Share

Ceraikan Aku Mas

Penulis: Chew vha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-29 18:35:55

Surya berdecak kesal saat Arum masih mengenakan daster lusuh saat dia pulang. Rumah pun masih berantakan. Semua mainan milik Nanda dan Kaila masih berserakan di lantai. Ruang tamu pun seperti kapal pecah. Pria itu lalu menarik lengan istrinya dengan kasar.

"Ngapain aja kamu jam segini masih saja berdaster. Beda sekali kamu dengan Renata yang selalu tampil cantik dan wangi saat aku datang." Wajah bengis itu menatap tidak suka pada Arum.

"Mas, jangan bandingkan aku dengan dia! Wajar dia belum mempunyai anak, sedangkan aku harus mengurus anak juga rumah. Mana punya waktu untuk merawat diri," ujar Arum membela diri.

"Alah, alasan." Surya kembali masuk ke kamar tak mengiraukan Arum yang bersusah payah memasak untuknya.

Hidangan Di meja makan sama sekali tidak tersentuh. Tidak lama Surya kembali dengan baju sangat rapi. Harum parfum membuat Arum cukup tahu hendak kemana suaminya akan pergi. Ia menggigit bibir bawah, menahan sesak saat diperlakukan tidak tidak layak sebagai seorang istri.

"Mas, mau kemana lagi?" Arum kembali bertanya saat melihat suaminya kembali ingin pergi.

"Aku mau ke rumah Renata. Aku pusing sama kamu! Bahkan rasa ingin menyentuhmu pun sudah mati." Mendengar penuturan Surya membuat hati Arum kembali tercabik-cabik.

Surya melangkahkan ke luar rumah. Dilihat punggung suaminya yang semakin menjauh. Dia mengabaikan Arum, dengan berbagai alasan untuk kembali pada Renata. Setengah gaji yang diberikan Surya pun tidak mampu membeli bedak bahkan untuk sekedar daster baru. Namun, pria itu selalu menuntut dia lebih.

"Ma, Papa kok pergi lagi?" tanya Nanda saat melihat papanya pergi setelah beberapa jam pulang.

Arum menyeka air matanya, mencoba terseyum menyembunyikan kegetiran hati. Sedikit ragu menjawab pertanyaa Nanda.

"Iya, Papa ada urusan jadi nanti akan pulang lagi," jelas Arum.

Putra kecilnya mengangguk mendengar penjelasan sang mama. Lalu dia berlari ke dalam ruang tengah dan melanjutkan bermain. Rasa getir hilang saat melihat kedua anaknya tersenyum dan bahagia. Mematut diri di depan cermin, menatap dengan seksama dan menerawang masa lampau saat Surya selalu memuji kecantikannya. Namun waktu sudah mengubah semua. Tidak ada lagi pujian dan sudah tidak ada lagi kata-kata cinta. Kini tinggal kenangan yang indah dan sulit dilupakan. Hanya berpasrah pada Tuhan dengan harapan semua hanya mimpi.

Arum menatap buku tabungan yang sudah hampir habis. Mau ia pergunakan membeli baju dan perawatan wajah, tapi lebih baik untuk beli sayuran dan keperluan kedua anaknya. Mengingat Surya tidak akan memberi uang tambahan jadi ia mengurungkan niat untuk hal itu

**

Sepulang kerja tanpa berbasa-basi pada Arum, Surya langsung gegas ke kamar mandi. Memang cuaca sangat menyengat hingga membuat tubuh pria itu menjadi lengket. Kini perutnya terasa lapar, ia beranjak ke dapur. Matanya mendelik kesal saat menatap sang istri. Masih sama pikirnya, dengan daster lusuh dan wajah penuh minyak. Pikirnya kapan wanita itu berubah secantik Renata?

"Arum!" teriak Surya saat membuka tudung nasi. Netranya terus menatap kesal pemandangan di bawah tudung nasi. Ia tidak menemukan lauk yang menggugah selera. Hanya sepiring tahu dan tempe tanpa sambal. Emosi kian memuncak pada Arum yang selalu saja membuat kesal.

"Iya, Mas. Ada apa?" tanya Arum yang datang tergopoh-gopoh menghampiri suaminya.

Arum menatap heran Surya. Apa yang salah dari dirinya? Dia menatap daster lusuh yang ia kenakan. Kenapa ia begitu bodoh, kalau tahu Surya akan pulang, harusnya ia cepat berganti baju dan memakai parfum hingga menjadi harum. Setidaknya wanita itu sudah berusaha tampil cantik dan wangi.

"Ada apa, kamu bilang? Lihat ini, suami pulang hanya disuguhkan tahu dan tempe! Kemana uang belanja yang aku kasih sama kamu?" Surya menatap sinis sang istri.

