banyak kan kejadian seperti itu menimpa kenalan-kenalan kita? Aku pernah hidup dalam keterpurukkan, Ma. Syukurlah kemudian bisa bangkit kembali dan hidup tenang seperti sekarang. Aku tidak ingin mengalaminya lagi. Capek!”

Oma Merry menatap iba putra kesayangannya itu. Perjalanan hidupnya memang tidak mudah. Namun lika-liku itulah yang membentuk dirinya sekarang menjadi sebuah pribadi yang begitu kuat, kokoh, dan… suka menyendiri.

“Celine ingin memakai gaun kuning ala Belle.”

“Siapa itu? Artiskah?”

Nenek Celine itu menatap lawan bicaranya dengan wajah cemberut.

“Kok marah lagi, Ma? Aku salah apa?”

Belle itu nama princess dalam film animasi Beauty and the Beast.”

“Oh, begitu. Kirain nama artis terkenal. Tokoh kartun, toh."

“Kau pikir anakmu itu umur berapa? Enam tahun, Joshua. Enam tahun! Anak umur segitu ya sukanya sama film-film kartun. Kamu ini bagaimana, sih? Masa kesukaan anak sendiri sampai nggak ngerti?!”

Joshua nyengir geli melihat wajah dongkol ibunya itu. Ia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Oma Merry. Dirangkulnya wanita yang sangat disayanginya itu dan dikecupnya kedua pipinya dengan manja.

Begitulah cara yang sering digunakannya untuk meredam kemarahan wanita yang melahirkannya itu. Dan benar saja, ekspresi Oma Merry langsung berubah riang kembali seperti pelangi yang muncul sehabis hujan.

“Josh…,”ucapnya dengan nada suara penuh arti, “Kamu dulu pernah berjanji pada mendiang Sonya bahwa akan menganggap Celine seperti anak kandungmu sendiri. Mama terharu sekali waktu itu. Selama bertahun-tahun Mama lihat kamu benar-benar menunaikan janjimu itu dengan baik. Hubunganmu dekat sekali dengan anakmu hingga tiba-tiba setahun terakhir ini Mama merasa bahwa kamu menjauh darinya. Ada apa sebenarnya, Nak?”

Joshua tercenung mendengar pertanyaan ibunya. Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya dia mengungkapkan isi hatinya.

“Celine pernah bertanya padaku, Ma. Mengapa teman-temannya mempunyai papa dan  mama sedangkan dia punya papa dan oma….”

Oma Merry tersentak. Sebenarnya dirinya sudah lama mempersiapkan jawaban atas pertanyaan itu tapi tak pernah diutarakannya karena Celine tidak pernah menanyakan hal itu kepadanya.

Tak kusangka dia menanyakannya pada Joshua…, pikirnya prihatin. Pantas anaknya ini mulai menjauhi gadis kecil itu. Mungkin takut akan ditanya-tanyai lebih mendalam lagi.

Kaum pria biasanya tidak begitu pandai mencari-cari jawaban yang masuk akal dan mudah dipahami oleh seorang anak kecil yang rasa ingin tahunya begitu besar. Berbeda dengan kaum wanita yang lebih kreatif dan banyak akal dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

“Celine tidak pernah menanyakannya pada Mama. Lalu apa jawabanmu?”

“Aku cuma bilang begini: Celine kan tahu Papa sama Oma sayang sekali sama Celine. Itu sudah cukup, kan? Bego sekali kan jawabanku, Ma?”

Ibunya tertawa geli sambil menganggukkan kepalanya. “Itu sama sekali bukan jawaban, Nak. Tapi membungkam anakmu untuk bertanya lebih jauh lagi. Hehehe….”

“Begitulah, Ma. Padahal aku sudah lama menyiapkan jawaban seperti mama Celine sudah hidup bahagia di surga dan sejenisnya. Tapi ketika ditanyakan langsung oleh Celine, lidahku terasa kelu untuk menjawabnya. Dan…semakin besar kok wajahnya semakin mirip dengan Sonya. Aku jadi teringat masa lalu kalau berada di dekatnya. Karena itulah aku mulai menjaga jarak, supaya dia tidak mengulangi pertanyaan itu lagi atau bahkan ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang ibunya.”

Kedua mata Joshua mulai berkaca-kaca. Ibunya sampai merasa tidak tahan melihatnya.

“Mengapa kamu tidak menceritakannya pada Mama, Nak?”

“Aku malu, Ma. Masa hal sepele seperti ini harus berkeluh-kesah pada Mama.”

“Bukan berkeluh-kesah, Josh. Kita pecahkan masalah ini bersama-sama. Mama punya cara yang tepat untuk menjawab pertanyaan anakmu itu.”

“Oya? Bagaimana caranya, Ma?”tanyanya penasaran.

Oma Merry tersenyum bijaksana. Lalu dengan suara lirih dia berkata, “Kita bilang saja: Baiklah, Celine. Besok kita pergi mengunjungi Mama.”

“Hah?! Begitu saja, Ma?”

