Share

Bab 5

Author: Jora
Rayan sudah sejak lama ingin bercerai denganku dan kembali mengejar Yuki.

Sesuai keinginannya, aku memberi tahu pengacara Keluarga Pahlevi dan pergi bersama ke perusahaan Rayan.

"Aku setuju untuk bercerai," kataku dengan tenang sambil menatapnya.

Rayan tampak sedikit terkejut.

Pak Tio menyerahkan satu salinan surat cerai kepada masing-masing dari kami.

Aku segera menandatangani surat tersebut atas namaku.

Namun, saat giliran Rayan menandatangani surat itu, dia justru terdiam sejenak. Ujung jarinya memutih karena terlalu keras memegang pena.

Pak Tio membuka suara dengan ragu, "Pak Rayan, Anda bisa mempertimbangkannya lebih dulu sebelum menandatanganinya."

Aku tahu bagaimana perasaan pria itu.

Memelihara anjing saja bisa membangkitkan emosi.

Apalagi aku, yang sudah mengikutinya selama enam belas tahun.

"Zavier ikut denganku," katanya sambil menatapku dengan tatapan menyelidik.

Aku mengangguk.

Aku tak menginginkan mereka berdua lagi.

Dia kembali menatapku dengan dalam, seolah ingin melihat kesedihan, patah hati atau rasa tidak rela di wajahku.

Tetapi, tidak ada.

Dia menggenggam pena erat-erat, menandatangani namanya dengan penuh amarah. Tanda tangannya dalam dan kasar.

Sementara aku hanya fokus membaca dokumen pembagian harta, lalu pergi dari kantor Rayan dengan perasaan sangat puas.

Di kantor yang kosong dan sunyi itu Pak Tio gemetar. Dia merasa seluruh tubuh Rayan tengah memancarkan hawa dingin.

"Pak Rayan, apa Anda ingin mengumumkan berita perceraian Anda dan Nyonya ke publik?"

"Nggak perlu. Dia hanya sedang merajuk." Rayan seperti menenangkan dirinya sendiri dengan berkata begitu, bahkan kerutan di dahinya perlahan mengendur.

"Jangan sampai berita ini bocor. Dia akan kembali sendiri."

'Dia hanya amnesia dan melupakan aku dan Zavier'.

'Dia sangat mencintaiku dan sangat mencintai Zavier. Dia pasti akan segera mengingat semuanya'.

'Dokter juga bilang, amnesia ini hanya sementara'.

'Saat ingatannya kembali, dia pasti akan menangis dan berlari kembali memohon padaku untuk bisa kembali bersama'.

'Perceraian ini anggap saja sebagai hukuman karena telah melupakan kami begitu saja'.

'Nanti, saat dia kembali sambil menangis meminta maaf, aku akan memaafkannya lalu menikahinya kembali'.

Perasaan gelisah Rayan seketika sirna. Dia mengambil secangkir kopi dari atas meja dan meminumnya.

Pak Tio berkeringat dingin lalu mengeluarkan tisu untuk menyeka peluh di dahinya.

Surat cerai sudah ditandatangani, pembagian harta juga sudah selesai. Apa masih bisa menyebut Nyonya 'merajuk'?

Saat aku hendak pergi, aku pikIr aku akan merasa sedih. Bagaimanapun juga, rumah ini sudah kutinggali selama enam tahun.

Namun ternyata tidak. Aku justru merasa sangat lega, seolah beban telah lepas dari tubuhku.

Aku bukan lagi istri atau ibu bagi siapa pun.

Aku tak perlu lagi berusaha menyenangkan orang lain, tak perlu lagi takut kalau-kalau ada yang tidak menyukaiku.

Saat Rayan dan Zavier tidak ada di rumah, aku memanggil tiga truk pindahan, menghabiskan puluhan juta untuk memesan jasa pindahan rumah dari tiga perusahaan pindahan Jarataka.

Aku mengemasi semua tas mewahku, baju, perhiasan dan produk perawatan kulit untuk kubawa pergi.

Aku juga membawa peralatan membuat kueku. Satu lemari penuh peralatan makan mewah khusus yang kupilih dengan hati-hati. Beberapa perabotan favoritku, serta hiasan rumah yang dulu kubeli.

