"Nona, saya sudah mengetuk pintunya dari tadi. Kenapa Nona tidak juga membukanya? Saya panik sekali kalau Nona ternyata tidak menerima saya lagi." Rachel membuang napasnya panjang ketika melihat kalau yang ada di balik pintu adalah Bibi Vee. Suara pintu yang terus diketuk membuatnya memberanikan diri untuk membukanya, dia sudah bersiap dengan apa yang akan dia lihat dan siapa yang akan dia hadapi, tapi ternyata yang datang adalah Bibi Vee dan itu cukup membuatnya lega."Maaf, masuklah, Bi. Sebaiknya mulai sekarang kita jangan terlalu sering keluar, mereka bisa melihat pergerakan kita dan itu bisa membuat mereka curiga." Rachel berkata seraya menarik tangan Bibi Vee masuk dan kembali menutup pintu rumahnya.Bibi Vee tahu kalau Rachel sedang dalam keadaan takut saat ini, bahkan bisa dikatakan ini adalah ketakutan terbesar yang dialami Rachel yang pernah dia lihat selama mereka tinggal bersama. Bibi Vee tak tahu apa sebabnya, tapi dia juga tak mau mencari tahu sebab itu adalah hal yang
Rachel membeku melihat siapa yang ada dihadapannya, dia kaget karena tak menduga kalau yang ada di hadapannya adalah pria yang sudah membuatnya kehilangan kesuciannya lima tahun lalu.Rachel sungguh tidak menduga kalau tamu VIP yang dikatakan oleh majikannya adalah dia. Rachel mengira kalau mungkin orang lain, karena memang biasanya toko roti mereka membuka layanan seperti ini. Beberapa tahun terakhir, ada banyak sekali kejadian bunuh diri di negara ini makanya pemilik toko berinisiatif untuk menyediakan jasa curhat jika seandainya ada yang ingin menyampaikan isi hatinya. Rachel juga beberapa kali mendapatkan job yang sama, hanya saja karena ada karyawan khusus yang akan mengurus itu, dia jarang berada di depan sini untuk melayani pelanggan sebab tugasnya ada di bagian dapur."Rachel Gracilia," ucap Hillen seraya menatapnya dalam. "Kemari."Rachel tak mau menggerakkan kakinya dan hanya diam saja di sana seperti tak mendengar apa-apa. Dia tidak menduga kalau pria ini yang ada di dalam
Rachel merasa lega karena Hillen tak mengganggunya lagi setelah dia meninggalkan pria itu di ruangannya tadi. Hingga sampai semua pekerjaannya selesai dan dia pulang ke flat yang kini sudah menjadi rumahnya, semuanya berjalan lancar seperti tak ada yang terjadi.Rachel merasa lega, tapi kemudian kelegaannya hilang ketika dia melihat seorang pria yang lumayan dikenalinnya sedang turun dari mobil yang berhenti di halaman flatnya tinggal."Nona Rachel, saya diperintahkan untuk mengantarkan bahan-bahan makanan dan kebutuhan ini oleh Tuan Besar. Beliau mengatakan sangat merindukan Nona, hanya saja kesehatannya menurun makanya beliau tidak bisa datang."Rachel kehilangan kata-kata karena pria itu menggunakan nama Tuan Besar Stepson dihadapannya, yang dimana itu adalah kakek angkatnya dan pria yang paling menyayanginya setelah kedua orangtuanya meninggal. Namun, bukankah pria ini adalah asistennya Hillen? Sejak kapan kakeknya kekurangan asisten hingga meminta asisten pria itu untuk mengantar
Rachel terdiam menatapi bahan-bahan makanan yang ada di hadapannya saat ini. Bahan-bahan makanan dan keperluan yang dikatakan Vicky dikirimkan oleh kakeknya dan Rachel merasa itu seperti tidak masuk akal. Kakeknya sendiri saja sudah membiarkannya hidup mandiri, dia juga hanya cucu angkat, lantas kenapa harus mengirimkan bahan-bahan makanan dan keperluan ini lagi? "Percuma saja aku pergi dan tinggal disini, dia tetap tahu dimana aku berada." Rachel tak tahu kenapa Hillen harus melakukan ini. Dia tak mengerti bagaimana dan apa yang bisa dia lakukan, Hillen jauh dari jangkauannya dan sikapnya juga tak sama seperti yang Rachel harapkan."Apakah aku harus serahkan anak-anak baru kemudian dia akan berhenti? Namun, apakah dia akan menjaga anak-anak dengan baik?"Rachel menggeleng tak yakin. Hillen saja biasa di urus pelayan, biasa diperlakukan layaknya Pangeran. Bagaimana bisa pria seperti itu menjadi ayah dua anak yang sedang aktif-aktifnya?"Tiga Minggu lagi aku akan lulus dan wisuda, se