Arum mengerutkan kening saat Surya berteriak tentang lauk yang dia sajikan. Apa yang salah dengan tahu dan tempe itu? Uang belanja yang dia punya hanya cukup untuk membeli lauk sederhana.

"Mas, uang belanja yang kamu kasih itu hanya cukup untuk setengah bulan. Itu pun aku menambahkannya dengan tabunganku. Bagaimana aku bisa memasak enak, jika kamu tidak memberikan uang lebih," ujar Arum membela diri.

Surya berdecak kesal, saat melihat lauk hanya tahu dan tempe selera makannya hilang. Kini hanya luapan emosi yang ia tumpahkan pada Arum. Apalagi melihat tubuh yang kesekian kali hanya berbalut daster lusuh.

"Sekarang kamu pandai menjawab ucapanku, Arum. Durhaka kamu sama suami. Bagaimana aku betah di sini, jika hanya melihat kamu yang lusuh di hadapanku. Bikin tidak selera saja! Sudah tidak berselera makan, tambah parah melihat kamu." Surya terus menerus mencerca Arum yang tidak berdaya.

Pria berselung pipi itu menggebrak meja makan. Dada Arum kian sesak saat mendengar perkataan yang membuatny kembali merasakan sakit hati. Bukan keinginan dirinya menjadi seperti ini. Jika ayah dari kedua anaknya selalu memberi uang lebih, mungkin ia bisa membeli alat make up dan baju bahkan tampil seperti saat masih gadis. Apalah daya, dia tak bisa berlaku adil, tapi menuntut lebih.

"Mas, sudah cukup kamu menghina aku. Aku selalu diam saat kamu perlakukan semena-mena. Bahkan saat kamu terus membandingkan aku dengan selingkuhanmu!" pekik Arum keras. Napasnya tersengal-sengal saat dia mulai meluapkan semua emosi yang tertahan.

"Renata istriku, bukan selingkuhanku. Jangan asal bicara kamu, memang kenyataan kok. Renata dan kamu bagaikan langit dan bumi. Dia pintar membuat aku senang, tidak seperti kamu yang bisanya membuat aku marah dan bosan di rumah," cerca Surya kian menjadi.

Keputusannya untuk mengurus anak dan suami setelah menikah adalah kesalahan. Suaminya selalu ia banggakan malah menduakan cinta dengan gadis muda yang berpenampilan cantik.

Arum pernah bekerja di sebuah perusahaan sebagai seorang auditor. Setelah melahirkan Nanda, ia memutuskan untuk mengurus Nanda dan berhenti bekerja. Padahal dirinya sangatlah cerdas. Atasan di kantor pun menyayangkan keputusan wanita yang sempat menjadi perebutan beberapa pria saat itu. Beberapa staf kantor saat itu masih terus membujuk agar ia mau bekerja lagi, tapi ia kekeh ingin mengurus rumah saja.

"Ya, dia memang bukan selingkuhanmu, tapi sebelum kamu menikah dengan Renata, dia adalah selingkuhanmu. Kamu benar-benar jahat, Mas." Arum sudah tidak bisa menangis lagi. Begitu berat dia menahan semua amarah yang selama ini dia pendam.

Arum jatuh tersungkur saat tangan kokoh sang suami menampar dan mendorong tubuhnya. wanita gempal itu meringis kesakitan. Netra nyalang menatap sosok Surya yang sudah tidak mempunyai rasa cinta lagi untuknya. Aliran darah mengalir lebih deras. Tangannya mengepal dan tak henti ia merutuk.

"Ceraikan aku, Mas! Ceraikan, aku!" teriak Arum dengan tatapan yang mantap. Kesabaran itu kini sudah tidak terbendung lagi. Ia meminta Surya menceraikannya saat itu. Sudah cukup penderitaan yang ia terima.

"Oh, bagus! Berani kamu membentak aku? Cerai, oke mulai saat ini kamu aku talak! Silahkan kamu keluar dari rumah ini, sekarang!" Surya tidak menyangka Arum senekat itu. Ucapan Arum juga menghujam jantungnya. Pria itu juga merasakan perih, tapi mencoba tidak memedulikan karena sebuah gengsi.

"Oke, Mas. Aku akan pergi sekarang. Aku tunggu surat cerai dari kamu," ucap Arum.

Bergegas ia masuk ke kamar dan membereskan semua baju. Hanya beberapa baju saja yang dia bawa. Wanita bermata cokelat itu mencoba kuat, ia tidak ingin terlalu larut dalam permasalahan ini. Setelah itu ia berjalan melewati Surya. Suaminya kini tidak lagi seperti dulu. Dia sudah dibutakan oleh kecantikan luar saja. Begitu juga harta yang kini dia miliki. Arum menggendong Kaila, putrinya yang berumur tiga tahun dan menggandeng Nanda, putra pertama mereka yang berusia lima tahun.

