Home / Romansa / Ambil Saja Suamiku / 20. Sentuhan Pertama (2)

Share

20. Sentuhan Pertama (2)

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-04-24 20:40:15

“Geser!” titah Sherin sambil mendorong tubuh Irwan menjauh.

“Biarin aja mbak, paling minta sumbangan.” Wajah Irwan kembali mendekat, tapi tangan Sherin menahannya.

“Dilihat dulu, mana tahu itu Ibu atau siapa. Aku nggak mau digerebek warga,” ucap Sherin lirih.

Irwan beranjak dengan malas. Berdecak sambil merapikan pakaiannya dan menyadari bagian bawah tubuhnya sudah menegang dan menonjol.

“Ganggu aja,” keluhnya lalu menuju pintu. Sebelum membuka, ia menggeser gorden mengecek siapa yang datang.

Pagar rumah itu agak tinggi, terlihat kepala Pak RT dan salah satu warga. Masih berdiri di depan pagar dan terus memanggil Irwan. Menoleh ke arah ruang tengah memastikan Sherin sudah beranjak dari sana.

“Eh, pak RT,” ujar Irwan saat membuka pintu dan berjalan cepat menuju pagar.

“Pada kemana ini, sepi banget?”

“Ketiduran saya, tadi dari rumah Mama. Luna kayaknya ke toko,” jawab Irwan dan mempersilahkan kedua tamu itu masuk.

Duduk di kursi beranda, Irwan berusaha menyembunyikan bagian bawah tubuh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku   37. Sakitnya Ibu

    “Tidak suka tempatnya?” tanya Sadam karena Luna bergeming setelah memasuki restoran.“Ah, suka, pak. Suka sekali,” sahut Luna tersenyum kikuk.Bukan masalah tempat yang membuatnya risau, justru karena di rumah. Irwan mengabari dia sedang di luar dan Sherin ada keperluan. Beni di titip ke tetangga, artinya ibu sendirian.“Ayo,” ajak Sadam mengikuti pelayan yang mengarahkan meja untuk mereka.“Terima kasih,” ucap Luna saat pelayan menarik kursi untuknya. Menerima buku menu dan membuka lembar demi lembar, pikirannya benar-benar tidak di rumah.“Kami pesan nanti,” ujar Sadam menyadari wanita itu tidak fokus. “Luna,” panggilnya.“Iya.”“Ada masalah?” tanya Sadam.“Hm, tidak ada.” Luna menjawab sambil menggeleng pelan.“Kalau kamu tidak nyaman, kita bisa keluar lagi dan ….”“Tidak, pak. Bukan itu.” Luna bahkan menahan Sadam yang akan berdiri dengan menyentuh telapak tangannya. “Saya hanya tidak enak kalau ada yang melihat kita dan menduga kalau ….”“Jangan khawatir dan jangan pikirkan hal y

  • Ambil Saja Suamiku   36. Tak Bisa Menolak

    Irwan bukan sakit, tapi ia baru tidur menjelang subuh. Menghabiskan waktu mereguk kembali nikmat bercinta dengan kakak iparnya. Bukan dia yang minta, tapi Sherin yang menggoda. Saat Luna ingin menunaikan kewajiban, malah ditolak karena tidak berhasrat.Sama halnya dengan Sherin, mengeluh tidak bisa tidur. Saat Bik Ela datang ia sedang terlelap di sofa.“Neng Sherin Sakit?”Sherin menguap dan meregangkan otot tubuhnya. “Semalam nggak bisa tidur Bik.”“Oh, pasti jagain ibu ya?”“Nggak juga, emang nggak bisa tidur aja. Ibu masih di kamar ya?”“Saya baru datang.” Bik Ela langsung ke ruang binatu untuk mencuci pakaian kotor yang menumpuk karena sudah dua hari tidak ada yang mengurus. Mendapati motor Irwan masih terparkir, artinya pria itu masih di rumah.“Neng, ada pakaian kotor nggak? Bawa sekalian, biar bibi cuci.”“Nggak ada, udah saya tumpuk di situ. Nggak tahu kalau Luna, kemarin dia baru pulang,” sahut Sherin saat melewati ruang binatu.Sherin menuju kamar LUna, mengetuk pintunya. Ti

