Share

Bab 5 : Sentuhan Berakhir, Hukuman terjadi.

Satu jangkauan lagi ... 

Ceklek. 

Suara langkah kaki mendekat, sedangkan dua insan yang hampir saling menempelkan bibir itu masih terpaku dan belum saling menjauh. 

“Oalah, kalo misalnya gak tahan mending langsung ke hotel saja daripada di kamar mandi. Ganggu, ya.” Dengan santainya, seorang wanita dengan lipstik merah darah itu berbicara lebih tepatnya berkomentar. 

“Ekhem ... Ekhem.” Izzan langsung mendorong tubuh Mawar, ia pun berdehem. 

Mawar juga langsung merapikan rambut dan lipstik yang tercoreng pada pipinya. Wanita yang sedang mencuci tangan di sebelah mereka pun, terkekeh pelan. 

Izzan masih menghadap tembok tak mau melihat ke arah suara yang sudah membuat pikirannya waras kembali. 

“Ya, sebenarnya lanjut saja tidak apa-apa. Lumayan tontonan gratis. Haha ... Haha ...,” ucapnya kemudian tertawa di akhir kalimatnya, membuat Izzan dongkol dan Mawar menelan salivanya malu. 

Sepertinya wanita itu memiliki sifat yang berani, mungkin juga terlahir dari lingkungan keluarga yang di mana aktivitas tadi itu hal yang lumrah. Itu hanya tebakan dari Mawar saja, sebab sebagai salah satu karyawan wedding organizer tak jarang ia menemukan keluarga yang berkata tanpa disaring terlebih dahulu. 

“Oh, iya. Kalian ini sudah menikah atau hanya teman tidur saja?” tanyanya membuat Mawar menoleh dan melemahkan bahu atas segala hal yang diucapkan tante-tante itu. 

Masih tidak ada jawaban, meski begitu perkataan yang tidak pantas dibicarakan oleh orang asing kembali mendengung di telinga dua insan itu. 

“Cincin!” Wanita itu berseru, tatapannya langsung terarah ke tangan Mawar.

“Wah, tidak ada. Berarti kalian belum menikah ya?” Menganggukkan kepalanya. 

Lengan si lelaki sudah mengepal, Mawar pun berbalik meski masa bodo tapi ia tidak tahu jika Izzan sepertinya begitu terganggu. Mawar tersenyum tipis pada wanita itu, kemudian ia meraih tangan yang terkepal dan menyeretnya pergi. 

Izzan melototkan matanya, berani sekali perempuan ini memegang tangannya, menyeretnya juga? “Heh, lepas!” titahnya sambil menghempaskan pegangan Mawar. 

Mawar menghembuskan napas, ia pasrah jika akan dimarahi oleh lelaki yang tangannya ia seret untuk menjauhkannya dari amarah.

“Maaf, tapi marah tidak akan menyelesaikan masalah.” Mawar berkomentar membela diri, meski tahu tidak akan mengurungkan niat Izzan untuk mengeluarkan ledakan amarahnya.

 

“Apa? Kamu menyindir saya, hah?” Benar saja bukan, Lelaki itu pemarah dan tidak punya hati? 

Mawar diam.

Melihat santainya Mawar, tentu saja lelaki itu tidak suka dan semakin menganggapnya ejekan. Izzan pun menarik pergelangan tangan Mawar, tidak ada kelembutan di sentuhan tangannya. Hanya dingin dan membuat Mawar sedikit takut pada lelaki ini. 

“Duh, minta maaf deh iya. Le-pas,” ucapnya memundurkan ego agar bisa selamat dari segala penyiksaan yang mungkin akan Izzan lakukan seperti halnya di rumah sakit. 

Enak saja, luka yang ia torehkan saja belum kering. Untungnya, sang ayah tidak menyadari luka di punggung tangan yang ia tutupi dengan lengan bajunya. 

Izzan tidak peduli. Ia terus menyeret tangan itu, membuat Mawar kesusahan menyamai langkah yang begitu lebar.

Terlihat ia mengetik sesuatu sambil berjalan, Mawar tak habis pikir lelaki itu bisa mengetik pesan sambil berjalan.

Selesai dengan ponselnya, Izzan membelokkan arah langkah kakinya ke sebuah lorong yang gelap. Tentu saja hal itu membuat Mawar bergidik ngeri. Sederet pikiran negatif tentu saja bersarang dalam benaknya. 

Apa, ini akhir hidupnya?

Tidak bisa kah, ia meminta maaf terlebih dahulu pada sang ayah?

Dua pertanyaan, yang menjadi khawatir itu membuat Mawar merengek. “Aku mohon, jangan akhiri hidupku di tempat ini,” katanya mencoba bernegosiasi dengan Izzan. 

Izzan melepas pegangannya. Sebuah gudang yang sepertinya tidak terpakai, terlihat debu dan ruangan yang tidak memiliki penerangan. 

“Tenang saja, kamu tidak akan dibunuh. Hanya saja, kamu harus menginap di gudang ini satu malam.” 

“Apa? Nggak, jangan bercanda dong. Di sini itu gak ada penerangan apapun, terus kotor.” Mawar menentang dengan mata yang mengedarkan pandangan. 

“Ya bagus, hitung-hitung kamu sedang latihan dipenjara, ya kan?” Tangan lelaki itu bersedekap dada, wajahnya begitu bahagia melihat Mawar menderita. 

