Share

44. Sabia

“Bi.”

Aku membuka mata saat ada yang menyebut namaku. Aku melonjak ketika wajah Pak Rully hanya berjarak sepuluh senti dari wajahku.

“Bapak ngapain?!” aku menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Apa dia sudah tak sabar anu? Astaghfirullah. Di rumah sakit saja berani mau macam-macam, apalagi nanti kalau sudah menikah?

Bisa—aku menggelengkan kepala tak sanggup membayangkan. Kepalaku di dorong oleh Pak Rully

“Mikir apa kamu Sabia?” Pak Rully menatapku kesal.

“Bapak yang ngapain dekat-dekat saya? Astaghfirullah, Pak, belum halal, Pak. Sabar.”

“Jadi kamu mau saya halalin?”

“Ya, mau, lah.” Aku membekap mulutku sendiri dengan tangan begitu sadar dengan apa yang kuucapkan barusan.

Keceplosan!

Ya ampun Sabia, jaga image. Jadi perempuan harus pura-pura jual mahal.

Aku menggetok kepalaku sendiri.

“Ya, sudah, ayo!”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status