“Ke mana si kembar, ya Tuhan... Anak ini!”
Alana berlari terburu-buru setelah ia dikabari kalau sejak pagi tadi kembar pergi dari sekolah. Kini Alana kembali lagi pulang ke rumahnya usai ia mencari ke mana-mana namun nihil mereka berdua tidak ditemukan.Langkah Alana berhenti di depan gerbang rumahnya, gadis itu melihat Kenzo dan Kenzi yang duduk di teras. Masing-masing dari mereka membawa satu kantung plastik berukuran besar berisi camilan dan banyak mainan.“Mommy!” pekik Kenzi memasang wajah melas menatap Alana yang kini masuk ke dalam pekarangan rumah.“Mom, yeay... Lihatlah Mom, kami punya banyak camilan sama mainan. Dan semua ini gratis!” sahut Kenzo menunjukkan dua kantung plastik di tangannya.“Dari mana kalian?! Kenapa kalian malah pergi dari sekolah?! Kalian sudah membuat Madam Ella dan Mommy panik!” pekik Alana berkacak pinggang memarahi keduanya.Mereka langsung menundukkan kepala dan memasang wajah sedih pada Alana. Perhatian Alana tertuju pada lutut Kenzi yang kini berbalut rapi oleh perban.Begitu Alana mendekatinya, anak itu ingin menutupnya dan usaha ingin menyembunyikan dari Mamanya.“Kenapa lututnya, Kenzi?” Alana duduk di hadapan putranya dan memegang kaki kiri Kenzi.“Tadi kita ditabrak mobil Mom,” jawab Kenzo.“Apa?!” teriak Alana melebarkan kedua matanya dan terkejut. “Ba... Bagaimana kalian....”“Eh, tapi Mommy jangan khawatir. Yang nabrak kami itu Om Tampan. Dia yang obatin kaki Kenzi, terus belikan kita jajan, mainan, jalan-jalan, dan kita katakanya mau diajak lagi kapan-kapan.”Alana terkejut mendengar penjelasan dua bocah itu, saat ia sedang sibuk mencari pekerjaan, anaknya malah hilang.“Sudahlah, ayo masuk ke dalam. Kenzo bawa tas Adikmu ya, Mommy gendong Kenzi,” ujar Alana.“Okay Mom!”Mereka bertiga masuk ke dalam rumah, Alana memeluk Kenzi dengan erat. Entah kenapa anaknya bercerita di mana mereka sampai mengenal seseorang dengan mudah. Biasanya kembar sangat hati-hati dan tidak mudah dibujuk oleh seseorang.Kenzo berjalan naik ke lantai dua ke dalam kamarnya, Alana mengikutinya dan membawa Kenzi mendekati ranjang. Kenzo ikut naik ke atas ranjang duduk bersila di hadapan Mamanya.“Kalian jangan pergi-pergi lagi ya? Kalian tidak kasihan sama Mommy!” Alana mengusap pipi mereka berdua dan menatapnya melas.“Mommy,” lirih Kenzo langsung memeluknya.“Maafin kita ya Mom, kita tadi pergi buat nyari Papa untuk Mommy dan kita berdua,” ujar Kenzi juga memeluk Alana.“Pa... Papa?” Alana terdiam membeku mendengar apa yang mereka katakan.Sadar akan dirinya tidak bisa memberikan kesempurnaan berupa keluarga pada sang putra. Bahkan kedua orang tuanya juga melepaskan Alana begitu saja, tidak tahan Alana kalau Papanya terus menyebut si kembar anak haram, meskipun bagaimana pun juga, mereka adalah cucunya.Alana memeluk mereka berdua, ia mengecup pucuk kepala mereka dan mengajaknya untuk berbaring hingga kedua putranya meringkuk tertidur memeluknya.Beberapa menit berlalu, Alana beranjak perlahan-lahan. Gadis itu menuruni atas ranjang tanpa suara agar anaknya tidak terbangun. Sekejap Alana menatap mereka berdua.“Maafkan Mommy ya sayang, Mommy sendiri juga bingung. Di mana Daddy kalian.” Alana berkaca-kaca merasakan hatinya bagai terpukul kuat.“Kalau Mama bilang dulu aku sudah menikah dan punya suami, lantas kenapa Papa menyebut kembar sebagai anak haram? Sebenarnya, siapa Papa dari anak-anakku, ya Tuhan?”Alana mengusap wajahnya dan ia menarik napasnya panjang-panjang. Kembali ia menepis pikiran yang tidak ada ujungnya.Langkah Alana mendekati tas si kembar, di sana Alana membukanya dan ia mengeluarkan permen dan banyak lagi makanan di dalam tas tersebut.“Banyak sekali,” lirih Alana.Saat Alana membuka tas milik Kenzo, ia melihat sebuah kertas yang kusut membungkus kue pisang.Alana membukanya dan mendengkus. Namun ia menatapnya lagi, bukan kuenya, melainkan kertasnya. Di sana tertulis sebuah lowongan pekerjaan di sebuah kantor pusat terbesar di Barcelona.