Rachel menarik napasnya dan menatap wajahnya yang ada di cermin. Dia sudah mulai masuk kerja jadi saat ini dia tidak punya waktu untuk memikirkan apa-apa.Beberapa hari sebelumnya dia bekerja dengan cukup baik dan tak ada satupun yang membuatnya kesulitan. Setidaknya tidak ada satupun senioritas di dalam perusahaan yang membuatnya tertekan atau disiksa secara terang-terangan dengan dalih pekerjaan. Biar bagaimanapun, kebanyakan perasaan memiliki supervisor atau kepala divisi yang memiliki sifat seperti itu. Tetapi untungnya di sini Rachel bisa merasa lebih lega karena mereka semua diperlakukan sama.Hari ini setelah sarapan, dia kembali berangkat bekerja dengan semangat karena dia harus mencari rumah supaya bisa pindah ke kota agar lebih dekat dengan perusahaan jadi dia tidak perlu membayar Argo taksi yang lebih mahal. Dia akan mencicil rumah dan setelah rumah baru dia akan membeli kendaraan dan itu adalah sebuah rencana yang sudah cukup matang dia persiapkan.Biarpun anak-anaknya nan
"Tidak masuk akal, aku menghabiskan waktuku menemaninya di sini dan ternyata salah orang. Jika saja itu benar-benar Kak Hillen akan lebih mudah. Bagaimana bisa ... kenapa aku terlalu bodoh? Kak Hillen memiliki kekuasaan dan juga kemampuan untuk menolak siapa saja yang tidak disukainya. Mana mungkin kami bisnisnya yang sudah sangat besar dan berpengaruh itu dia rela menikah dengan seorang wanita yang tidak sepadan dengannya."Cynthia termasuk bukan gadis yang sesuai karena dia masih berada di bawah keluarga Stepson. Setidaknya yang akan menjadi istri dari Kak Hillen adalah gadis yang memiliki kekayaan setara dengannya. Cynthia dan aku bukan termasuk orang yang memiliki syarat itu. Aku sepertinya sudah terlalu banyak berpikir, aku lupa siapa Kak Hillen sampai percaya kalau laki-laki yang dijodohkan pada Cynthia adalah dia."Rachel berpikir di dalam hatinya sampai berjalan keluar dari dalam restoran karena pamit pada Cynthia yang sudah akrab dengan pria itu. Dia berkata harus pulang seba
Tiba di rumah, Rachel turun dari mobil dan berjalan begitu saja meninggalkan Hillen yang sudah menghela napasnya. Sangat sulit untuk membuat Rachel takluk padanya hanya dengan kata-kata.Hillen tidak begitu tahu apa yang bisa dilakukan untuk membuat hati seorang wanita merasa lebih lunak, dia tidak pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya jadi tentu saja dia tidak begitu banyak tahu."Tetapi aku tidak bisa melibatkan kakek di dalam urusan ini. Ke depannya aku masih harus berusaha keras."Hillen membuang napasnya pelan lalu bergerak turun juga dari mobil. Dia masuk dan melihat Rachel yang sedang dipeluk oleh anak-anak mereka. Ya, dia tidak pernah menganggap kalau itu hanya anak-anaknya karena peran Rachel sangat besar di dalam urusan ini.Jika, berpikir lagi apakah dia menerima kenyataan ini atau tidak, Hillen bahkan sebenarnya tak pernah berpikir memiliki anak-anak dalam waktu dekat karena dia tak pernah memiliki riwayat percintaan dengan siapapun. Kejadiannya juga terjadi sangat c
"Mommy ... Mommy ... Daddy muntah-muntah di kamar mandi."Raysan yang berlari sambil mengatakan itu terlihat mengganggu fokus Rachel yang sedang dia menonton televisi. Raysan berhenti di depannya, membuat Rachel menaikkan alisnya."Mommy, tolong Daddy. Daddy sepertinya masuk angin atau sakit makanya muntah-muntah di kamar mandi belakang."Rachel menarik napasnya, lalu bangkit dengan perasaan berkecamuk. Bahkan perhatian anak-anaknya semakin besar pada Hillen dan hanya minta tolong padanya kalau sudah ada sesuatu hal yang tidak bisa mereka tangani tentang ayahnya itu. Rachel baru diingat di saat seperti ini tapi cukup membuatnya merasa sedih sendiri.Hillen terlihat memegang dadanya sendiri sambil keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang sedikit memucat. Dia menatap wajah pria itu selama beberapa saat sebelum akhirnya menarik napas lagi."Pulanglah, mungkin Kakak sudah lelah. Di sini tidak ada persediaan obat jadi aku tidak akan bisa memberikan perawatan apapun." Rachel berkata
