Share

Jangan Ambil Anakku

Sedangkan Surya merasa dirinya sudah benar. Ia berhasil menyingkirkan Arum, istri yang jelek. Senyum tipis menghias bibir. Segera ia mengambil ponsel dan siap ber-video call dengan Renata. Wajah cantik itu kini menghiasi layar ponsel miliknya.

"Lagi apa, sayang?" tanya Surya pelan.

"Lagi kangen, nih sama kamu, Mas."

Wajah Surya memerah mendengar penuturan Wanita berwajah merona itu. Ia tak sabar ingin memeluk wanita yang menjadi istri keduanya. Senyum Renata sangat menggoda. Belum lagi baju tidur yang dia kenakan, buah dada yang menggiurkan membuat dirinya kembali menelan saliva. Bergegas ia pergi ke sana untuk menuntaskan hasrat.

Pria itu tidak memedulikan anak dan istrinya yang tengah malam ia usir dari rumah. Ia hanya memikirkan nafsu semata saja. Pria itu tidak berpikir panjang dengan apa yang ia perbuat. Yang ada dipikirannya adalah keindahan semata. Suatu saat penyesalan bisa saja hinggap di hidupnya dan bila saat itu terjadi mungkin ia sudah tidak bisa mengubah semua menjadi seperti semula.

**

Berbeda dengan Arum, ia kini mencoba bangkit dari keterpurukannya selama setengah setahun di poligami oleh Surya. Ia mencoba untuk melupakan setiap rasa sakit yang di terima.

Arum melangkah ragu saat sampai di depan rumah kedua orang tuanya. Ia tidak ingin mereka cemas dengan permasalahan yang sedang ia hadapi. Namun, ia tidak punya tempat lian untuk berteduh.

"Keputusan yang bagus, Nak. Ayah sangat setuju dengan keputusan kamu meminta cerai dari Surya. Pria brengsek seperti dia, tidak pantas kamu pertahankan," ujar pria berambut putih itu.

"Iyah, Yah. Arum sangat butuh dukungan dari Ayah dan Ibu. Doakan Arum lebih kuat, Yah," tutur Arum.

Kaila sudah tertidur lelap. Sedangkan Nanda masih bermain dengan mainannya. Rumah minimalis dengan cat berwarna cokelat itu kini terlihat lebih ramai dengan hadirnya kedua anak Arum.

"Istirahat, Rum. Kasihan anak-anakmu," kata ibunya.

"Iya, Bu."

Arum bersama kedua anaknya menempati kembali kamar yang dulu ia tempati. Ruangan yang penuh dengan kenangan indah. Kini ia lega sudah lepas dari Surya. Perlahan ia menghempaskan tubuh di kasur dan mencoba memejamkan mata. Jiwanya lelah menghadapi hari yang penuh dengan ujian hidup. Ia akan naik level jika mampu menghadapi semua dengan kuat.

**

Sepertiga malam, Arum memanjatkan doa pada Allah. Tidak banyak yang ia minta, hanya berharap bisa emncukupi kehidupan kedua anaknya. Air mata deras mengalir di pipi, harta bisa begitu cepat membutakan sesorang.

"Aku tidak meminta dia kembali. Aku hanya meminta rezeki untuk anak-anakku."

Ia sadar, ia jauh dari kata sempurna sebagai seorang istri. Namun, jika Surya memperlakukannya dengan baik, mungkin semua tidak akan terjadi. suaminya tidak memedulikan tentang hal itu. Bahkan sepertinya dia sudah dibutakan cinta Renata. Berulang kali dia menghina Arum. Sampai dia lupa kalau mereka dulu saling mencinta.

Selesai shalat dia duduk di tepi ranjang, memerhatikan wajah kedua malaikat kecilnya. Tidak banyak yang ia ingin, cukup bersama mereka saja sudah membuat bahagia. Perlahan Arum mulai terlelap. Beban hidup yang selama ini ia tahan akhirnya bisa dilepaskan.

Enam tahun lalu Surya melamar Arum menjadi pendamping hidupnya. Parasnya yang cantik, membuat pria itu tergila-gila. Walau sempat tidak disetujui oleh Ibu Surya, akan tetapi akhirnya mereka bisa bersatu.

