Anak Kembar yang Dibedakan

Anak Kembar yang Dibedakan

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-16
Oleh:  Mumtaza wafaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
8 Peringkat. 8 Ulasan-ulasan
54Bab
15.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Lahir dengan keadaan kembar tak akan pernah Sabia dan Sabrina inginkan jika ternyata jadi ajang perbandingan. Mama yang selalu menuntut Sabrina tampil sempurna, dan Papa yang selalu ingin Sabia menjadi orang sukses. Bagaimana keduanya menjalani kehidupan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Sabia

BREAKING NEWS

Selebgram cantik pendatang baru, Sabrina Maryam mendapat penghargaan sebagai duta kecantikan.

Aku menatap layar ponsel yang menampilkan foto cantik Sabrina—kembaranku. Ada denyut didada. Iri? Tentu saja. Dia selalu lebih beruntung dan bersinar dariku. Sejak dulu.

Kami kembar, tapi tak serupa. Jika berpikir saudara kembar akan mempunyai wajah sama dan ikatan batin yang kuat, kalian salah. Bahkan, ketika aku di bully saat sekolah dulu, dia hanya diam saja. Sungguh tak berperi kesaudaraan.

Dia cantik, aku tidak.

Dia tinggi, aku tidak.

Dia langsing, aku ... bahkan seperti bundelan karung beras.

Nasib Sabrina selalu beruntung, aku kebalikannya. Satu-satunya yang dapat aku banggakan adalah aku pintar. Jangan heran kenapa, karena kenyataannya seperti ini.

Dia mirip sekali dengan Mama, dan aku sangat mirip dengan Papa. Mama yang cantik, tinggi dan putih, menurunkan gennya ke Sabrina. Sungguh Sabrina sangat serakah mengambil semua kecantikan Mama tanpa menyisakan sedikit pun padaku.

Harusnya bagi hasil, karena aku juga bersedia berbagi rahim dengannya. Padahal, aku lahir 5 menit lebih dulu darinya, harusnya aku juga mendapat bagian kecantikan Mama minimal separo.

Cih. Menyebalkan sekali bukan?

Sejak dari rahim bahkan dia sudah mulai diet dengan mengikhlaskan sebagian besar nutrisi selama kehamilan Mama kepadaku. Aku lahir dengan berat badan 3 kilogram, sementara dia hanya 2,4 kilogram.

“Kamu sedang apa?”

Aku segera menutup ponsel begitu suara Papa terdengar. Meliriknya sebentar, lalu aku kembali fokus pada laptopku.

“Kamu sudah lihat berita?” tanya Papa lagi yang ku jawab dengan sebuah anggukan.

“Papa akan lebih bangga jika dia menutup aurat sepertimu.” Lelaki itu mengembuskan napas berat, lalu mengelus punggungku.

“Papa lihat beritanya?”

“Tentu.”

“Harusnya Papa bangga.”

Papa menggeleng, “Besok jadwal kamu menginap di rumah Mama?” tanya Papa.

Aku mengangguk.

“Kalau begitu, bersiaplah. Besok Papa antar sekalian jemput Sabrina—“ ucapan Papa terhenti.

“Papa lupa kalau Sabrina bisa ke sini sendiri.”

Aku menjatuhkan diri ke kasur setelah Papa benar-benar menghilang dari balik pintu. Aku dan Sabrina berpisah sejak masuk bangku SMP, mungkin itu yang menjadi penyebab kami kekurangan ikatan batin.

Aku melirik ponsel yang sejak tadi berkedip.

[Bilang Papa, aku besok masih ada jadwal.]

Pesan dari Sabrina ku abaikan, lalu melihat pesan lain yang masuk. Kamu tak seakrab itu.

[Biantet, main yuk.]

Dih.

[Ogah.]

Seenaknya saja mengganti nama anak orang. Padahal Papa mengadakan pengajian di hari ketujuh kelahiranku untuk memberi nama Sabia Maryam.

