"Anda diterima kerja, Nona?""Iya, gajinya cukup sekali untuk kita satu bulan. Jadi aku akan mencari rumah yang lebih baik untuk kita tempati. Semoga saja aku bisa nyaman bekerja disana agar bisa sekalian mencicil rumah itu," ujar Rachel dengan perasaan bahagia ketika dia pulang ke rumah."Syukurlah, Bibi senang sekali mendengarnya. Semoga saja bisa bekerja dengan baik dan tidak ada kesalahan. Dengan itu pasti bisa bekerja dengan baik dan lancar. Semoga saja ini benar-benar bisa menjadi rezeki Nona."Rachel tersenyum dan mengangguk. "Dimana anak-anak? Apakah mereka tidur?" tanyanya saat melihat rumah yang sepi."Iya, setelah makan cemilan tadi, mereka langsung tidur karena mengantuk." Rachel tersenyum dan mengangguk paham. "Kalau begitu, aku akan mandi dulu ya? Soalnya aku lelah sekali, setelah ini baru makan siang.""Iya, Nona. Pergilah, saya siapkan dulu makanannya."Rachel tersenyum dan mengangguk, dia membiarkan Bibi Vee pergi sementara dia sendiri ke kamar dan memutuskan untuk m
Ting! Tong!Rachel menoleh ke arah pintu saat dia sedang menonton televisi. Dia mengerutkan dahinya dengan bingung, siapa yang datang bertamu ke rumah? Tidak banyak yang datang kesini, 'kan? Kenapa ada tamu yang datang?"Bibi Vee mungkin sedang tidur," gumamnya lalu bangkit. "Lebih baik aku saja yang membukanya."Rachel bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Baru saja dia akan menyapa, seseorang yang berdiri tegak disana membuatnya mengatupkan bibir. Dia terlihat menegang untuk sesaat, padahal ini bukan pertemuan pertama mereka tapi entah mengapa rasanya dia cukup gugup menemui pria ini. Hillen juga diam menatap wajah Rachel yang terlihat begitu gugup di hadapannya. Dia tahu kalau dari awal sikap wanita ini tidak berubah banyak, dia tahu kalau Rachel juga tidak akan sekuat itu di hadapannya tapi berusaha untuk kuat agar tidak mudah untuk ditaklukan. Hillen mengerti, bahkan saat dia pertama kali melihat sikapnya. Hal itu membuatnya tersenyum pelan dan meng
Mendengar ucapan Hillen, Rachel diam dengan wajahnya yang menatap tak percaya pada pria itu. Bukan apa, dia hanya tidak merasa percaya karena pria yang kaya raya ini mau mengorbankan nama baiknya hanya untuk hal ini.Padahal, jika Hillen mau melihat dan membuka matanya, dengan Rachel yang hidup sangat baik bersama anak-anaknya, dia juga tidak perlu melakukan hal itu. Untuk apa?"Kakak seharusnya tidak perlu melakukan sesuatu yang bisa mengorbankan nama baik. Atas dasar apa? Walaupun kita pernah tinggal di rumah yang sama tapi kita tidak pernah memiliki perasaan apa-apa. Akan terlalu aneh untuk Kakak sendiri, kenapa Kakak harus melakukan semua ini padahal Kakak bisa mengabaikanku?" tanya Rachel dengan tenang. Melihat Hillen yang terdiam, Rachel tersenyum kecil dan menghela napasnya. "Mencari uang sangat sulit di negara kita, perlu kerja keras dan kemampuan yang bagus. Kalau Kakak memberikan aku dan anak-anak hidup baik tanpa kekurangan, itu artinya memberikan uang dan kekayaan dan Kak
Rachel menoleh ke arah suara itu, bersama dengan Hillen hingga mereka menemukan Raysan yang tampak mengusap matanya."Raysan ... ada apa? Kamu butuh sesuatu?" tanya Rachel seraya bangkit dari duduknya dan menghampiri putranya itu."Haus, Mommy. Minuman Raysan habis," ucapnya membuat Rachel tersenyum dan mengambil botol minum dari tangan putranya itu."Biar Mommy ambilkan di dapur, kamu kembali ke kamar saja, hmm?"Raysan menatap ke arah belakang dimana ada seorang pria yang berdiri memperhatikan mereka. Dia mengerutkan dahinya, lalu menatap sang ibu yang terlihat hendak bangkit."Mommy ...""Ya?" Rachel menatap wajah polos putranya itu."Apakah dia Daddy?"Deg!Wajah Rachel langsung tersentak mendengar pertanyaan itu. Dia dengan ragu menggeleng, lalu tersenyum pada putranya itu."Bukan, dia hanya teman Mommy. Pergilah ke kamar, tunggu Mommy mengantarkan minum untukmu." Rachel berkata lembut membuat Raysan mengangguk.Rachel sungguh sangat lega karena Hillen sama sekali tidak ada bicar