  • Ambil Saja Suamiku   35. Gimana Dong

    Menyentuh dahi Irwan, terasa agak hangat. Sejak tadi Luna membangunkan, tapi tidak ada pergerakan. Hanya bergumam tidak jelas.“Mas, aku mau berangkat,” ujar Luna sambil menepuk pelan pipi suaminya.“Hem. Sendiri aja, aku capek. Nggak enak badan,” jawab Irwan lalu mengeratkan pelukan pada guling.“Kalau udah enakan bangun ya, sarapannya sudah aku siapkan. Kalau mau hangat, di microwave aja.”Lagi-lagi Irwan menjawab dengan gumaman. Nyatanya bukan hanya Irwan saja yang kurang sehat, Ibu pun tidak berangkat ke toko seperti biasa. Makan malam saja diantar ke kamar dan pagi ini hanya keluar untuk sarapan lalu balik ke kamar.“Mbak, kenapa?” tanya Luna melihat Sherin menguap dengan wajah kusut.“Semalam, nggak bisa tidur. Baru bisa merem tadi subuh.”“Beni sudah jalan?” tanya Luna lagi, ia mengambil tumbler dan mengisi dengan air dingin.“Sudah, barusan aja.”“Ibu kayaknya harus dibawa ke dokter, tapi nggak mau. Nanti malam kalau masih begitu aja, kita bawa ke dokter ya mbak.”“Hm.” Sherin

  • Ambil Saja Suamiku   34. Mau Kamu

    “Besok … bisa, pak,” jawab Luna.Hanya makan malam, tidak ada alasan untuk menolak. Apalagi sampai berbohong, toh Sadam sangat profesional. Tidak ada ucapan atau sikap pria itu yang membuat tidak nyaman. Meski Luna pernah mendengar ada saja atasan yang bersikap kurang ajar pada staf wanita, tidak terlihat pada diri Sadam.“Oke, sampai ketemu besok.”Luna tersenyum dan mengangguk. Tidak langsung beranjak, ia menunggu sampai mobil yang dikendarai Sadam perlahan menjauh dan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya.Jarak ke rumah sudah dekat, ia tidak menghubungi Irwan untuk menjemput. Berjalan sambil menyeret koper.“Luna, lo dari mana bawa koper?”“Tugas luar kota mpok,” jawab Luna.“Oh. Hebat ya kerja lo, tapi si Irwan gimana? Udah kerja dia?”“Belum, masih cari. Belum ada yang cocok,” sahut Luna lagi. Wanita paruh baya itu, tetangga Luna berpapasan saat akan ke warung. Baru beberapa langkah, tapi sudah ada yang memanggilnya lagi. Ternyata Sani, tetangganya juga.“Gimana Lun, yan

  • Ambil Saja Suamiku   33. Besok ....

    “Kalau punya Luna, aku nggak mau. Nanti dipikir aku mencuri.” Sherin mengembalikan gelang ke tangan Irwan.“Ini dibeli pakai uangku, sama aja ini punya aku. Luna Cuma tahu ngabisin uang doang.” Irwan kembali menyerahkan gelang ke tangan Sherin. Ia menuju toilet untuk membersihkan diri.“Serius buat aku?” tanya Sherin agak berteriak.“Hm. Nanti suratnya aku cari. Kamu bisa langsung jual,” tutur Irwan dari dalam toilet.“Makasih ya,” seru Sherin. Wajahnya sumringah, masih memperhatikan gelang emas berbentuk rantai dengan liontin berbentuk hati dan permata pink.Pintu toilet terbuka kembali. “Aku bisa kasih lagi, tapi ….” Irwan mengerlingkan matanya.“Gampanglah itu, bisa diatur.”Sherin meninggalkan kamar Luna menuju kamarnya.“Laku berapa ya, kayaknya nyampe sepuluh gram. Lumayan buat beli hp baru.” Sherin terkekeh sendiri. “Gampang juga morotin Irwan. Luna bego, siap-siap aja lo jadi kere. Capek kerja seharian, dapatnya apa.”Sherin dan Irwan pandai menyembunyikan hubungan mereka. Men

  • Ambil Saja Suamiku   32. Belum Ada Judul

    Gila, kata itu yang muncul dalam benak Irwan. Tepat ditujukan untuk hubungannya dengan Sherin. Atau nafsu mereka yang gila. Seakan lupa daratan, ia terus menyetu_buhi Sherin. Tidak ada rasa bersalah apalagi keraguan.Cinta, entahlah. Irwan sangat mencintai Luna. Ia merasa akhir-akhir ini komunikasi mereka buruk lalu salah paham dan sosok Sherin seakan membuatnya lupa bagaimana perjuangan mendapatkan Luna serta rasa cinta yang ada.Yang jelas, saat ini Irwan merasakan surga yang berbeda. Desahan dari mulut Sherin membuatnya semakin bersemangat untuk terus mengayun tubuhnya. Tidak ingin penyatuan diri itu berlalu cepat, ia kembali mengkonsumsi obat kuat.“Ir-wan ….”Senyum Irwan merekah karena Sherin terlihat akan mendapatkan puncaknya yang kedua, sedangkan dia sepertinya masih jauh.“Wan ….” Tubuh Sherin mengejang, tangannya mencengkram lengan Irwan. Bukannya berhenti, Irwan malah semakin mempercepat gerakannya membuat wanita itu semakin tersiksa dengan kenikmatan.Desahan yang keluar