Kukuh Bima mengirimkan foto.

Sial.

Bakso Mang Daud sungguh menggoda iman. Padahal aku rencananya mau diet biar langsing seperti Sabrina. Benar-benar Kukuh meluruhkan niatku.

[Otw.]

Akhirnya aku mengalah. Dietnya besok saja. Inilah yang membuatku lebih beruntung dari Sabrina, bisa makan apa pun yang kusuka tanpa ada yang melarang.

Aku ingat Sabrina bahkan di tegur oleh Mama ketika sedang menikmati bakso yang kubawa.

“Sabrina, jangan makan sembarangan,” tegur Mama saat itu. “Sabia, lain kali kalau mau ke rumah Mama jangan bawa makanan yang nggak sehat itu, kamu tahu kan Sabrina harus menjaga tubuhnya. Kamu juga kurangi makanan nggak sehat begitu, lihat badan kamu sudah kayak karung beras.”

Aku menelan bakso yang baru saja ku masukan ke mulut tanpa kukunyah menyebabkan aku tersedak.

“Astaga.” Mama dengan cepat menepuk punggungku dengan keras. “Makanya kalau makan pelan-pelan. Kayak Papamu nggak pernah kasih makan aja.”

"Apa anak Mama hanya Sabrina?" Aku menyingkirkan tangan Mama dari punggungku begitu beliau menyinggung Papa.

“Alhamdulillah, Papa nggak pernah melarang Bia makan apa pun,” sindirku.

“Pantas saja badan kamu jadi bengkak gitu. Berapa berat badan kamu sekarang?”

Astaghfirullah! Anak sendiri di bully. Aku melirik Sabrina yang terlihat acuh.

“Apa penampilan begitu penting buat Mama?”

“Tentu dong. Kamu lihat Sabrina, adikmu itu sudah jadi orang terkenal sekarang berkat penampilannya yang menarik. Sudah bisa menghasilkan uang sendiri,” papar wanita yang melahirkanku itu membanggakan kembaranku.

“Mama heran, kalian kembar tapi kenapa beda banget.”

Aku mengembuskan napas kasar. Bukan sekali dua kali Mama membandingkanku dengan Sabrina seperti ini.

“Aku juga bisa menghasilkan uang sendiri, Ma.”

“Jadi apa kamu?”

“Aku pen—“

“Stop, Ma!”

Kami mengalihkan pandangan pada Sabrina yang terlihat frustrasi.

“Kalian sangat berisik,” ucapnya lalu pergi dari meja makan. Sementara aku, menatap Mama jengah dan melakukan hal sama seperti yang Sabrina lakukan. Meninggalkan Mama sendiri dengan tumpukan mangkok bakso yang belum habis isinya.

Kan mubazir.

Maunya sih, balik lagi ambil bakso yang tersisa. Tapi gengsi. Aku kan sedang marah!

Kukuh melambaikan tangannya ketika melihatku memarkirkan motor di depan warung bakso langganan kami. Sepertinya dia bersama Puput.

“Duduk sini, Bi.” Puput menepuk bangku di sebelahnya.

Setelah memesan seporsi bakso, aku duduk di Puput.

“Makin glowing aja, Put,” kataku sambil menyeruput es teh manis dari gelas gadis itu.

“Es orang main minum saja,” sungut Puput mengambil kembali esnya. Pelit.

“Ajarin Sabia makeup bisa glow up juga kek lu, Put.” Kukuh menimpali. "Muka kusam banget kek debu aspal."

Astaghfirullah. Hobi sekali membuatku berdzikir terus-terusan.

“Bukan gue nggak mau ngajarin, ini Dugong yang nggak mau diajak glow up.”

Ck. Aku masih nyaman dengan kondisiku sekarang, walaupun jujur dari hati yang sangat dalam aku juga ingin seperti Sabrina yang mendapat pujian dari orang-orang.