“Wah, ini kan kartu lowongan kerja. Astaga anakku, malah membuatnya menjadi bungkusan,” omel Alana membersihkan kertas itu.Alana tersenyum membaca kertas tersebut, sampai di ujung bawah tertera sebuah nama yang membuat Alana merasa familiar.“Tuan Alexsander Verolov,” lirih Alana mengerutkan keningnya berpikir tapi ia tetap tidak mengenalinya, namun detik selanjutnya ia tersenyum, “aku yakin ini semua adalah petunjuk dari Tuhan. Besok aku akan segera datang ke kantor ini dan melamar kerja di sana! Semoga saja aku diterima.”**Di dalam ruangan kerjanya, seorang Alexsander diam menatap sebuah pin bross dengan nama Alana Stesia. Alex mengusap wajahnya pelan dan merasakan pening di kepalanya.Malam itu, ia tidak terlalu mengingatnya. Sebelum Alana menghilang, Alex terbangun di kamar hotel dan menemukan pin bross name tag milik Alana, juga blazer biru Alana berada di ranjang kamar hotel yang sama dan bekas percintaan di ranjangnya. Alex menyadari, mungkin ia melakukan hal yang gila pada Alana sampai gadis itu pergi.“Ohh sialan! Kenapa ini semua menghantuiku?” lirih Alex mendongakkan kepalanya gelisah, “kenapa kau membuatku gila, Alana! Apa yang sebenarnya terjadi dan kau di mana?! Ini bukan hanya sekedar berkas, tapi... Tapi apa yang aku lakukan padamu malam itu, Alana. Semua salahku.”Laki-laki itu meraih kotak rokoknya, namun terhenti saat ingatannya kembali pada si kembar yang ditemuinya siang tadi.Alex melanjutkannya dan menyalakan rokok yang terselip di jarinya. Menyesapnya dan mengepulkan asapnya ke udara.“Aneh sekali, mereka berdua sangat mirip denganku. Mungkin cocok kalau mereka menjadi anakku,” lirih Alex tersenyum tipis.Kedua mata Alex terpejam menikmati rokoknya, suara ketukan pintu membuat laki-laki itu melirikkan ekor matanya melihat siapa yang masuk ke dalam sana.Benigno nampak bersemangat berjalan mendekati Alex. Ia meletakkan berkas berwarna biru di hadapan Alex.“Kau tidak gila kan? Kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Alex menatap Benigno.“Tidak Tuan, saya ingat Kenzo dan Kenzi tadi memasangkan stiker ini di tangan saya,” ujar Benigno menunjukkan stiker bergambar kartun kereta berwarna biru di punggung tangannya. “Namanya Thomas, kata mereka berdua tadi, Tuan.”Alex berdecih dan menggeleng-gelengkan kepalanya.“Konyol sekali. Hal sekecil itu sudah membuatmu terngiang. Pantas saja kau tidak mendapatkan kekasih, karena kau terlalu norak!”Benigno langsung muram memasang wajah kesalnya. Hal itu membuat Alex tertawa. Harusnya hal ini tidak kaget lagi untuk mereka berdua yang selalu adu mulut dan ribut.Alex membuka berkas yang Benigno berikan dan memadamkan rokok di tangannya. Laki-laki itu menghela napasnya panjang.“Berkas ini berisi jadwal meeting Tuan selama satu minggu ini di sini, dan besok siang usai meeting Tuan jangan pulang dulu, ada seseorang yang ingin datang melamar pekerjaan. Email-nya sudah diterima oleh pihak kantor kita,” ujar Benigno.“Perempuan?” tanya Alex.“Ya Tuan, perempuan dan berasal dari sekitaran sini. Bernyali juga dia mendaftarkan diri di sini,” ujar Benigno.“Berarti dia pintar, tidak sepertimu!”Alex membawa berkas tersebut dan bangkit dari duduknya, tanpa berkata-kata ia melangkah ke arah pintu dan hendak pergi.Namun langkahnya terhenti begitu Benigno bangkit. Tangannya memegangi gagang pintu dan terbesit satu keingintahuan Alex pada suatu hal.“Benigno,” panggil Alex tanpa menoleh ke belakang menatap anak buahnya.“Ya Tuan?”Alex menegakkan tubuhnya dan sedikit memiringkan kepalanya melirik Benigno.