Share

Bertemu Om Tampan

Setelah satu minggu lamanya Alana berada di rumah lamanya, ia kembali lagi ke Barcelona. Tempat di mana ia lahir dan dibesarkan dulu.

Alana yang selalu sibuk dengan si kembar dan untungnya ia tidak pernah merasa kewalahan mengasuh mereka berdua karena Alana terbiasa menjaga anaknya sejak bayi.

“Sekarang kalian sarapan dulu, setelah ini Mommy akan mengantar kalian pergi ke sekolah baru, paham!”

Alana menatap kedua putranya dan menarik dua kursi makan untuk mereka duduki. Kenzo dan Kenzi sudah siap dengan seragam putih dan merah muda, serta topi beret yang menutupi rambut cokelat mereka.

“Tidak mau sekolah!” pekik Kenzo menggeleng-gelengkan kepalanya dan sesenggukan menangis.

Alana menundukkan kepalanya menjentuskan pelan pada meja makan di hadapannya.

“Astaga Kenzo... Ayolah nak, jangan membuat Mommy pusing, adikmu saja tidak rewel!”

Kenzi menoleh sekejap, anak itu sibuk menyingkirkan putih telur rebus di atas piringnya.

“Sekolah Kenzo, kalau kau tidak mau sekolah lalu apa jadi apa selain jadi beban keluarga hah?! Coret saja namanya dari kartu keluarga, Mom! Biar jadi gembel!” omel Kenzi kesal dengan Kakak kembarannya yang sangat nakal dan cengeng.

Kenzo meraih piringnya dengan ekspresi yang masih cemberut.

“Iya Mom, Kenzo mau sekolah,” seru bocah itu terpaksa dan tidak mau malu dari Adik kembarannya.

Alana tersenyum lega. “Bagus. Kalau begitu kalian sarapan dulu. Mommy mau siap-siap, okay?”

Anggukan diberikan oleh keduanya. Kenzo memperhatikan Adiknya yang kini menikmati sarapannya dengan nikmat dan tidak heboh seperti dirinya.

Di antara mereka berdua hanya Kenzo yang banyak tanya tentang di mana Papanya, kadang pertanyaan itu membuat Alana mengomelinya habis-habisan, karena Alana sendiri juga tidak tahu jawaban yang akan ia berikan pada kedua putranya.

“Kenzi, apa kau tahu wajah Papa kita?” tanya Kenzo bernada melas.

Kunyahan Kenzi terhenti perlahan mendengar pertanyaan Kenzo. Ia mendongakkan kepalanya dan menoleh cepat dengan tatapan dingin dan sinis.

“Kenzo, aku tahu kau bodoh tapi jangan terlalu ditunjukkan!” omelnya seraya memukul pelan kepala kembarannya dengan sendok di tangannya, “bagaimana bisa kau bertanya padaku seperti apa Papa kita, kita kan lahirnya bareng, beda lima menit saja. Kau ini aneh-aneh saja! Papa kan sudah meninggal!”

Kenzo mendengkus pelan memakan kuning telur rebusnya pelan-pelan dengan pandangan lurus menatap pintu rumah yang terbuka.

“Kita kan tidak punya Papa, bagaimana kalau kita mencari Papa? Dengan begini kan Mommy tidak usah capek-capek kerja! Kita juga punya Papa, seperti teman-teman yang lain. Bagaimana?” tawar Kenzo.

“Em... Bukan ide buruk, tapi kita harus mencari yang KTMJ!” seru Kenzi tersenyum menaik turunkan kedua alisnya, “seperti yang ada di TV, kan?!”

Kenzo terkekeh geli dan mengangguk, “yes! Kaya, Tampan, Mapan, dan Jantan!”

Keduanya langsung tertawa bersama dan saling terkikik geli. Ruang makan hanya berisi dua bocah saja, namun tawa mereka juga terdengar sampai depan.

“Janji ya, kalau lihat yang tampan, nanti kita kenalin ke Mommy. Tapi ingat kriterianya, karena Mommy kita kan cantik, baik hati, lemah lembut, dan penyayang, tidak boleh dapat buaya kampungan!” Kenzi menimpali dengan nada ketus.

Kenzo mengangguk mantap mengacungkan jempolnya.

“Ya! Misi kita sekarang, sekolah yang pintar sambil mencarikan Papa buat kita dan Mommy, ingat... KTMJ! Paham Kenzi?!”

