Share

Ambil Saja Suamiku
Ambil Saja Suamiku
Penulis: Chew vha

Sebuah Pengkhianatan

“Siapa dia, Mas?” tanya wanita berbalut gamis dengan tubuh gempal pada pria di hadapannya. Dengan berlinang air mata netra tak henti menatap wanita yang mengapit lengan Surya, ayah dari kedua anaknya.

“Dia Renata, istri keduaku.” Surya dengan bangga mengenalkan Renata pada Arum, istri pertamanya. Wanita muda itu tersenyum simpul menatap Arum yang terus mengalirkan bulir bening yang tak henti di pelupuk mata.

Arum kini menangisi kehadiran orang ketiga dalam pernikahan yang terjalin selama enam tahun itu. Bening bulir tak hentinya mengalir deras, sesak pun menjalar di tubuh wanita gempal itu. Kembali ia menatap madunya dengan sorot mata tajam ingin rasa membunuh makhluk itu.

“Tega kamu, Mas!” teriak Arum histeris. Ia memukul-mukul tubuh Surya suaminya. Pria berkulit hitam manis itu memang sangat gagah dan tampan walau kulitnya tidak putih seperti orang Korea. Namun, dia terlihat sangat mempesona bagi siapa saja yang melihatnya.

“Dia sudah menjadi madumu. Setuju atau tidak, itu sudah terjadi,” ucap Surya membuat wanita muda yang menjadi madu Arum semakin merasa besar kepala.

“Kenapa kamu tidak bicarakan denganku?”

“Untuk apa? Toh, kamu juga tidak akan pernah setuju. Biar kami istirahat, pergilah masak. Siapkan makanan enak untuk tamu kita. Kalau tidak pesan saja lewat online.” Tidak menjawab apa yang diperintah oleh Surya, Arum malah kembali memaki Renata.

“Dasar pelakor!” Kembali Arum berteriak histeris pada wanita yang dibawa suaminya malam ini. Dia tidak memedulikan Arum, hanya senyum kemenangan yang terlukis di bibir tipisnya.

“Aku bukan pelakor, sudah Mas Surya katakan kalau aku ini madumu, Mba. Aku sudah menikah dengan suamimu. Dasar, tidak bisa merawat diri. Makanya berdandan supaya suamimu betah di rumah dan tidak mencari yang lain.”

Arum mengepalkan tangan. Dengan napas memburu dia mendorong Renata hingga tersungkur. Surya langsung membantu Renata dan berbalik marah kemudian mendorong tubuh istri pertamanya dengan kasar.

“Madu atau pelakor sama saja! Perusak kebahagiaan seseorang. Kamu wanita tidak punya malu! Lihat saja karma pasti akan datang pada kalian berdua.”

Arum menangis sejadi-jadinya. Sedangkan mereka melangkah dengan senang memasuki kamar yang biasa digunakannya. Sedih dan hancur, itu perasaan yang dirasakan wanita itu. Tiba-tiba saja kebahagiaan yang dia rasakan selama ini runtuh. Rumah tangga diambang kehancuran.

Dia terduduk sambil menangisi takdir. Ucapan dari sang madu terasa sangat menyakitkan bagaikan teriris pisau. Bagaimana bisa dia tampi cantik, sedangkan dia sibuk mengurus kedua anaknya dan rumah yang selalu berantakan oleh anak-anak. Bahkan sampai lupa memoles diri. Seperti melihat sinetron ikan terbang dan kini terjadi pada dirinya sendiri. Dalam sekejap, kedatangan Renata sudah mengubah hidupnya. Dia terpuruk dalam sebuah kesedihan yang teramat dalam. Suaminya berbagi cinta, akan tetapi tidak bisa berlaku adil. Dalam beberapa bulan ini saja, dia mengurangi jatah bulan untuk masak dan kebutuhan sehari-hari.

**

“Arum!” Surya berteriak dari dapur memanggilnya.

Bergegas ia menemui Surya, lalu menutup pintu kamar agar anak-anak tidak mendengarkan hal yang seharusnya tidak mereka dengar.

“Ada apa, Mas?”

“Mana makanan untuk kami?”

“Aku tidak punya uang lagi untuk memasak. Uang bulan ini belum kamu kasihkan, Mas.”

Surya murka dan menarik kasar lengan Arum. “Seharusnya kamu pinter jadi istri, gimana caranya supaya bisa menyediakan aku makan. Kamu bodoh apa?” Seketika jantungnya berdegup sangat kencang. Perkataan yang sangat kasar membuat hatinya perih bagaikan teririris pisau. Wanita di sampinya kembali mengapit lengan Surya dan bergelayut manja.

“Sudahlah, Mas. Sudah tidak bisa berdanda, bodoh pula. Untung Mas Surya menikahi aku yang lebih segalanya dari kamu,” tutur Renata.

Renata sangat lancang berbicara. Kali ini Arum hanya bisa menahan pedih saat harga dirinya mereka injak-injak.

“Mas, tega, kamu!”

Tanpa memedulikan Arum, Surya merangkul Renata keluar rumah. Arum terdiam menatap kedua punggung itu hingga lenyap dari pandangan. Tubuhnya luruh ke lantai dan kembali menangis tergugu. Tangannya hanya bisa meremas daster lusuh yang ia kenakan.

Apa salahku, ya Allah? Hingga datang cobaan seperti ini.