“Tugasmu bertambah. Aku ingin kau mencari tahu siapa anak kembar tadi, bagaimana bisa dia mirip denganku, dan berikan semua buktinya padaku! Paham kau, Benigno!”Siang ini Alex mengumpat-umpat kesal saat keluar dari ruangan meeting, pasalnya ia sudah membuat janji dengan untuk menemui karyawan baru yang ingin menjadi staf di kantornya, namun meeting malah terlambat beberapa menit. “Ah sial! Kenapa meeting bisa terlambat sampai beberapa menit?!” Seorang yang perfeksionis seperti Alex tentu saja pilih-pilih dalam banyak hal, termasuk mencari karyawan di kantornya. “Tuan Alex!” Suara Benigno menghentikan langkah Alex, laki-laki itu menoleh dan kembali berdecak. “Tuan sudah ditunggu di ruang VIP, George sudah membaca surat lamaran pekerjaannya dan data-datanya juga, Tuan bisa langsung ke sana,” ujar Benigno. “Ya,” jawab Alex singkat. “Baik Tuan, saya akan....” “Kerjakan perintahku Benigno! Sebelum aku membuatmu mennggembel di Barcelona!” sinis Alex dengan lirikan sinis dan senyuman smirknya meninggalkan Benigno. Sementara di dalam sebuah ruangan, nampak Alana yang memegangi dadanya berupaya untuk lebih tenang. Sejak pagi tadi ini ia sudah
Hari sudah gelap, Alana gelisah karena tidak biasanya hujan turun sore ini. Ia seharian meninggalkan si kembar di rumah. Alana berdiri di depan kantor dan ia menatap beberapa rekan kerjanya yang sudah pulang dengan mobil masing-masing. "Ya Tuhan, bagaimana dengan si kembar di rumah?" lirih Alana kepanikan. Tatapan mata Alana tertuju pada langit yang mendungnya semakin tebal. Demi anaknya ketakutan di runah, Alana tidak akan peduli air membasahinya. Alana hendak berlari menembus hujan, namun seseorang menahan lengannya hingga membuatnya menoleh dengan cepat. "Apa kau tidak tahu kalau sedang hujan?!" Kedua mata Alana mengerjap pelan menatap Alex yang begitu dalam menatapnya, perhatian Alana tertuju pada tangan Alex yang begitu erat mencengkeram lengannya. "I... Itu Pak, ada yang saya tinggalkan di rumah dan sangat membutuhkan saya, jadi saya harus pulang sekarang," jawab Alana dengan wajah panik dan cemas. "Tapi sedang hujan Alana, kau bisa sakit. Aku akan mengantarkan...." "Ti
"Selamat pagi Pak Alex, sedang apa di sini?" Benigno dan beberapa karyawan lainnya tengah memperhatikan Alex yang berdiri di depan pintu kantor miliknya. Dengan balutan tuxedo hitam rapi, wajah cemas menanti-nanti. Laki-laki itu membiarkan Benigno bertanya-tanya. "Ck! Dia bilang akan datang lebih awal," gerutu Alex berdecak seraya merlirik jarum jam di pergelangan tangannya. "Ohh... Pak Alex sedang membuat janji dengan seseorang?" tanya Benigno lagi. Sekali ini Alex langsung menoleh dan memberikan tatapan sengit pada Benigno. "Apa kau tidak bisa diam hah?! Jangan mengurusiku! Lakukan saja sana tugasmu!" sentak Alex dengan keras, bahkan beberapa karyawan lainnya yang ikut mau tahu pun langsung bubar. "Ba... Baik Pak Presdir," jawab Benigno. Mereka semua kembali masuk dan Alex masih setia berdiri bersedekap dengan wajah kesal dan siap mengomeli Alana. Namun kekesalan Alex perlahan berkurang saat ia melihat seorang gadis cantik baru saja turun dari dalam bus dan memeluk sebuah r
"Kenapa Pak Alex belum kembali, ini sudah malam. Bagaimana dengan anak-anakku di rumah, Ya Tuhan...." Alana duduk dengan cemas mengusap wajahnya berulang kali. Pasalnya ia tidak berani beranjak dari ruangan kerjanya sampai Alex kembali, dan jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.Bayangan Alana tentang kembar yang kesepian di rumah begitu tergambar jelas di benaknya, bisa saja mereka menangis menunggunya. "Bagaimana ini?" lirih Alana berdiri dan menatap dinding kaca yang menunjukkan pemandangan malam hari di Barcelona. Alana menoleh cepat saat pintu ruangan kerja tersebut terbuka, di sana nampak Alex yang berjalan masuk. Tatapan cemas Alana membuat Alex langsung mendekat. Jelas ia melihat kepanikan pada Alana saat ini. Gadis itu juga langsung mengambil tas miliknya. "Ada apa Alana?" tanya Alex mendekat."Pak, saya harus pulang sekarang. Ini sudah malam," ujar Alana cemas. "Ya, aku akan mengantarkanmu," ujar Alex dengan sabar. Alana terdiam, ia ingin menolak karena Alana be