"Kita mau pergi kemana, Ma?" tanya Nanda.

"Kita mau ke rumah Nenek, Kak."

"Papa nggak ikut, Ma?" tanyanya lagi.

Arum hanya diam. Ia bingung harus menjelaskan apa pada anak laki-lakinya. Seiring waktu pasti mereka akan mengerti keadaan orang tua mereka. Nanti jika mereka dewasa.

"Papa nanti nyusul," jawab Arum.

Surya benar sudah sangat kelewatan terhadapnya. Terlebih dia berani berteriak di depan anak-anak, sampai Kaila yang sudah tertidur terbangun kembali

"Kalau mau pergi, pergi saja. Nggak usah banyak drama. Kamu sendiri yang meminta bercerai. Rasakan sendiri, emang kamu pikir jadi janda enak?" Surya bertutur dengan sombong.

"Aku lebih baik menjanda, Mas. Dari pada harus di poligami, tapi kamu nggak bisa berlaku adil padaku," ujar Arum geram.

 "Bagus kalau gitu. Silahkan pergi!"

Segera dia melangkah bersama kedua anaknya. Rumah yang dulu sangat damai, kini menjadi saksi sebuah pertengkaran yang berujung perpisahan. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu taxi online yang ia pesan. Sungguh Arum muak dengan semua penghinaan Surya. Kini ia bertekat membesarkan anaknya tanpa uang pria itu.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Akhirnya Arum meminta cerai
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
syukurin kena tampar. wajar sih krn kamu tolol dan g berguna utk diri mu sendiri. apa jd babu membuat otak mu g berfungsi lg. laporjan suami mu dan selingkuhannya. penulis tolol menghasulkan tookh tolol
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ambil Saja Suamiku   Pernikahan

    Arum terlihat cantik menggunakan kebaya berwarna putih susu. Wajah nampak cantik sempurna. Namun, beberapa kali ia mengusap embun di kelopak mata. Tak menyangka jika ia akhirnya menikah dengan Bayu. Pria yang sedari dulu mencintainya. Semesta membuat keindahn yang tak terluapkan."Mba, pengantin wanitanya sudah siap?" tanya seorang gadis yang tidak lain adalah EO acara tersebut."Sudah." Perias menggandeng penganti wanita ke tempat di mana dilangsungkan acara akad nikah pagi ini.Tatapan takjub beberapa pasang mata melihat sang pengantin wanita. Terlihat Naina, mantan mertuanya duduk bersama Kaila dan Nanda. Dia menyeka bulir yang memgalir di sudut mata. Senyum tipis terpancar di bibir Arum saat tatapan mereka saling bertemu. Hari ini adalah hari bahagia yang sangat ia tunggu. Setelah sekian banyak penderitaan akhirnya ia merasakan kembali suasana sakral untuk kedua kali.Sang pengantin pria sudah tidak sabar menunggu. Netranya tak henti memandang calon istri yang beberapa menit akan

  • Ambil Saja Suamiku   Semesta Berbicara

    Bayu duduk memerhatikan Arum yang kini terdiam menatap kolam renang. Pria itu mengajaknya duduk di tepi, agar suasananya kembali tenang. "Jadi, kamu kemarin ketemu klien itu dia?" tanyanya dengan luapan emosi. "I--iya." Bayu menjawab ragu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Arum memalingkan wajah. Hatinya kembali teriris jika mengingat wanita itu. Ia tidak ingin terjadi lagi hal serupa dengan pengalaman yang lalu. "Aku, kan nggal tahu. Tadi juga aku udah batalin kerja samanya." "Tetep aja sakit bayangin kamu kemarin berduaan sama dia!" Ingin rasanya merengkuh tubuh wanitanya. Namun, ia mengurungkan niat, tangannya hanya mencuil hidung pesek Arum. "Kak, kemarin Kak Bayu sama Alia kok. Nggak sendirian ketemu sama Renata. Maaf, ya Kak." Alia mengambil posisi duduk di samping Arum. "Maaf juga aku nggak tahu kalau dia begitu. Sekali lagi minta maaf. " "Iya, Alia." Senyum semringah dari bibir Alia. Gadis itu memeluk erat calon kakak iparnya.Rudi menghampiri mereka. “Saya ak