Mendengar ucapan Raysan, Hillen diam untuk berpikir selama beberapa saat karena dia takut nanti Rachel malah marah dan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk didengar oleh putranya ini.Saat ini dia sedang melakukan pendekatan dan tidak bisa kalau sembarangan dalam mengatakan apa yang bisa dia katakan, hingga dia memutuskan untuk diam selama beberapa saat baru kemudian berjalan pergi ke radar setelah pamit pada putranya yang dia tak tahu itu anak pertama atau kedua.Dia belum meminta Vicky untuk menyelidiki hal ini, bagaimanapun kedua anaknya ini kembar dan nyaris sama segala wajah dan bentuk tubuhnya jadi dia tidak begitu mengenali sebab dia baru datang saat ini. Sepertinya kalau dia banyak bermain dengan mereka nanti akan lebih mudah, Hillen sudah bertekad untuk mengurangi waktunya dalam pekerjaan dan mulai mengambil hati kedua anaknya ini dan juga Rachel. "Semoga aku bisa." Hillen berjalan ke arah belakang dimana Rachel tadi pergi kesana. Hingga dia menemukan wanita itu se
"Maksudnya, Mommy? Apakah kita akan pindah dan tinggal bersama Daddy?"Rachel terdiam dan tak bisa lagi menjawab apa yang dikatakan oleh putranya ini. Dia takut kalau bicara malah salah dan Raysan malah akan memikirkan yang lainnya, putranya ini termasuk anak yang kritik dan mudah untuk memahami apa yang dia katakan, adi kalau saja Rachel salah bicara maka akan berdampak pada pemikirannya."Raysan ... kemarilah? Daddy sudah menyusun legonya dengan baik. Ayo, kita rangkai lagi."Raysan yang mendengar suara itu dari depan hanya bisa menatap wajah ibunya. Rachel sudah serba salah saat ini, atau pergi atau menjawab saja dia tidak bisa lakukan lagi karena langkahnya sudah ditahan oleh pria itu. Ke depannya dia juga tidak akan bisa mendapatkan kebebasan, kenapa harus sekarang melakukan tanggung jawab di saat dia tidak butuh?"Pergilah, Mommy mau memasak cemilan dulu untukmu nanti. Pergilah main-main dulu," ujarnya membuat Raysan menatapnya serius."Mommy tidak akan marah kalau aku bermain d
Rachel menarik napasnya dan menatap wajahnya yang ada di cermin. Dia sudah mulai masuk kerja jadi saat ini dia tidak punya waktu untuk memikirkan apa-apa.Beberapa hari sebelumnya dia bekerja dengan cukup baik dan tak ada satupun yang membuatnya kesulitan. Setidaknya tidak ada satupun senioritas di dalam perusahaan yang membuatnya tertekan atau disiksa secara terang-terangan dengan dalih pekerjaan. Biar bagaimanapun, kebanyakan perasaan memiliki supervisor atau kepala divisi yang memiliki sifat seperti itu. Tetapi untungnya di sini Rachel bisa merasa lebih lega karena mereka semua diperlakukan sama.Hari ini setelah sarapan, dia kembali berangkat bekerja dengan semangat karena dia harus mencari rumah supaya bisa pindah ke kota agar lebih dekat dengan perusahaan jadi dia tidak perlu membayar Argo taksi yang lebih mahal. Dia akan mencicil rumah dan setelah rumah baru dia akan membeli kendaraan dan itu adalah sebuah rencana yang sudah cukup matang dia persiapkan.Biarpun anak-anaknya nan
"Tidak masuk akal, aku menghabiskan waktuku menemaninya di sini dan ternyata salah orang. Jika saja itu benar-benar Kak Hillen akan lebih mudah. Bagaimana bisa ... kenapa aku terlalu bodoh? Kak Hillen memiliki kekuasaan dan juga kemampuan untuk menolak siapa saja yang tidak disukainya. Mana mungkin kami bisnisnya yang sudah sangat besar dan berpengaruh itu dia rela menikah dengan seorang wanita yang tidak sepadan dengannya."Cynthia termasuk bukan gadis yang sesuai karena dia masih berada di bawah keluarga Stepson. Setidaknya yang akan menjadi istri dari Kak Hillen adalah gadis yang memiliki kekayaan setara dengannya. Cynthia dan aku bukan termasuk orang yang memiliki syarat itu. Aku sepertinya sudah terlalu banyak berpikir, aku lupa siapa Kak Hillen sampai percaya kalau laki-laki yang dijodohkan pada Cynthia adalah dia."Rachel berpikir di dalam hatinya sampai berjalan keluar dari dalam restoran karena pamit pada Cynthia yang sudah akrab dengan pria itu. Dia berkata harus pulang seba