“Tapi Mommy jangan sampai tahu. Mommy bisa saja nanti menolak,” ujar Kenzi.

“Iya, Mommy kan....”

“Apa Mommy-mommy?! Kalian kenapa ngomongin Momny?!”

Suara Alana membuat mereka berdua terkejut. Si kembar langsung menggelengkan kepalanya bersamaan dan memasang wajah gugup tertangkap basah.

Kenzo menyiku lengan Kenzi, dan sebaliknya juga. Mereka tidak bisa berbohong, didikan untuk jujur sejak kecil Alana terapkan.

“Ti... Tidak papa Mom, kita hanya sedang berdiskusi,” ujar Kenzi.

“Ya sudah sayang, sekarang kita berangkat. Ayo Kenzo!” Alana menggandeng lengan Kenzi dan berjalan ke arah depan meninggalkan Kenzo.

Anak itu diam menatap punggung Mommy-nya yang berjalan menjauh.

“Ya Tuhan, semoga hari ini Kenzo dan Kenzi bisa menemukan Papa untuk Mommy. Kenzo... Kenzo ingin tahu rasanya punya Papa,” lirih anak itu mendongak menatap langit-langit rumahnya. “Tuhan, kabulkan ya, doa Kenzo.”

**

“Kita hanya diberi waktu lima belas menit untuk sampai di kantor! Baru pertama pindah ke Barcelona, ada saja masalahnya!”

Alex berdecak kesal saat ada panggilan mendadak dari kantornya, padahal laki-laki itu baru saja sampai di Barcelona sejak setengah jam yang lalu.

Laki-laki itu memasang wajah sebal, menatap ke arah jendela mobilnya dengan kedua alisnya yang bertaut.

“Sebentar lagi kita sampai Tuan, mungkin Tuan Han di Madrid terlalu bersemangat meminta Tuan berkembang di sini,” ujar Benigno.

Alex tidak menjawab, ia tetap diam membuang pandangannya menatap jalanan sekitar sebelum mobil yang ditumpanginya berhenti mendadak hingga kepala Alex terbentur sandaran kursi di depannya dan rem mobil yang berdecit kuat.

Kedua mata Alex melebar, jantungnya berpacu kuat.

“Kau gila hah?!” sentak Alex pada Benigno.

“Ma... Maaf Tuan, di depan ada dua anak kecil yang menyebarang dan sepertinya kita....”

“Semua salahmu bodoh!” maki Alex segera keluar dari dalam mobil.

Alex memakai kaca mata hitamnya dan ia mendekati dua bocah yang duduk berjongkok menutupi kepalanya tepat di depan mobil Alex. Ia terdiam beberapa detik sebelum melepaskan kaca matanya dan mendekati kedua anak itu.

“Astaga... Kalian tidak papa?” tanya Alex menyentuh punggung mereka.

Kedua anak itu mendongak bersamaan menatap Alex dan Benigno yang begitu cemas.

Namun dalam satu detik, hati Alex bagai terhantam kuat sebuah batu besar saat dua anak itu menatapnya dengan tatapan takut. Tatapan mereka, wajahnya, matanya, alisnya, pipi dan bibirnya, membuat Alex membisu menatap tidak percaya pada mereka.

“Kalau mengemudikan mobil hati-hati dong Om!” pekik Kenzo, dia langsung bangkit dan memukul pundak Alex dengan tangan mungilnya.

Alex dan Benigno masih diam, anak kembar ini memiliki wajah yang sangat mirip dengan Alex, sangat-sangat mirip bak pinang dibelah dua.

Semua ini adalah kebetulan yang sangat aneh untuk mereka, tatapan mereka sama seperti tatapan mata seseorang yang membuat hati Alex bergetar.

“Kenzo, kakiku sakit,” rengekan Kenzi membuat Kenzo menoleh ke belakang, adik kembarannya masih duduk di atas aspal memegangi lututnya yang terluka.

“Kenzi, jangan nangis... Anak cowok kata Mommy harus kuat,” ujar Kenzo hendak membantu Adiknya.

“Kalian, Om minta maaf ya? Anak buah Om tidak sengaja,” ucap Alex kini membantu Kenzi.

“Memangnya permintaan maaf dari Om bisa bikin kaki kembaranku sembuh, ya Om?!” pekik Kenzo berkacak pinggang.