  • Ambil Saja Suamiku   Kejutan

    Semenjak pertengkaran kemarin, Bayu merasa tidak enak hati. Kenapa ia begitu cemburu pada Arum. Ia menyalahkan dirinya, kenapa harus cemburu buta? Gegas dirinya turun ke bawah. Kali ini dia pulang ke rumah orang tuanya untuk meminta izin untuk melamar dan menikahi Arum.“Tumben kamu ingat dengan rumah ini?” Cibiran penuh penekanan dari Maria, ibu sambungnya. Lalu, berderet pertanyaan darinya.Ia menghembuskan napas berat. “Aku mau menikah.”“Serius, Kak?” Semua aktivitas yang berada di meja makan mendadak terhenti.Mereka serius menatap wajah Bayu yang malah terlihat santai. Alia, adik tiri Bayu bangkit dan menghampiri sang Kakak.“Ka, serius?”“Apa aku kelihatan bercanda?”“Syukurlah, Kakakku ini normal.”“Aish.” Bayu menoyor kepala Alia sampai ia mengaduh.“Sudah, kalian tidak ada behentinya kalau sudah bertemu.”“Siapa dia?” Pria berambut memutih itu kini mengeluarkan suaranya. Sedari tadi ia hanya diam memerhatikan.“Dia seorang wanita yang sangat aku cintai. Enam tahun aku menant

  • Ambil Saja Suamiku   Perih

    Ada perih yang menjalar di dada. Ia mencoba meraup oksigen, tapi sepertinya sangat sulit. Embun itu sudah mengalir membasahi pipi, entah mengapa Arum merasakan begitu sakit kali ini. Tidak seperti biasanya, ia tak pernah menyesal menolak ayah dari anak-anaknya.“Aku juga sakit, Mas. Semoga, Mas, kembali menemukan wanita yang bisa membuat Mas nyaman. Maaf untuk kali ini, aku sudah memutuskan menikah dengan Bayu.” Ia menjeda ucapannya. Tak sanggup untuk meneruskannya, isak tangis masih membuatnya sulit untuk berbicara.“Mas sadar, Rum. Kamu berhak bahagia, Mas sudah ikhlas. Hanya saja, Mas mencoba siapa tahu Arum berubah pikiran. Kita bisa membesarkan mereka bersama-sama. Maafkan, Mas, ya,” ujar pria itu sembari mengusap pucuk kepala Arum.Bukan hanya Arum yang merasakan sesak di dada. Pria itu yang lebih merasakan betapa nelangsanya dia. Begitu bodohnya melepas kebahagiaan yang dulu ia punya. Kini ia hanya menatap orang yang ia sayang dan mengikhlaskannya untuk bahagia dengan pria lain

  • Ambil Saja Suamiku   Sesak

    “benar nggak bisa datang acara ulang tahun Kaila nanti, Bay?” Arum bertanya pada Bayu lewat sambungan telepon. Wajah wanita yang kini terlihat masam itu mencoba berbicara setenang mungkin.“Iya, Rum. Maaf, ya, soalnya Pak Arga ngajak ketemuan ngomongin masalah kasusnya hari ini jam empat sore, belum lagi temennya adikku minta bantuan juga?”jawab pria itu kemudian.Arum menghela napas. “Nanti dia ngambek kalau kamu nggak hadir.”“Iya, kalau sudah selesai aku langsung kesana. Tapi nggak bisa jemput kamu dulu.”“Iya, aku tahu. Cikarang ke Jakarta, ‘kan jauh.” Kembali Arum menjawab. Namun, orang yang ditelepon di seberang sana tidak tahu jika wanita yang diteleponnya sudah mengerucutkan bibir dan memasang wajah masam.“Aku mau sarapan dulu, ya. Kamu jangan lupa makan siang.”“Iya.” Langsung saja ia menutup saluran telepon, kemudian kembali menatap layar laptop.Aroma kopi menyeruak di ruangan, Arum menatap Rani, wanita yang membawa kopi ke ruangannya. Rani menaruh di meja Arum dan mempers

  • Ambil Saja Suamiku   Cemburu

    "Mba Arum?" tanya salah satu karyawan perusahaan yang ia datangi hari ini. Sebuah perusahaan besar yang baru saja berkembang dan pertama kali bekerja sama dengan kantor akuntan publik milik Dani. Bos-nya menemani Arum sekalain ingin tahu bagaimana perkembangan kerja sama yang baru saja berlangsung ini. "Iya." "Bapak dan Ibu, ikut dengan saya," ajak pria berkacamata tebal dihadapannya. Mereka mengikuti langkah pria itu. Perusahaa yang tergolong baru ini lumayan sangat besar. Ruangan yang tidak sempit memudahkan mereka berlalu lalang. "Pak Dani, Bu Arum. Selamat datang," ucap pria bertubuh tambun dengan uban yang sudah memenuhi rambutnya. "Terima kasih, Pak Rudi. Ini Arum auditor terbaik saya. Dia yang akan menangani masalah audit di kantor ini. Saya hanya hari ini menemani dia, selanjutnya ia akan datang bersama partner." "Baik, sebentar saya perkenalkan dengan manajer keuangan kami." Pria itu menelepon sesorang dan tidak lama orang tersebut sudah berada di ruangan. "Bapak mangg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status