Bahkan hadiah-hadiah mahal yang kubelikan untuk Rayan dan Zavier pun kubawa. Hadiah-hadiah yang tidak pernah mereka sukai dan hanya ditaruh di sudut lemari. Mungkin mereka tidak akan menyadarinya meski kubawa.

Kalau begitu, lebih baik kujual saja barang-barang itu sebagai barang bekas, setidaknya masih bernilai.

Toh kami sudah bercerai. Kalau mereka melihat barang-barang itu lagi, mungkin malah akan merasa terganggu.

Barang yang harus dibawa sangat banyak, untung aku memesan tiga jasa pindahan jadi ada banyak orang. Semua selesai dikemas dan dimuat ke truk dalam waktu kurang dari dua jam.

Rumah itu langsung terasa kosong. Saat Rayan pulang nanti, dia pasti akan merasa rumah ini jadi lebih bersih dan rapi.

Dia memang tidak suka rumah yang terlalu banyak barang. Sekarang semuanya sudah tidak ada.

Aku bahkan dengan penuh pengertian meninggalkan cukup ruang untuk nyonya rumah yang baru nanti.

Sebelum keluar dari halaman, aku menoleh sekali lagi, memandangi vila itu untuk terakhir kalinya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 14

    Seketika aku merasa panik, seolah-olah ada sesuatu di dalam hatiku yang diam-diam menghilang.Manusia memang makhluk yang selalu lambat menyadari sesuatu dan baru menghargainya setelah kehilangannya.Aku mulai membuka kembali unggahan-unggahan lamanya di media sosial, melihat kembali keseharian yang dulu pernah dia bagikan padaku.Aku tak bisa menahan senyum melihat isi obrolan kami dulu, bagaimana dia menceritakan segala hal dengan ceria dan penuh semangat.Ternyata, pesan-pesan yang dulu dia kirimkan padaku selalu sehangat dan semenarik itu.Namun, dalam riwayat obrolan itu, sebagian besar dialah yang mengirimkan pesan panjang dan lebar. Sementara aku jarang membalas bahkan membacanya.Lambat laun, dia mulai mengurangi frekuensi mengirim cerita kesehariannya padaku, bahkan berhenti menghubungiku terlebih dahulu.Hasrat seseorang untuk berbagi tidak pernah hilang, hanya berpindah tempat. Maka dia mulai mencurahkan hal-hal kecil dalam hidupnya kepada Samudra.Tanpa disadari, Samudra pe

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 13

    Dia mengundangku ke sebuah kafe untuk minum kopi bersama."Nona Natania, waktu itu di rumah sakit, aku mengira Zavier sedang menguji apakah kamu benar-benar kehilangan ingatan, jadi aku tidak langsung membantah. Untuk hal itu, aku memang harus meminta maaf padamu.""Aku seharusnya nggak ikut campur dalam hubunganmu dengan Rayan. Aku juga seharusnya nggak tergiur uang untuk menjadi guru privat Zavier."Yuki menundukkan kepalanya."Perceraianku dengan Rayan sama sekali nggak ada hubungannya denganmu, jadi kamu nggak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Aku tahu kamu bukan orang seperti itu."Aku memang masih berutang satu kebaikan pada Yuki.Saat masih kelas dua SMA, Yuki sempat pindah ke kelasku untuk sementara waktu.Saat itu, di kalangan sosial ibu kota, Yuki bisa dibilang seperti 'putri ' dari kalangan elit, tetapi sikapnya rendah hati dan tidak sombong. Dia selalu tersenyum lembut kepada semua orang. Sikap tenangnya sungguh luar biasa.Semantara aku yang masih berusia tujuh belas tahun

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 12

    "Aku tanya, kenapa dia sampai bisa kecelakaan?""Itu karena kamu meninggalkannya di jalan tol demi Yuki.""Saat dia sakit atau nggak enak badan, kamu ada di mana? Apa kamu pernah berpikir dia adalah istrimu saat kamu terus-terusan meninggalkannya?"Bibir Rayan menyunggingkan senyum kecut. Dia ingin menyangkalnya, tetapi semua yang pria itu katakan adalah kebenaran. Rasanya seperti seseorang sedang mencekiknya, seperti ada duri di tenggorokannya, membuat pikirannya kosong.Saat aku mendengar kalau Rayan menerobos ke kantor untuk mencari Samudra, aku segera memanggil satpam dan pergi ke lantai atas kantor bersama."Rayan! Apa yang kamu lakukan?" Begitu kami sampai keluar lift, aku melihat Rayan terlihat menarik kerah Samudra. Pria itu terlihat marah sekaligus malu.Satpam segera maju untuk menghentikan Rayan dan aku berdiri di depan Samudra.Sudut bibir Samudra yang bengkak terlihat mencolok di wajahnya yang pucat. Matanya berkaca-kaca, terlihat sangat menyedihkan. Aku dengan lembut meng