  • Ambil Saja Suamiku   31. Makin Seksi

    Hujan lebat diiringi kilat dan petir, Sadam pun kembali ke dalam kamar menutup pintu rapat agar cipratan dan tampias dari hujan masuk ke kamar. ada dua single bed dalam kamar. sofa yang tidak terlalu besar juga meja.Masih ada waktu sebelum acara dimulai lagi, Sadam menempati sofa dan membuka ponsel. Sesekali ada kilatan cahaya dan gemuruh. Belum ada tanda hujan akan reda. Pintu toilet terbuka, Sadam melirik sekilas. Luna keluar dari sana sudah berpakaian.‘Aku mikir apa sih, mana mungkin dia keluar dari sana bug1l,’ batin Sadam.Masih fokus pada ponsel karena canggung, berdua di dalam kamar bersama lawan jenis. Apalagi diantara mereka tidak ada hubungan spesial. Melihat dari sudut mata, Luna sedang menggunakan make up di cermin yang tertempel di dinding tepat di sebelah lemari.“Loh, hujan ya.” Rupanya Luna baru menyadari kalau di luar hujan lebat. Ia berjalan menuju pintu dan membuka sedikit.“Sengaja saya tutup, takut air masuk.”Gegas Luna menutup lagi pintu kamar. “Hujannya camp

  • Ambil Saja Suamiku   30. Karena Hujan

    Irwan memarkir motornya dan langsung menutup rapat pintu pagar. Memperhatikan sekeliling rumah, memastikan tidak ada yang mengawasi dan melihat dia pulang. Lumayan lama berada di warung sambil merokok, sampai akhirnya Sherin menelpon kalau Ibu sudah berangkat.“Kamu dari mana?” tanya Sherin saat Irwan masuk.“Nunggu di warung, ayo aku udah nggak sabar nih.” Irwan langsung memeluk Sherin, tapi ditahan dengan tangan. “Kenapa lagi?”“Pintu tutup dulu, terus mau gituan di mana?” tanya Sherin.Irwan menatap pintu rumah. “Aku tutup sebagian, tapi nggak rapat. Kalau dikunci malah bikin orang curiga.” Irwan pun menutup pintu, tapi tidak rapat. Memastikan tidak ada yang mencurigakan.Bahkan Irwan mengganjal pintu dengan box mainan Beni, pasti akan jatuh dan menimbulkan suara kalau pintu bergeser.“Di sini aja.” Irwan menunjuk sofa ruang tengah, tempat Ibu menonton tv. Ia langsung melepas kaos dan membuka resleting celananya.“Eh, tunggu dulu.”“Apa lagi?”Sherin mendekat dan meraba dada Irwan.

  • Ambil Saja Suamiku   29. Suasana Mendukung

    “Tante Luna,” teriak Beni. Bocah itu sedang bermain lego, di sofa ruang tamu. Sedangkan Sherin dan Ibu berada di ruang tengah, menonton tv. Mendengar teriakan Beni, kedua wanita beda usia itu menoleh ke arah pintu.Luna mengucap salam kemudian menghampiri dan mengusap kepala Beni dengan sayang.“Sudah belajar belum?” tanya Luna.“Sudah dong, aku ‘kan jagoan bisa mengerjakan soal dari ibu guru.”Mendengar Beni berceloteh, Luna terkekeh. Kalau bisa kerjakan soal, bukan jagoan, tapi anak cerdas.”“Iya, aku anak cerdas,” seru Beni lagi.Luna menghampiri ibunya lalu mencium tangan dengan takzim.“Nggak lembur?” tanya wanita yang sudah melahirkannya.“Nggak, bu.” Luna duduk di sofa yang sama denga Sherin, meski bersisian tapi tetap berjarak.“Udah makan belum? Biar aku panaskan lauk,” seru Sherin sedangkan pandangannya tetap tertuju pada televisi.“Sudah mbak.” Masih memikirkan ucapan Sani yang melihat Sherin dan Irwan keluar dari Guest House. Langsung bertanya rasanya tidak elok, apalagi d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status