Mawar langsung memeluk lengan si lelaki kejam itu, ia harus keluar dengan Izzan dan mengurungkan niat lelaki itu untuk mengurungnya satu malam di tempat ini. 

Izzan terperanjat, langsung melototkan matanya seram tapi Mawar benar-benar ingin keluar bersama lelaki itu. Ia tidak mau ditinggal meski hanya satu jam tanpa siapapun. 

“Le-pas!” Izzan menggertak, namun hanya pegangan yang semakin kuat ia rasakan. 

“Pokoknya, aku gak mau ditinggal di sini apalagi semalaman.” Mawar menggelengkan kepalanya dengan bahu yang bergidik ngeri. 

Izzan berdecak sebal, ia berpikir cara agar Mawar melepaskan rangkulan pada lengannya. Hingga senyum smirknya ia tampilkan tanpa sepengetahuan Mawar. 

Ia menghela napasnya.

“Huh, oke iya. Saya tidak punya waktu lagi untuk menghukum kamu di sini, saya ada rapat.” Perkataan ini sukses membuat Mawar menampilkan binar bahagia di matanya. 

“Serius? Jadi, saya gak jadi dikurung di sini kan?” Ia ingin memastikan. 

Lelaki itu berdecak. “Ck ... Ya udah lepas dong!” titahnya membuat Mawar langsung melepa rangkulannya.

 

Setelah tangan laki-laki itu terbebas, dengan cepat ia mendorong pelan tubuh gadis itu. Kemudian menarik hendel pintu dan menutupnya. 

Berhasil. 

Tok ... Tok ... Tok. 

Mawar langsung terperanjat saat pintu tertutup, langsung saja ia mengetuk pintu itu. Air mata mulai datang dari matanya, ia benar-benar ketakutan berada di ruangan ini. 

“Sudah, nikmati saja hukuman pertama ini. Eum, tidak satu hari hanya saja menunggu sampai pagi,” ucapnya dengan gelak tawa yang begitu puas. 

Mawar menangis diam, ia tahu jika hati nurani lelaki itu sudah hilang sejak kekasihnya meninggal. Sungguh, Mawar juga merasa bersalah bahkan terpukul mengetahui ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Setiap malam ia berdoa, untuk diampuni. 

Ini kah hukuman dari Pencipta untuknya? 

Begitu berat rasanya, mengetahui  akan berada di neraka dunia dalam tangan Izzan. “Hiks ... Hiks ....” Ia tak bisa menahan mulutnya agar diam, hukuman ini benar-benar awal yang mengerikan. 

Suara seseorang datang, sekilas Mawar mendengar dentingan kunci yang saling beradu. “Ini, tuan kunci gudang yang Anda inginkan,” ucap orang itu. 

“Oke,” ucapnya langsung mengunci pintu dengan kunci aslinya karena sebelumnya ia hanya mengunci menggunakan papan kayu yang ada. 

Izzan sibuk memainkan ponsel saat berjalan adalah untuk mengabari keluarga dan ayahanda dari Mawar. Ia mengarang ingin menghabiskan waktu berdua mencari pernak-pernik pernikahan. Sungguh ayah mana yang tidak akan menyetujui jika izinnya diminta langsung calon menantu? 

Ia juga meminta pada sahabatnya yang merupakan, pemilik gedung termasuk restoran tempat mereka makan malam untuk meminjamkan satu tempat terbengkalai ini. Sungguh, cerdas memang lelaki itu menyusun rencana penghukuman bagi Mawar. 

“To-long buka pintunya,” lirihnya begitu tak bertenaga. 

“Tidak usah pura-pura lemah, kita baru saja melangsungkan makan malam. Jadi itu cukup untuk kamu bertahan sampai pagi, hanya pagi tenang saja.” Izzan langsung memasukkan kuncinya ke saku celana. 

“Nanti, ayah mencariku.” Mawar memikirkan ayahnya yang pasti khawatir padanya. 

“Tenang saja, aku sudah mengurusnya. Dia tahu kalo kamu pergi dengan calon suaminya. Selesai! sampai jumpa besok pagi, calon istri.” Dengan kekehan ia berlalu meninggalkan lantai bawah tanah yang tak jauh dari toilet, tempat yang hampir membuat akalnya tidak berguna. 

Tok ... Tok  ... 

Mawar hanya bisa mengetuk pintu dengan lemah. “Aku, benci diriku dan kamu.” 

Mawar pasrah, meratapi hidupnya. Ketika tersakiti oleh pengkhianatan, ia juga harus menderita oleh laki-laki yang baru dikenalnya. 

Terlalu lama menangis, ternyata membuat mata Mawar tak bisa terbuka dengan baik, alhasil ia pun tertidur sambil memeluk lututnya.

Enam jam berlalu, Mawar masih terlelap dalam tidurnya meski terkadang ia mengigau memanggil sang ibu yang sudah pergi menemui Sang Pencipta.

 

Hingga, sebuah asap datang melalui atap. Masuk memenuhi ruangan kotor dan berdebu tempat Mawar tertidur. 

“Uhuk ... Uhuk ....”

Membuka mata, kemudian mendongak Mawar langsung membulatkan matanya.

“Hah, api?” 

Bersambung ... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status