            

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Amanda   Malam Pertama

    Malam harinya Amanda membacakan cerita untuk Celine sebelum tidur. Ditemaninya anak itu sampai terlelap. Lalu dikecupnya pipi mungil yang menggemaskan itu dan keluarlah ia meninggalkan kamar tersebut. Perempuan yang sudah resmi menjadi seorang istri itu lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang selama ini ditempati Joshua sendirian. Dengan jantung berdegup kencang dibukanya pintu kamar. “Mas Josh,” sapanya sembari mencari-cari sosok suaminya di dalam ruangan yang terang benderang. Tak ada jawaban. Orang yang dicarinya tak kelihatan batang hidungnya. Diperiksanya kamar mandi, tak tampak secuil pun bayangan Joshua. Di mana ya, suamiku? tanya Amanda dalam hati. Dia lalu keluar dari kamar mandi. Pandangannya mulai berkelana ke sepanjang

  • Amanda   Kemenangan dan Kekalahan

    Selanjutnya Tante Beatrice dan Tante Bianca bersatu-padu menggugat Arnold atas pasal tindakan penganiayaan. Mereka sepakat mengeluarkan sejumlah besar uang agar kasus tersebut tidak diberitakan oleh media. Bukti-bukti banyak yang memberatkan tersangka hingga menyebabkan statusnya berubah menjadi terdakwa. Kesaksian Joshua turut meyakinkan hakim bahwa terdakwa mempunyai kecenderungan melakukan penyiksaan terhadap kaum wanita.Setelah menjalani persidangan selama beberapa bulan, akhirnya hakim menjatuhkan hukuman tiga belas tahun penjara. Arnold yang kondisinya tak lagi terawat seperti dulu akibat lama meringkuk di sel rumah tahanan, tidak terima terhadap keputusan hakim.“Keputusan hakim tidak adil. Saya mau naik banding! Naik banding!” teriaknya histeris. Kuasa hukum yang diperolehnya secara cuma-cuma dari negara hanya memandang tak berdaya ketika kliennya itu diringkus

  • Amanda   Menjenguk Tante Beatrice

    Keesokkan harinya Amanda dijemput mobil travel pukul enam pagi. Setelah mengikuti rute sang sopir menjemput penumpang-penumpang di Malang dan menurunkan mereka di alamat-alamat yang dituju, akhirnya tibalah saatnya gadis itu diantarkan ke rumah Joshua.Kedatangannya langsung disambut hangat oleh sang kekasih. Oma Merry sedang menunggui Celine di sekolah. Joshua segera mengajak gadis itu memasuki kamar kerjanya. Sesampainya di ruangan yang cukup besar itu, laki-laki yang dilanda kerinduan teramat sangat itu segera menutup pintu. Direngkuhnya gadis yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya tiap malam itu dalam pelukan hangatnya.“Aku kangen banget, Manda,” ucapnya lembut seraya membelai-belai rambut ikal harum sang pujaan hati. Ditengadahkannya wajah cantik itu dan diciuminya dengan penuh hasrat. Bibir mereka saling be

  • Amanda   Rencana Membujuk Joshua

    “Bagaimana, Nona Amanda? Barangkali ada hal-hal yang kurang dipahami? Saya akan menjelaskannya lagi jika tidak keberatan….”Yang ditanya menggeleng pelan. Sambil tersenyum simpul, gadis cantik itu menyahut, “Saya sudah memahami semuanya, Bapak Petrus. Saya pribadi bersedia membantu Tante Beatrice. Mengenai Mas Joshua bersedia atau tidak memberikan kesaksian, mohon beri saya waktu untuk membujuknya. Karena ini berkaitan dengan aib rumah tangganya yang dulu menimbulkan kepedihan teramat besar bagi dirinya. Saya harus sangat berhati-hati agar luka hatinya yang sudah sembuh tidak menganga lebar kembali.”Petrus mengangguk tanda mengerti. Memang tak mudah bagi seorang suami untuk membuka aib keretakkan rumah tangganya di depan orang lain. Sambil tersenyum bijaksana, kuasa hukum Beatrice itu berkata bijak, “Terima kasih banyak atas kesediaan Nona Amanda membantu kami. Saya percaya orang baik seperti Nona

  • Amanda   Sang Pengacara Menemui Amanda

    Pagi itu Amanda sedang berada di rumah. Ia baru saja selesai sarapan bersama ayahnya dan hendak berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan Valerie menjaga ibu mereka. Tiba-tiba ponselnya berbunyi karena telepon dari nomor tak dikenal.“Halo?” sapa gadis itu ramah. Lalu terdengar sebuah suara berat seorang laki-laki dewasa, “Maaf, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Amanda?”“Betul, saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?” tanya Amanda heran. Caranya bicara bukan seperti orang yang mau menawarkan kartu kredit atau pinjaman tunai, komentarnya dalam hati. Gadis itu sudah terbiasa menerima telepon dari tenaga-tenaga pemasaran produk-produk semacam itu.“Oh, Nona Amanda sendiri? Kenalkan. Saya Petrus, pen

  • Amanda   Dendam Tante Beatrice

    Tante Beatrice melongo. Tak diduganya suaminya bermaksud menjodohkannya dengan sahabat baiknya sendiri. Dan yang paling mengejutkan adalah…ternyata orang itu sudah lama menaruh hati pada dirinya! Pikiran wanita yang sedang yang kacau balau tak sanggup menerima kenyataan ini. Ditatapnya laki-laki berbadan tinggi besar dan berwajah kasar itu dengan garang.“Keluar kau sekarang! Keluar! Kalian para lelaki memang tak bisa dipercaya. Aku kecewa dengan kalian semua! Pergi kau, pergi!” teriaknya mengusir Petrus.Suaranya yang histeris ternyata terdengar sampai ke luar kamar. Seketika seorang dokter dan dua perawat datang menengoknya. “Ada apa, Bu Beatrice. Apakah Ibu merasa kesakitan?” tanya sang dokter cemas. Seharusnya obat yang diberikannya tadi sudah mampu meredakan rasa sakit pada wajah si pasien.“Saya sakit hati melihat orang ini, Dokter!” seru pasiennya seraya menunjuk-nunjuk k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status