Hillen mengerutkan dahinya mendengar itu. Tatapannya tampak heran karena Rachel tiba-tiba mengajukan syarat seperti itu. Selama beberapa hari ini, Hillen berusaha untuk membuka hatinya walau dia tahu kalau masih belum seberapa. Hanya saja kenapa sekarang dia malah mengajukan hal seperti ini?"Apa maksud dari semua ini?" tanyanya seraya mengambil berkas itu. "Kenapa tiba-tiba mengajukan pernikahan?"Rachel duduk di sofa seberang Hillen, lalu menatapnya dengan wajah serius. "Jadi ... memang tidak ada niatan untuk menikahiku ya? Kakak datang hanya untuk mendapatkan perhatian anak-anak?"Hillen menatapnya lalu menghela napas dan kembali menatap berkas yang merupakan kertas dengan tulisan manual milik Rachel. Disana ada beberapa syarat yang sudah ditulis Rachel secara langsung."Kalau Kakak hanya mau anak-anak, aku sudah katakan. Tunggu mereka sedikit lebih besar, agar bisa memutuskan apakah mereka mau ikut dengan Kakak atau tidak. Kalau hanya dari keinginan Kakak sendiri, seharusnya Kakak
Hari itu Hillen tidak pulang, dia tetap berada di rumah Rachel dan entah menunggu apa. Raysan dan Raysen sudah bermain lagi dengannya setelah sarapan, sementara Rachel sedang bersiap karena dia akan pergi bekerja. "Ra ... bisa kamu datang ke rumah nanti malam? Biar bagaimanapun, Kakek juga harus tahu tentang rencana pernikahan kita." Rachel menarik napasnya lalu menatap wajah Hillen. "Aku sudah keluar dari keluarga Kakak," balasnya tanpa ekspresi berlebihan. "Kalau Kakak mau mengatakan pada Kakek, Kakak bisa katakan sendiri. Sekaligus minta pendapatnya, aku yakin Kakek tidak akan setuju kalau Kakak menikahiku." "Kenapa?" "Tidak usah bertanya hal yang sudah jelas, seharusnya Kakak juga lebih tahu dariku." Hillen terdiam menatap wajah Rachel untuk sesaat. "Kalau kakek saja bisa menjadikanmu sebagai cucunya itu berarti kamu layak. Kakek bukan seseorang yang suka bermain-main, dia juga selalu serius dalam urusan apapun. Kakek menerimamu sebagai cucunya itu menunjukkan kalau kau
Malam yang larut di kamar itu, suara desahan dua manusia terdengar panjang setelah mendapatkan pelepasan. Wanita cantik bertubuh mungil di atas ranjang itu tampak kelelahan dengan tubuh gemetar setelah sang pria yang tak lain adalah cucu sah keluarga Stepson, mengambil kesuciannya malam ini dengan paksa karena dia mabuk.Padahal tadinya, dia hanya membantu pria ini yang pulang kemalaman dari rapat bersama dengan rekan bisnis keluarga Stepson, hanya saja dia tak menduga kalau semuanya berakhir seperti ini karena Rachel membawanya ke kamar."Kak ..." panggilnya gemetar, saat pria itu bangkit dan bergerak linglung memakai pakaiannya.Hal yang membuat pria itu menatapnya dengan tatapan tak fokus, sambil memakai kemejanya yang awalnya teronggok di bawah lantai, sisi kiri tempat tidur. Wanita yang di atas ranjang yang di belakanginya itu terlihat menahan semua yang baru dia dapatkan tadi. Di tatapnya pria yang tengah memakai kemeja itu, bahkan saat berbalik dan tersenyum padanya."Kau sanga
Beberapa tahun setelahnya, seorang wanita muda terlihat menenteng tasnya dan terlihat kelelahan setelah dia kembali dari universitas dan juga tempat kerja par time yang digelutinya. Dia mendekati sebuah rumah yang sudah dia tempati selama beberapa tahun ini. Jauh dari kemewahan seperti saat dia belum kuliah di luar kediaman keluarga terpandang yang pernah mengadopsinya sebagai anak angkat. Hanya saja setelah dia keluar dari sana maka semua kemewahan itu sama dengan sirna."Bahkan pria tak bertanggungjawab itu tak pernah datang." Wanita itu menghela napas dalam-dalam. "Mana mungkin dia mau mencarimu, Rachel. Kau bahkan hanya seorang anak angkat, tidak ada harga sama sekali dimatanya. Karena dia tak pernah mencarimu sama sekali." Rachel terlihat menarik napasnya pelan. Dia berdiri di depan sebuah rumah dan tak langsung masuk ke dalam. Wajahnya dia buat sebaik mungkin lebih dulu dan mengusapnya dengan tissue basah, dia tidak boleh menunjukkan kondisi wajahnya pada orang rumah.Setelahny