Share

Ketahuan Hamil

“Ga, ini ga mungkin.”

Renata menyugar rambut bagian depannya sambil diremas, sedangkan satu tangan memegang sebuah alat tes kehamilan di tangan.

Renata merasa ada yang aneh dengan tubuhnya beberapa hari ini. Dia bahkan baru ingat jika belum datang bulan dan membuatnya panik ketika ingat kejadian sebulan lalu. Kini ketakutan Renata terbukti, saat melihat dua garis merah di tangan.

“Ga, ini ga mungkin! Ini ga mungkin terjadi!” Renata melempas testpack dengan garis dua itu ke tempat sampah, dia tidak bisa menerima kenyataan jika sedang hamil.

Renata meremas perutnya, masih banyak impian yang ingin digapai saat ini. Renata tidak mau hamil, apalagi hamil di luar nikah. Namun, sekuat apa pun dia berusaha memungkiri, tapi jika takdir sudah berkata, Renata tidak bisa mengubahnya.

**

Evan seharian tidak fokus bekerja, membuat pria itu memilih pulang dan istirahat di apartemen. Dia terus saja merasa mual dan pusing, meski sudah meminum obat yang diresepkan Max.

“Kalau sakit ke rumah sakit, kenapa kekeh istirahat saja. Lihat mukamu, pucet begitu.” Margaret—ibu Evan.

Evan menatap lelah karena sang mama terus mengomel. Dia tidak memberitahu sang mama jika sakit, tapi ternyata sekretarisnya mengatakan ke Margaret jika Evan sakit dan tidak berada di kantor.

“Sekarang makan dulu, jangan sampai tambah sakit.” Margaret menyajikan semangkuk sup hangat yang dibelinya saat menuju ke apartemen Evan.

Evan tidak berkata apa-apa, memilih menyantap sup itu daripada terus mendengar omelan sang mama jika tidak makan.

Margaret terus menatap Evan, hingga dia kemudian berkata, “Andai kamu menikah, pasti ada yang merawatmu saat sakit.”

“Aku masih muda, tidak mau memikirkan tentang pernikahan,” balas Evan tanpa menatap sang mama dan terus memasukkan suapan ke mulut.

 Margaret menghela napas kasar, sudah menebak jika sang putra tidak mungkin menikah di waktu dekat, meski Margaret berharap memiliki menantu secepat mungkin dan bisa segera mendapat cucu.

“Padahal mama sebenarnya sempat ingin menjodohkanmu dengan anak teman mama. Sayangnya teman mama mengalami kecelakaan, dan mama sudah tidak tahu lagi, bagaimana kabar putri teman mama selama dua tahun terakhir ini,” ujar Margaret saat mengingat kesepakatan dengan temannya dulu. Dia ingin menjodohkan Evan dengan putri temannya ketika si gadis lulus kuliah, tapi takdir berkata lain karena temannya meninggal karena kecelakaan dua tahun yang lalu.

Evan melirik sang mama, tapi tanpa kata memilih untuk menghabiskan supnya tanpa berkomentar.

“Sepertinya anak teman mama tahun ini lulus kuliah, andai tidak putus kontak, pasti mama sudah paksa kamu menikah dengannya,” ujar Margaret lagi karena Evan tidak membalas ucapannya.

“Jangan harap!” tolak Evan mentah-mentah.

“Jangan harap apa, hah! Mama juga mau punya mantu, punya cucu kayak teman mama, biar ada yang mama pamerin ke mereka,” amuk Margaret kesal karena Evan terkesan tidak mau menikah.

“Aku belum mau menikah. Lagi pula, untuk apa punya mantu dan cucu hanya untuk pamer,” balas Evan dengan santainya.

Margaret sangat terkejut mendengar balasan Evan, hingga akhirnya hanya bisa kesal dan memilih diam karena merajuk.

**

“Yakin ini milik Renata?”

Kevin sedang bicara dengan pembantu rumah. Pembantu menemukan testpack dengan garis dua di sampah yang berasal dari kamar Renata, kemudian memberitahukan ke Kevin.

“Benar Tuan, saya yakin seratus persen, apalagi di rumah ini yang kemungkinan bisa hamil hanya Nona Renata.”

Kevin memandang testpack itu, hingga kemudian tersenyum miring dan meminta pembantu agar tidak mengatakan apa pun ke orang lain tentang penemuan itu.

Renata baru saja pulang dari rumah sakit. Dia bingung dan ragu, semua hal yang dialaminya benar-benar membuat Renata merasa jatuh di tingkat paling bawah dalam hidupnya.

Kevin baru saja keluar dari dapur dan melihat Renata yang berjalan lesu, apalagi keponakannya itu terlihat pucat. Kevin menyeringai, lantas mendekati Renata yang sedang berjalan masuk menuju anak tangga.

“Dari mana kamu?” tanya Kevin.

Renata terkejut mendengar suara Kevin, hingga menatap sang paman yang tersenyum tapi terlihat memuakkan.

“Apa aku harus terus melapor kalau mau pergi?” Renata bicara dengan nada sindiran.

Kevin menyeringai lagi, lantas berdiri lebih dekat dengan Renata, sebelum kemudian berkata, “Kamu baru menemui pria itu, hah! Sampai kapan kamu akan merahasiakannya?”