Keharmonisan masih terjaga sampai kelahiran anak kedua. Namun, setelah itu sifat Surya mulai berubah. Arum, istri yang penurut dan sangat menghormati sang suami hanya bisa pasrah saat ia mulai direndahkan. Kata demi kata terlontar sangat menyakitkan untuknya. Lagi, ia hanya diam tak melawan.

**

Sekilas Arum hanya menatap Ponsel yang sedari tadi bergetar. Nampak nama ibu mertua terpajang di layar. Ia tak bergeming untuk menjawabnya. Pastilah dia akan menanyakan di mana mereka sekarang. Benar saja tidak lama sebuah pesan masuk dari Naina, ibu mertuanya.

           Ibu :

           Kemana kamu, Rum?

           Ia kembali melempar ponsel. Habis sudab kesabaran menghadapi Surya, ia enggan berbicara dan mungkin ingin menangkan diri. Namun, mertuanya pasti tidak akan tinggal diam dan akan mencarinya.

           “Ma, mainan Kakak ketinggalan di rumah. Telepon Papa minta anterin dong, Ma,” pinta Nanda pada mamanya.

            “Iya, sayang nanti Malam telepon Papa, ya.” Arum menghela napas. Ia tidak tahu bagaimana nanti menjelaskan tentang perpisahan mereka.

            Nanda kembali bermain bersama Kaila. Benar saja tidak lama ibu mertuanya sudah berada di ambang pintu.

"Nenek!" teriak Nanda sambil berhamburan kepelukan sang nenek, ibu dari Surya.

Naina, mertua Arum, dia langsung menggendong Nanda dan beberapa kali menciumi cucu laki-lakinya. Janda kaya itu Langsung menatap sinis Arum. Ia meletakkan tas mahalnya di meja lalu menurunkan Nanda dari gendongan.

Wanita tua itu melipat kedua tangan di dada. Sambil mendelik kesal, ia mulai menggerutu dengan kondisi rumah besannya. Namun, saat ia datang kedua orang tua Arum sedang tidak ada. Mereka sedang berjualan sayur di pasar. Perasaan tidak nyaman dan ingin cepat-cepat keluar dari ruang itu.

"Pantas saja, Ibu ke rumah tidak ada yang membukakan pintu. Sejak kapan kamu di sini? Kamu tahu, kan Ibu tidak suka cucu-cucu Ibu menginap di sini. Rumah kumuh seperti ini akan membuat mereka sakit. Kamu ngerti, kan lembab?" Seperti biasa janda kaya itu selalu mencerca keluarga Arum.

Arum menggigit bibir bawah, tangannya mengepal kencang. Entah harus bagaimana menghadapi lidah sang mertua. Wanita tua itu sangat pintar berbicara. Apalagi masalah kebersihan dan kesehatan. Saat masih bersama Surya, dia paling sering datang membawakan buah-buahan dan makanan sehat untuk Nanda dan Kaila. Dengan alasan tidak ingin cucunya kekurangan gizi.

"Arum! Kamu nggak denger Ibu bertanya?" Kembali mertuanya mengulang pertanyaan. "Sejak kapan kamu di sini?"

"Sejak semalam Mas Surya mengusir aku, Bu," jawab Arum membuat mata sang mertua menyipit.

"Dia mengusirmu? Buat ulah apa kamu sampai dia mengusirmu?" tanya Naina heran.

"Aku meminta cerai darinya."

Bola mata wanita tua itu hampir saja keluar mendengar penuturan menantunya. Dia menarik napas panjang, mertua Arum itu kembali meradang mendengar penuturan tegas dan berani wanita itu meminta cerai pada Surya, anaknya.

"Dasar wanita nggak tahu diuntung. Masih syukur anak saya mau menikah dengan gadis miskin macam kamu. Di mana pikiranmu, sampai kamu meminta cerai dari Surya," umpat Naina. Begitu pedih hatinya mendengar setiap perkataan sang mertua. Lidah mertua Arum itu sedari dulu memang sangat tajam.

"Mas Surya menikah lagi, Bu. Dengan sengaja dia membawa wanita itu ke rumah. Hati wanita mana yang tidak sakit," ucap Arum dengan terisak.

"Menikah lagi?" tanya mertuanya tak percaya. Ia menatap penuh tanya tanya.