Alex diam tidak menjawab, ia langsung mendekati Kenzi dan menggendongnya, sementara Benigno langsung mendekat Kenzo dan menggendongnya juga, membawanya menepi ke tepi jalanan duduk di sebuah bangku.

“Om kakiku sakit, kalau patah bagaimana? Diganti kaki apa?” Kenzi menangis menatap lututnya yang berdarah. “Huwaa, Mommy....”

“Sshhhtt... Tenanglah sayang, sebentar lagi juga sembuh. Om bantu obati ya?” tawar Alex dengan sabar, ia merasa bersalah sekaligus malu pada dua bocah ini.

Kenzi mengangguk patuh hingga Alex langsung menatap Benigno yang segera bangkit mengambil kotak obat di dalam mobil.

Lain dengan Kenzo kini memeluk kembarannya dan ikut bersedih. Alex merasa hangat dan familiar dengan mereka berdua. Laki-laki itu mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala kedua anak itu.

“Jangan nangis ya Kenzi, nanti Om jelek ini kita laporin Mommy, biar diomelin,” ujar Kenzo memeluk kembarannya.

Alex tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan, karena mereka sungguh menggemaskan. Lucu sekali mereka berdua, bisa sangat hangat di mata Alex.

“Kalian berdua kenapa pergi di saat jam sekolah? Ke jalan raya, pula. Mau ke mana?” tanya Alex seraya mengobati kaki Kenzi.

“Kami mau mencari Papa buat Mommy, Om,” jawab Kenzo.

“Om tertarik tidak? Mommy kami sangat cantik, baik, dan pintar. Pokoknya Om tidak akan kecewa!”

Alex melongo mendengar anak-anak menggemaskan ini malah mempromosikan Mama mereka pada Alex. Barulah Alex menyadari, dua bocah manis ini sepertinya tidak punya sosok seorang Ayah.

“Memangnya Papa kalian ke mana?” tanya Benigno menyahuti.

“Sudah mati Om. Kata Oma, Papa kita sekarang sudah tidak ada, Mommy juga bilang begitu.”

Kenzo membuka tas biru bergambar kartun kereta berwarna biru. Anak itu memberikan sebuah kertas pada Alex, berisi gambaran yang tidak jelas dan coretan yang lucu.

“Om, ini Mommy kita. Om kita beri tawaran pertama, karena Om kelihatannya KTMJ!” ujar Kenzi menyipitkan kedua matanya.

Alex menaikkan salah satu alisnya, “KTMJ? Apa itu?”

“Kaya, Tampan, Mapan, dan Jantan!” jawab mereka berdua kompak.

Alex dan Benigno terkekeh pelan. Menggemaskan sekali mereka mempunyai tipe laki-laki unggulan untuk Mama mereka, tidak buruk bagi Alex.

Mereka anak yang cerdas, berani, menggemaskan, dan sangat kompak. Alex sangat penasaran dengan Mama anak ini.

“Mommy kalian bekerja?” tanya Alex.

Kenzi menggeleng, “Mommy sedang mencari pekerjaan Om. Katanya, Mommy ingin membahagiakan kita berdua. Kan Opa kita nyuruh Kenzi dan Kenzo sama Mommy pergi, Opa selalu bilang kita ini anak haram.”

“Husshh, Kenzi! Itu aib!” pekik Kenzo memukul kepala kembarannya.

Alex sangat penasaran, ia merasa kasihan pada bocah sekecil ini tidak memiliki seorang Ayah. Alex ia ingin mengajak mereka bersamanya. Laki-laki itu merogoh saku jas hitam yang ia pakai dan memberikan selembar kertas.

“Berikan ini pada Mommy kalian, minta Mommy kalian datang ke nama tempat yang ada di kertas ini. Om akan memberikan Mommy kalian pekerjaan.”

Mereka berbinar menerimanya, si kembar tahu seberat apa Mama mereka mencari pekerjaan dari pagi hingga sore.

“Wahh... Gini dong Om, baru sip!” seru Kenzo.

Alex mengusap pucuk kepala Kenzo dengan lembut.

“Ya, minta Mommy kalian segera datang, Om ingin bertemu dengannya, dan mengenal Mommy kalian.”

Si kembar langsung antusias. “Siap Om! Sampai bertemu nanti dengan Mommy kita yang sangat-sangat cantik!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status