Renata mengerutkan dahi mendengar ucapan Kevin, hingga kemudian membalas, “Apa maksud Paman? Aku tidak paham.”

Kevin membuang napas melalui mulut seolah mencibir, kemudian memperlihatkan testpack yang didapatkan, hingga membuat bola mata Renata melebar.

Renata gelagapan dan panik, tapi kemudian berusaha untuk menyembunyikannya.

“Paman ngelantur, aku tidak paham dengan ucapan Paman!” Renata ingin mengabaikan sang paman, tapi langkah terhenti ketika mendengar ucapan sang paman lagi.

“Kamu hamil dan masih mau mengelak! Siapa yang menghamilimu!” teriak Kevin begitu lantang.

Tubuh Renata membeku mendengar teriakan sang paman, hingga membuat seluruh penghuni rumah mendengar, termasuk sang nenek.

“Apa maksudnya itu? Siapa yang hamil?” Veronica memang terkenal keras dan galak, hingga saat mendengar Kevin berkata jika Renata hamil, wanita tua itu langsung menatap tajam ke Renata.

Renata begitu panik, tampaknya dia tidak bisa mengelak.

“Lihat, Ma. Cucu yang Mama jaga, bahkan selalu diprioritaskan dalam segala hal, ternyata berperilaku buruk dan sekarang hamil di luar nikah!” Kevin mengadu tentang kehamilan Renata, dengan menunjukkan testpack yang didapat.

Renata kebingungan, tubuhnya gemetar karena Kevin mengadu ke Veronica.

Veronica begitu syok, bahkan sampai memegangi dada karena sesak mengetahui cucu satu-satunya hamil.

“Apa ini benar, Renata! Anak siapa yang kamu kandung!” amuk Veronica, terlihat jelas wanita itu kecewa dan syok.

Renata langsung berlutut dan memeluk kaki Veronica, meminta ampun karena sudah bertindak ceroboh.

“Ampun Oma. Aku benar-benar tidak tahu siapa ayahnya, semua kejadian itu terjadi dengan cepat, Oma.” Renata menangis sambil memeluk kaki Veronica.

“Bohong! Mana mungkin kamu tidak tahu! Kamu pasti hanya melindungi pria itu saja! Kamu ini aib, selalu membawa sial!” Kevin memanfaatkan kondisi yang dialami Renata agar semakin dibenci Veronica.

Veronica tidak bisa berkata-kata, hingga akhirnya bicara dengan begitu tegas, sampai tidak memikirkan perasaan Renata.

“Gugurkan kandungan itu, atau tinggalkan rumah ini jika kamu masih mempertahankannya!”

Renata begitu syok, kenapa Veronica memberinya sebuah pilihan yang begitu sulit.

**

Evan terus merasa gelisah dan tenang sejak dirinya sering mual juga pusing, hingga akhirnya demi memastikan kondisi yang sedang dialami, terlebih karena pemeriksaan medis menunjukkan dia baik-baik saja, Evan meminta Albert untuk mencari tahu siapa wanita yang ditidurinya malam itu, serta bagaimana kondisi wanita itu sekarang. Evan cemas jika dugaan Max terbukti, jika dia mengalami Morning Sickness karena wanita yang ditidurinya malam itu sedang hamil.

“Pak, saya sudah mendapatkan rekaman yang Anda minta.” Albert bicara dari seberang panggilan.

Setelah sebulan tidak peduli akan kejadian yang menimpanya, akhirnya sekarang Evan memaksa Albert untuk mendapatkan rekaman itu bagaimanapun caranya.

Evan membuka file video yang dikirimkan Albert, hingga melihat seorang gadis yang berjalan keluar dari lift, lantas berjalan menuju ke kamar 221.

“Tunggu! Dia?” Evan membulatkan bola mata melihat wanita yang tidur dengannya, adalah gadis yang dilihatnya di rumah Stef.

Evan pun terlihat berpikir, apakah benar teman sepupunya yang dia tiduri. Semua itu benar-benar membuat Evan frustasi.

“Cari wanita itu dan dapatkan alamatnya!” perintah Evan.

“Pak, saya sudah mendapatkan alamatnya,” ucap Albert dari seberang panggilan, tapi terdengar sedikit ragu.

“Lalu?” tanya Evan sambil mengerutkan alis karena Albert terdengar tidak yakin.

“Saya mendapat informasi, kalau wanita itu sudah tidak tinggal di sana.”

“Apa maksudmu?” Evan mengerutkan alis mendengar ucapan Albert, hingga terdiam ketika sang asisten kembali menyampaikan apa yang diketahuinya.

“Saya pikir Anda tidak perlu mencemaskannya lagi, Pak. Informasi yang saya dapat, dia tampak baik dan tidak ada tanda yang Anda takutkan. Lagi pula dia juga sudah meninggalkan kota, itu menandakan jika semuanya baik-baik saja. Dan sakit yang Anda alami, saya yakin bukan karena itu penyebabnya.”

Evan terdiam lagi, berpikir apakah yang dikatakan Albert benar. Jika sudah begini, haruskah dia melupakan apa yang terjadi.  

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
Albert jujur g yaaa ko meragukan y...
goodnovel comment avatar
vieta_novie
jgn² yg dimaksud mama Evan temennya itu orang tua Renata....& anak nya yg mau dijodohin ma Evan adalah Renata....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status