“Penampilanmu selalu luar biasa.”Evan menyodorkan buket bunga mawar sambil memuji wanita yang kini berdiri di hadapannya.“Kamu memuji atau merayu? Padahal tidak selalu datang di konser yang aku ikuti, tapi kamu bisa menyimpulkan kalau penampilanku selalu luar biasa. Kamu pembual,” balas Kasih—sahabat dan wanita yang disukai Evan. Dia tertawa kecil setelah berhasil meledek sahabatnya itu.Evan menggeleng kepala dengan seulas senyum di wajah, hingga mendengar Kasih kembali bicara.“Oh ya, aku pernah cerita kalau kenal dan dekat dengan wanita luar biasa, bukan?” Kasih mengingat akan sesuatu yang pernah diceritakan.“Ya, kenapa?” tanya Evan keheranan.“Ayo, aku kenalkan dengannya. Konser kali ini dia diundang untuk tampil, dia ini wanita yang bagiku sangat luar biasa. Bahkan lebih luar biasa dariku,” ucap Kasih bicara dengan nada berlebihan.Evan tidak banyak tanya dan memilih untuk mengikuti Kasih yang mengajaknya bertemu dengan wanita itu. Kasih adalah wanita yang hendak ditemuinya tu
“Dhira kembali manggil pria asing sebagai papa, Ma.” Dharu mengadukan tingkah adiknya itu ke sang mama yang baru saja masuk ke kamar hotel. Andharu Candrama dan Andhira Candrama adalah anak kembar Renata, anak yang Renata pertahankan tujuh tahun lalu. Renata yang awalnya ingin mengugurkan, malah begitu bahagia karena sudah diberi anugerah anak kembar untuk menemani kesepiannya. Renata langsung menatap Dhira yang berdiri di belakang sofa, mengintip dari sana dengan bibir terlipat. “Dhira hanya main, siapa tahu dapat Papa.” Gadis kecil itu membela diri karena diadukan oleh sang kakak. Renata menghela napas kasar. Ini bukanlah pertama kali Dhira meminta pria asing menjadi papanya, atau berkata kalau pria asing itu papanya. Dharu berpikiran lebih dewasa daripada Dhira, dia mengambil kotak biola dari sang mama, membawanya ke dekat koper, kemudian mendekat ke arah sang mama yang sudah menghampiri Dhira terlebih dahulu. “Bukankah mama sudah bilang agar jangan memanggil pria asing dengan
Evan duduk di sofa kamar hotel yang ditempatinya. Dia menggigit pelan kepalan tangan, sambil memikirkan Renata. Semua yang didengarnya dari Kasih, seketika membuat Evan gelisah dan tidak bisa tenang.“Bisa saja setelah malam itu dia menikah, lalu punya anak dan kemudian berpisah karena sakit hati, hingga membuatnya tidak mau menceritakan tentang mantan suami ke orang lain.”Evan menolak pemikiran kalau Renata melahirkan anak darinya, dia terus mengelak dan berusaha meyakinkan jika semua yang terjadi adalah hal yang sangat kebetulan.Namun, saat ingat ucapan Kasih tentang kemiripian Dharu dan dirinya, membuat Evan kembali gelisah, apalagi dia juga merasa kalau Dharu memang mirip dengannya saat masih kecil, sehingga saat pertama kali dia melihat Dharu, Evan merasa melihat dirinya saat masih kecil.“Sialan!” Evan memukul sofa karena geram karena pemikiran yang pro dan kontra di kepalanya saat ini.Dia kembali menggigit kepalan tangan, sampai kemudian mengingat kejadian malam itu. Kejadia
“Boleh Dhira makan cake strawbery pagi ini?”“Pagi-pagi jangan makan cake, nanti gemuk.”Dhira mengerucutkan bibir karena apa yang diinginkan, dibantah oleh Dharu, membuat kedua saudara kembar itu saling debat.Renata menggeleng kepala pelan sambil tersenyum mendengar perdebatan anaknya itu, sudah biasa dan kebal jika keduanya bertengkar karena selisih paham.“Aku minta sama Mama, bukan sama kamu. Mama boleh, ya!” rengek Dhira sambil menarik tangan Renata yang menggenggam telapak tangannya.“Jangan kasih, Ma. Lihat giginya sudah habis, pipinya makin chubby. Begitu bilangnya mau seperti idol. Apanya? Tidak mirip,” celetuk Dharu masih mencoba menghalangi Dhira makan kue.“Dharu jelek, nakal. Dhira ga suka!” Dhira merajuk karena terus dicegah Dharu.“Biarin saja, siapa bilang aku jelek. Mama selalu bilang, ‘Anak mama yang tampan.’ Nah, berarti aku tampan,” elak Dharu menirukan Renata saat sedang memujinya.Dhira memayunkan bibir, hingga terlihat kesal dan membuang muka karena Dharu terus