Hillen terdiam menatap wajah kedua anak kembar yang masing-masing memegang botol susu ditangan mereka itu. Wajah-wajah mereka sangat mirip dengannya, membuatnya menarik napas perlahan dan menatap wajah Bibi Vee."Rachel pernah menikah? Sudah berapa lama Anda bersamanya?"Bibi Vee diam sesaat sebelum akhirnya dia menunduk. "Selama saya melihatnya dia belum pernah dekat dengan pria manapun dan kalau ada yang ingin mendekatinya juga Nona Rachel selalu menolak. Kenapa Tuan bertanya seperti itu?" tanyanya membuat Hillen menatap anak-anak itu lagi.Mereka sudah agak menjauh, bicara satu sama lain dan bahkan tak mempedulikan kehadirannya. Jika tadi mereka mendekati Bibi Vee karena sengaja, mereka terlihat khawatir dengan kedatangan orang baru. Sementara itu, sekarang mereka sudah tidak begitu peduli karena Bibi Vee juga ada di sana dan bicara dengannya."Bagaimana hadirnya anak-anak ini kalau dia tidak pernah menikah? Apakah ada kesalahan dalam hal ini?" tanya Hillen, membuat Bibi Vee mengge
Rachel terduduk sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Dia kelelahan setelah bekerja hari ini dan setelah selesai pun dia masih harus berjalan pulang karena sudah tidak ada lagi bus yang akan mengantarnya sesuai rute.Biasanya bus akan menuju ke jalur universitas dari pagi hingga sore, tapi dia baru pulang bekerja malam ini makanya sekarang dia harus berjalan kaki. Mau memesan taksi biasanya tarif malam-malam begini mahal, dia tidak mau membuang-buang uang hanya karena jarak yang kurang lebih dua kilometer."Setelah gajian nanti, kebetulan dengan aku wisuda. Aku harus mencari pekerjaan baru dan rumah baru yang ada di kota. Membawa anak-anak pergi dan semoga tidak bertemu dengannya."Ucapan itu baru selesai dia katakan ketika sebuah mobil berhenti di sisi kanannya. Rachel menoleh sebentar, lalu kemudian mengerutkan dahinya ketika melihat siapa yang keluar. "Baru pulang bekerja?"Pertanyaan yang cukup basa-basi. Rachel tidak tahu sebenarnya pria ini sedang apa, kenapa seperti tid
"Nona maafkan saya," ucap Bibi Vee begitu Rachel tiba di rumah. Hal yang membuatnya mengerutkan dahinya karena tak paham dengan apa yang dilakukan oleh Bibi Vee saat ini."Bibi kenapa? Ada yang salah?" tanyanya seraya menatap wajah Bibi Vee dan menutup pintu flat. "Apakah terjadi sesuatu?"Bibi Vee menarik napasnya lalu mengajak Rachel untuk duduk di sofa, dia tahu kalau wanita ini lelah pulang bekerja jadi dia tidak mungkin membicarakannya sambil berdiri."Anak-anak mana, Bi?" tanya Rachel membuat Bibi Vee menunjuk kamar."Sudah tidur, tadi saya membuat sup udang dan mereka makan dengan lahap lalu setelah itu tidur. Nona ... Minum tehnya dulu," ucap Bibi Vee seraya menyerahkan gelas berisi teh yang baru dia tuang.Rachel melihat wajah Bibi Vee yang agak gelisah, hingga dia penasaran dengan apa sebenarnya yang sudah terjadi pada wanita ini. Selama ini Bibi Vee tidak pernah bersikap seperti ini, kenapa dia agak aneh sekarang?"Bibi kenapa? Ada masalah?"Bibi Vee menarik napasnya, mena
Selama beberapa hari ini, Hillen sama sekali tidak menampakkan diri. Rachel agak tenang dibuatnya, dia tak peduli kemana pria itu pergi yang pasti dia akan berusaha untuk tidak mencari tahu dan tidak peduli.Hari ini Raysan dan Raysen juga tidak banyak permintaan, seperti biasanya. Mereka akan makan makanan yang dimasak olehnya lagi ini, karena dia sedang libur tahun baru dan menghabiskan waktu di rumah sebelum nanti malam melihat kembang api yang akan dinyalakan orang-orang. Anak-anaknya yang masih terlalu kecil membuatnya tak mau membelikan untuk mereka, dia tak mau anak-anaknya malah terkena kembang api dan itu berbahaya."Mommy, setelah Mommy lulus kuliah, apakah kita akan pindah lalu kami bersekolah?" tanya Raysen seraya memakan cemilannya."Iya," balas Rachel seraya tersenyum menatap putranya itu. "Nanti Mommy akan carikan sekolah yang bagus. Kalian harus bisa sekolah dengan baik dan menjadi anak-anak Mommy yang pintar.""Aku akan menjadi sukses." Raysan berkata membuat Rachel