"Mom, habis ini Mommy tidak ke mana-mana, 'kan? Ikut kita berdua ya Mom, kita bertemu Om tampan." kenzo merayu-rayu Alana, anak itu berdiri di atas kursi yang ada di dapur seraya menemani Mamanya memasak. "Mau ya Mom," pinta Kenzi tiba-tiba datang dan langsung memeluk kaki sang Mama dari belakang. "Mommy sibuk sayang. Ini hari libur Mommy, jadi sekarang Mommy ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan kalian, jangan dengan yang lainnya," seru Alana menatap kedua putranya. Kenzo langsung cemberut kesal dengan jawaban Mamanya. "Mommy tidak asik, Mommy tidak tahu ya kalau kita ini tidak ingin apapun yang bisa Mommy beli!" jawab Kenzo. "Betul! Kami ini ingin punya Daddy! Teman-teman di sekolah pulangnya dijemput Mommy dan Daddy-nya, terus kita kapan kayak gitu?!" imbuh Kenzi mengeroyok Alana. Seketika Alana meletakkan sendok di tangannya dan menatap marah kedua anaknya yang meluapkan kekesalannya pada Alana. Kenzo dan Kenzi langsung beranjak meninggalkan Alana begitu saja saat m
"Apartemen Pak Alex, kenapa dia kaya raya tinggalnya malah di apartemen?"Alana mengomel sendiri seraya berjalan mencari apartemen milik Alex. Hingga senyumannya mengembang saat menemukan tempat yang ia cari. Alana mengulurkan tangannya mengetuk pintu apartemen Alex, butuh beberapa detik lamanya hingga pintu itu terbuka dan menunjukkan seorang Alexsander Verolov yang berdiri di hadapannya tanpa atasan dan memamerkan tubuh atasnya. "Astaga!" pekik Alana terjingkat hingga beberapa berkas yang ia bawa terjatuh di hadapan Alex. Laki-laki itu mengerutkan keningnya dan tersenyum tipis. Ia mengambil berkas yang terjatuh dan menatap Alana yang menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Penuh rasa santai Alex berdiri di tengah ambang pintu. "Hai Alana, kenapa?" tanya Alex menarikkan salah satu alisnya. "Ba... Baju Bapak ke mana?!" pekik Alana kesal. Ia membuka kedua tangannya dan memberikan tatapan protes. "Ayo masuk," ajak Alex. Kekehan pelan Alex terdengar gemas saat ia melirik
Alana tertidur pulas hingga tidak menyadari hari sudah larut dan ia masih berada di apartemen milik Alex. Gadis itu perlahan membuka kedua matanya. Terkaget Alana menyadari dirinya tidak berada di dalam kamarnya, melainkan ia terbaring di sofa, dan seorang Alexsander Verolov yang tengah duduk di sampingnya memangku laptopnya. "Kenapa bangun?" tanya Alex menatap perhatian pada Alana dan menahan selimut yang hendak jatuh. "Ini jam berapa?" Alana terlihat panik menoleh mencari-cari. "Aku harus pulang!" Alana jauh lebih panik, ia hendak menyibak selimutnya sebelum Alex mencekal pergelangan tangannya dan menahannya. "Alana tenang! Ini sudah malam, menginaplah di sini!" pekik Alex menahannya. "Tidak bisa, tidak bisa...." Kali ini Alana benar-benar menangis. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul setengah satu malam. Alana menyentak tangan Alex, ia meraih tas miliknya dan langsung bergegas bangun pergi. Gadis itu berlari ke arah pintu yang ternyata sudah dikunci oleh Alex. Laki-laki i
"Om tampan-ku!" Kenzo dan Kenzi berlari merentangkan kedua tangannya saat mereka melihat Alex yang berjalan ke arah mereka. Kedua anak itu langsung memeluknya dengan erat. Entah apa yang membuat mereka datang ke tempat ini, Alex juga belum tahu. "Om, orang jelek itu mau ngusir kita!" pekik Kenzo menunjuk ke arah Gerald. "Iya Om, marahin dia Om! Marahin pokoknya!" pekik Kenzi dengan suara kerasnya. Tatapan mata Alex tertuju pada Gerald dan beberapa karyawan di sana yang menatapnya dengan terkejut. Alex berdiri tegap menggandeng si kembar. Tatapannya tidak lepas dari Gerlad yang beraninya memarahi dan mengusir si kembar. "Jangan mengusir anak-anak ini, aku mengenalnya! Lain kali kalau ada hal semacam ini, kau bisa memanggilku!" seru Alex. Gerald menunduk. "Ba... Baik Pak Presdir." "Aaa, baru tahu rasa kan! Kasihan deh loh...." Si kembar bersorak bahagia, kedua anak itu setia memeluk Alex dengan ekspresi mengejek-ejek pada Gerald. Senyuman Alex mengembang seketika, ia langsung