Setelah puas memaki istri pertamanya, ia berlalu begitu saja. Pria itu akan menghabiskan waktu bersama madunya. Layaknya pasangan baru, mereka sedang hangat-hangatnya.

**

Suasana temaram kamar itu membuat dua pasang sejoli menikmati malam indah bersama. Hingga pagi Surya masih terlelap, harusnya hari ini dia pulang ke rumah Arum. Namun, berbagai cara Renata lakukan untuk mencegah Surya pulang pada istri pertamanya. Dari mulai bermanja-manja hingga terus memberikan pelayanan yang menggiurkan.

Sebuah dering pesan masuk dari ponsel Surya membuat wanita bergaun tipis di sampingnya mengambil untuk membaca.

Arum :

Mas, sudah dua hari kamu tidak pulang. Anak anak menayakanmu, bisa kamu pulang sebentar?

Renata tersenyum tipis, ia mengambil ponsel dan mengarahkan kamera pada Surya yang masih terlelap tidur. Dikirimkan foto pria itu pada istri pertamanya.

Mas Surya :

Lihat, Mas Surya masih terlelap Mbak. Sepertinya dia akan tinggal beberapa hari lagi

Pesan terkirim dan tanda ceklis dua sudah terbaca terlihat jelas.

Pasti dia sedang menangis meratapi nasibnya.

Dengan cekatan ia menghapus semua pesan masuk dan pesan terkirim yang ia kirim pada istri pertama suaminya. Lalu menaruh kembali ponsel Surya di nakas samping tempat tidur. Menikmati hidup mejadi istri muda sangat dinikmati Renata. Mulai dari uang yang selalu diberikan Surya bahkan liburan ke luar negeri yang dulu hanya angan kini menjadi nyata.

"Sayang," panggil Surya. Renata menghampiri suaminya, dengan manja dan baju tidur tipis yang membuat Surya tak berkedip.

"Jam berapa?"

"Masih pagi, sekitar jam 08.00. Ada apa?"

"Sudah dua hari aku tidak pulang. Apa ada telepon atau sms dari Arum?" tanyanya.

"Nggak ada Mas, sudah Mas istirahat lagi. Mungkin ia sudah ikhlas, Mas, aku masih kangen, loh." Renata kembali merayu dengan mengerlingkan mata membuat Surya kembali merengkuh tubuh istri keduanya.

**

Arum meremas ponsel yang digenggamnya, tidak ingin menangis saat membaca pesan masuk yang dikirim Renata. Ia mencoba menahan semua. Ia bangkit dan beralih pada ruang tamu yang sudah seperti kapal pecah. Di mana-mana berserakan mainan Nanda dan Kaila. Ia mengaduh saat tak sengaja menginjak mainan milik mereka. Ia meringis kesakitan. Kaila mendekat saat melihat wajah Arum pucat.

             “Mama, kenapa?” tanya Kaila dengan bibir kecilnya.

             “Nggak apa-apa. Kaila kalau habis main dirapikan kembali, ya. Sudah sore, sebentar lagi Papa pulang.” Arum membungkuk sambil memunguti mainan Kiala. Sedangkan, putri kecilnya kembali memainkan boneka frozennya.

              Sudah berulang kali ia membereskan, tapi berulang kali pula anak-anak itu membuat berantakan lagi. Pekerjaan rumah itu memang tidak pernah habis. Arum menyeka keringat yang mengalir di dahi. Seperti biasa, ia sangat lelah setelah membersihkan lantai yang kotor. Kali ini dia menatap dompet yang isinya tinggal lima lembar lima ribuan.

              Seperti mimpi, semua kebahagiaan begitu saja hilang. Keromantisan, kata-kata cinta, bahkan bermesraan di ranjang saja sudah tidak pernah suaminya lakukan. Kembali ia menyeka air mata yang tumpah di pipi.

Apa salahku? Apa karena menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang buruk? Atau karena sebuah daster lusuh yang adem jika dipergunakan?

            Wanita itu geram saat mengingat hinaan yang dilontarkan Surya di depan penggoda itu. Seakan ia tidak berarti apa pun untuk suaminya. Istri yang melayani dengan sepenuh hati tak pernah dianggap. Hanya ada nafsu sesaat yang kelak akan membuat pria itu menyesal.

“Ma, Nanda kok nggak pernah dibelikan mainan lagi?” tanya Nanda, anaknya yang berusia lima tahun itu berhasil membangunkan Arum dari lamunannya.

Ia menyeka air mata hingga tidak terlihat oleh Nanda. Arum mengelus pucuk rambut Nanda. Rasanya tidak kuat menahan pedih melihat dia meminta sesuatu, tapi tidak bisa ia berikan.

“Loh, mainan Nanda, kan sudah banyak. Lupa, ya?” Arumi mencoba mengalihkan pembicaraan agar Nanda melupakan pertanyaan yang dia lontarkan.

“Tapi, Ma. Nanda mau mainan yang baru,” ucap anak polos itu.

Bergetar hati Arum, ingin sekali ia keluar dari permasalahan ini. Namun, takdir berkata lain. Arum wanita lemah yang mencoba kuat untuk menghadapi semua permasalahan terutama masalah poligami ini.

“Iya nanti kalau Mama punya uang, ya, sayang.”

Anak itu mengangguk, lalu kembali bermain dengan maninannya.

**

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
salah mu adalah krn kau dungu,tolol dan g berguna arum. kemampuanmu cuma menangis dan menadahkan telapak tangan. kau g lebih seperti sampah bagi syami yg kau punya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status