[Selama ini dia tinggal di sebuah pedesaan. Hamil, melahirkan, dan membesarkan anak kembarnya sampai usia dua tahun, kemudian pindah ke kota dan bekerja sebagai guru les biola di sekolah swasta. Saat anak-anaknya berumur lima tahun, dia bisa mendirikan sekolah musik sendiri, meski tempat yang digunakan masih kontrak, serta dia juga mulai ikut audisi untuk bisa bermain dengan grup orkestra luar negeri. Jadi kesimpulannya, selama tujuh tahun ini, dia tidak ada jejak menikah atau dekat dengan pria. Dan, tanpa saya sebutkan, Anda pasti bisa menebak.] Evan terdiam membaca pesan dari Albert, hingga kemudian membuka file yang dikirimkan bersama pesan itu, hingga melihat dengan jelas jika di Akta lahir juga kartu keluarga, tidak ada nama ayah Dhira dan Dharu. Dia mencengkram erat ponsel itu, lantas menoleh ke arah Renata yang terduduk lemas menunggu dokter selesai menangani Dhira. Renata menunduk sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Dia sedang merutuki kebodohannya karena tidak
“Jika ingin menangis, menangis saja. Tidak usah ditahan.” “Aku tidak mau nangis. Aku cowok, jadi harus kuat. Nangis hanya buat anak cewek.” Evan mengajak Dharu ke kantin atas keinginannya karena bocah itu belum makan sama sekali, sedangkan Renata berada di ruang inap menjaga Dhira yang sedang tidur. Dharu memalingkan wajah saat Evan memintanya menangis, dia tidak suka memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain, meski sebenarnya memang ingin menangis sebab tidak tega melihat Dhira. “Kamu tahu sesuatu? Bahkan pria dewasa pun menangis jika sedih, lalu apa ada alasan untuk anak sekecil dirimu tidak mau menangis dan harus bersikap kuat? Tidak semua orang bisa terus bersikap kuat, adakalanya merasa lemah dan menangis itu perlu,” ujar Evan menjelaskan. Evan tidak tahu apa yang sudah dialami Dharu, sehingga anak kecil itu bersikap layaknya orang dewasa. Dharu sendiri selalu merasa jika perlu bertanggung jawab ke ibu dan adiknya, sebab dia pria di
“Terima kasih karena sudah mau menolong dan mengajak Dharu makan. Aku pasti akan membalas kebaikanmu,” ucap Renata, saat Evan kembali ke kamar inap Dhira.“Tidak perlu berterima kasih,” ucap Evan dengan ekspresi datar.Renata melipat bibir, penilaiannya akan pria itu sepertinya benar karena Evan memang dingin dan kurang ramah, meski begitu Renata juga berpikir kalau Evan memiliki sisi baik.“Apa--”“Jika--”Evan dan Renata bicara bersamaan, tapi keduanya terdiam bersamaan pula.“Apa yang mau kamu katakan. Katakan dulu,” ucap Evan memberi kesempatan Renata untuk bicara lebih dulu.Renata mengangguk, kemudian berkata, “Jika kamu mau pulang, tidak masalah. Maaf sudah merepotkan. Aku tadi tanya ke ruang perawat, katanya kamu sudah membayar setengah biaya rumah sakit Dhira. Boleh aku minta nomor rekeningmu, untuk mengganti biaya yang sudah kamu bayarkan?”&ldquo
“Aku sangat terkejut mengetahui kamu membantu Renata, bahkan sampai ikut menjaga di sana. Kupikir kamu tidak menyukainya, apalagi semalam kamu terlihat tak acuh sama sekali.” Kasih memperhatikan Evan. Keduanya pergi keluar untuk bicara, karena Evan masih tidak nyaman jika membahas banyak hal di depan Renata. “Aku hanya kasihan, apalagi dia menjaga dua anak,” balas Evan tanpa ekspresi. Kasih mengangguk-angguk, kemudian berkata, “Syukurlah kamu kasihan, setidaknya kamu memiliki rasa peduli dengan orang lain.” Evan langsung melotot mendengar ledekan Kasih, hingga kemudian mencebik kesal. “Oh ya, apa Dean sudah menghubungimu?” tanya Kasih kemudian. Evan langsung memandang Kasih begitu menyebut nama Dean—sepupu Evan. Dean dan Evan pernah menyukai Kasih secara bersamaan, tapi Evan memilih mengalah sebab tahu jika Kasih lebih menyukai Dean. “Belum, ada apa?” tanya Evan kemudian. Kasih tersenyum lebar mendengar pertanyaan Evan, hingga kemudian menjawab, “Padahal minggu depan dia akan m