Arum terduduk lesu, tangannya mencengkram ujung kursi. Air mata kembali menetes mengingat penghinaan dari Surya, suaminya. Rasa getir menyelimuti hati wanita yang kini mencoba kuat, akan tetapi tetap saja jika mengingat akan terasa sakit lagi.

"Mas Surya bilang dia sudah mati rasa padaku. Dia selalu marah dan memaki aku lalu membandingkan dengan selingkuhannya, Bu," tutur Arum dengan isak tangis.

"Daster lusuh dan muka penuh minyak yang jadi permasalahan kalian?" Tebakan ibu mertua Arum sangat tepat.

Beberapa waktu lalu memang Surya mengeluhkan penampilan Arum pada wanita tua itu. Ia merasa tidak bergairah saat berdekatan dengan Arum. Istrinya tidak pernah bersolek saat ia pulang ke rumah. Naina menggeleng, dia tahu permasalahan yang sedang di hadapi mereka.

Namun, ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Sudah menjadi keputusan Surya, akan tetapi dia pasti mengambil keputusan terburu-buru saat itu.

"Kamu itu ngeyel. Sudah Ibu bilang berdandan di rumah. Jangan menggunakan daster lusuh. Nggak denger nasihat orang tua, sih. Sudah begini, suami yang disalahkan!" Bukannya memberi solusi, wanita tua itu malah menyalahkan menantunya.

"Tapi, Bu. Mas Surya hanya memberikan uang belanja setengah dari biasanya. Tidak cukup untuk membeli macam-macam. Di rumah juga aku sibuk mengurus anak dan memasak." Arum mencoba membela diri.

"Alah, alasan! Ibu tidak mau tahu, anak-anak ibu bawa. Terserah kalian mau cerai atau tidak. Yang penting Nanda dan Kalila ibu bawa!" Nyaring suaranya hingga membuat Arum terhenyak.

Tanpa menunggu persetujuan Arum, wanita tua itu langsung mengambil Kaila yang sedang tertidur pulas digendongan dan menggandeng Nanda. Arum berusaha menarik kedua anaknya, terjadilah tarik menarik. Kaila menangis histeris saat terbangun. Supir wanita tua itu mencegah dan mendorong Arum kemudian dia kembali mengambil lKaila. Segera ibu mertuanya menaiki dan menutup pintu mobil. Nanda pun terlihat ingin menangis saat nenek mereka membawa ke mobil.

"Buka, Bu! Jangan bawa anak-anak saya. Bu, Buka!" teriak Arum sambil menggedor kaca mobil mewah itu.

Arum terus berteriak sambil menggedor pintu mobil. Namun, kendaraan itu sudah melaju kencang. Ia histeris seketika berlari mengejar mobil itu tanpa memedulikan kakinya yang tak beralaskan sendal.

"Nanda! Kaila! Bu, jangan bawa anak saya!" Tubuhnya terjatuh di aspal, luka dan cairan merah mengalir.

Dia tertunduk lesu di jalan yang masih berlalu lalang kendaraan. Beberapa orang mulai memerhatikan Arum. Dia menjerit dan histeris, tidak memedulikan jika dia jadi tontonan warga.

"Nak, bangun," ucap seorang ibu berbaju merah yang datang membantunya.

Tangisnya semakin kencang saat teringat akan susah bertemu dengan kedua buah hatinya. Ibu itu membantu Arum bangkit, dan mencoba membuat ia tenang. Saat melintas, Bu Basuki, tetangganya turut mengantar pulang ke rumah.

Sesampai di rumah, Bu Basuki mengambilkan air untuk Arum. ia sedih melihat kondisi tetangganya itu. Wanita paruh baya itu menyodorkan gelas berisi air putih untuk diminum agar dia tenang.

"Minum, dulu, Rum biar kamu tenang."

Arum meminum air pemberian Bu Basuki. Ia masih menangis tergugu, mengingat kedua anaknya. Luka di lutut pun tak dirasakan wanita lemah itu. Gamis yang digunakan sedikit bolong akibat terjatuh. Arum hancur, harapan bersama anak-anaknya kini kandas. Andai bisa dia menghentikan laju mobil, pasti dia tidak nelangsa seperti ini.

**

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar mertuanya juga jahat anaknya salah masih dibela
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status