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 11

    Aku bersikap seolah tidak ada yang terjadi. "Hmm … memang brendi."Aku berjalan maju meninggalkan Samudra berdiri di belakang. Wajahnya memerah sampai telinga.Samudra segera menyusulku dan memelukku dengan erat. Dia sedikit membungkuk untuk melingkupi seluruh tubuhku. Wajahnya terbenam di leherku seperti seorang anak kecil yang bahagia.Dia terus-menerus bergumam, "Tania, Tania, aku sangat menyukaimu ….."Begitu kami sampai di rumah, Samudra terlihat sudah sadar dan menekanku ke pintu."Tania, boleh aku menciummu?"Saat dia melihatku mengangguk, dia seperti anak anjing yang melihat tulang, matanya terbakar hasrat.Kami berciuman sepanjang jalan menuju ranjang.Dia perlahan mencium tulang selangkaku dan saat merasakan badanku gemetar dia berhenti.Dia mendekat ke telingaku dan berbisik, "Tania, jangan mendorongku pergi."Di dalam kegelapan, aku membuka ikat pinggangnya.Rayan hanya duduk diam sambil minum di pertemuan yang diselenggarakan oleh teman-temannya.Dia tanpa sengaja mendenga

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 10

    Dia masuk begitu saja, seolah-olah sudah sangat akrab dan langsung menyelinap lewat celah pintu lalu duduk di sofa.Anak itu sama sekali lupa bahwa terakhir kali dia datang ke sini, bocah itu menyuruhku berlutut minta maaf padanya.Zavier membuka album foto, lalu menarikku mendekat."Ibu, lihat! Ini saat aku masih berada di dalam perut ibu dan ini foto saat aku baru saja lahir. Aku imut, 'kan? Nenek bilang aku bayi paling imut di seluruh rumah sakit."Dia sedang berusaha membangkitkan kembali rasa keibuanku.Tetapi, saat aku menatap foto-foto itu, hal yang kurasakan bukanlah kasih sayang, melainkan rasa kasihan pada diriku sendiri di masa lalu.Di foto itu, aku tampak sangat kurus. Perutku sangat buncit. Saat itu aku menderita muntah yang parah dan memuntahkan apa pun yang kumakan.Wajahku pucat dan lelah, rambut kering dan tak terawat. Zavier sudah sangat aktif sejak berada di dalam kandungan. Dia selalu menendangku saat tengah malam.Aku menatap foto-foto itu dan mendesah pelan, "Ego

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 9

    Dengan kaus katun putih dengan celana abu-abu, dia benar-benar seperti mahasiswa.Eh, dia memang baru saja lulus.Dia terlihat muda dan penuh energi. Aku hanya berbaring di sofa dan menghela napas.Lihat saja bagian belakang dan pinggangya.Ck, ck, ck sangat enak dipandang. Tidak heran banyak orang memelihara gigolo muda.Samudra berjalan menghampiriku sambil membawa secangkir kopi. Aku segera pura-pura membaca majalah dengan serius.Aku menerima kopi darinya dan menyesapnya sedikit. Saat Samudra duduk, Loli langsung melompat ke pangkuannya dan bersandar di perutnya.Tatapanku tertuju pada Loli yang menginjak-injak celana abu-abu Samudra dengan manja.Tunggu … celana abu-abu?Tanpa sadar pandanganku tertuju pada satu titik."Besar juga."Samudra mendekat ke samping telingaku, napas hangatnya menyapu cuping telingaku."Tania, kamu lihat apa?"Telingaku terasa geli. Napasku tercekat dan mataku tidak fokus."A … aku hanya bilang kalau kucingnya sudah besar."Dengan wajah merah padam aku l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status