Puput teman senasib seperjuangan saat kami sama-sama dibangku SMA. Jelek, kumel, kucel, dekil pokoknya istilah nggak bagus itu ada pada kami berdua. Puput dulu bahkan memakai kacamata yang hampir memenuhi separuh wajahnya. Tapi lihatlah, gadis itu bahkan kini sudah menjadi MUA.

Dan aku ... menjadi orang yang tertinggal jauh. Mau sedih tapi malu sama harga diri.

Prestasiku hanya dibidang akademik, yang lainnya bikin hati meringis. Bahkan, aku pernah sering di bully karena tak memberi jawaban saat ulangan pada teman sekelas.

“Si Sabrina makin bersinar aja,” puji Puput. “Pengikut dia di youtube sudah sepuluh juta, kecipratan duitnya nggak, lu?”

Boro-boro. Kecipratan keringatnya saja tidak.

“Jadi Beauty influncer laku keras, apalagi jaman skincare lagi digandrungi kek sekarang,” lanjutnya.

Aku mengaduk baksoku dengan tak minat. Selera makanku hilang. Seperti sadar dengan perubahan ekspresiku, Kukuh menyenggol lengan Puput.

Puput berdehem, “Lu juga cantik kok, Bi. Tapi perlu dipermak saja dikit.”

Tuh kan.

“Lu kata baju, dipermak.” Kukuh tertawa sampai menggebrak meja.

Dih! Teman macam apa mereka. Mau cari teman lain tapi tak ada yang mau. Nasib orang jelek.

Dadaku bergetar, rupanya ada panggilan masuk dari Pak Rully—bosku di kantor.

“Assalamualaikum,” ucapku.

“Kamu dimana?”

Jawab salam dulu kek.

“Makan bakso.”

“Oh, pantas saja badan kamu bulat seperti bakso.”

Astaghfirullah! Jadi dia telepon cuma buat bully?

“Sabia,” panggilnya.

“Hmmm.”

“Naskahmu akan dipinang,”

“Saya belum siap, Pak.”

Eh dia ngomong apa, sih?

“Bukan kamu. Tapi naskah kamu.”

Eh serius? Aku menggebrak meja sampai kuah bakso milik Puput dan Kukuh muncrat.

“Astaga, Sabia!” teriak mereka berdua bersamaan. Cie kompak.

“Bisa diulangi?”

“Tidak ada pengulangan, Sabia. Cepat temui saya dan dandan yang cantik.”

Mati. Maksudku teleponnya, bukan orangnya.

Apa tadi dia bilang? Dandan cantik? Cantik?

Aku melirik Puput. Puput balik menatapku curiga.

“Ada apa?”

“Gue butuh bantuan lu.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Nami chan
MAKASIH KAK WAFAA udah luangin waktu pikirna dan perasaan ke karyanya. Aku awal baca di apk sebelah, cerita ttg anak2 sabia rully dan kerabat2nya. Udh lama ada di list novel ini tp baru sempet baca. Maraton 2hari, begadang wkkwwk Dan seperti biasa karya kak wafa ga pernah gagal. ...love u sepiring
2025-03-29 18:12:49
0
user avatar
Yu Na
romens komedi lucu bangat...
2024-04-18 08:28:26
0
user avatar
Amie Atie
suka sama ceritanya, bahasanya ringan, ada lucunya, romantisnya, kekeluargaannya, konfliknya jga pas bgt gk berlebihan, ......
2023-12-04 19:28:26
0
user avatar
Uchiha Nåmìkaze Shanzec
seru.....lucu .....dan baper.........
2023-11-26 00:11:45
0
user avatar
Achmad Reyhan
bagus banget ceritanya. ............. bikin ngakak tp romanis bikin gemesh.
2023-08-26 21:59:17
1
user avatar
Allif Aisyah
keren suka baget bacanya
2023-06-22 10:13:34
2
user avatar
Talita Latit
mudah2an nyampe tamat
2023-05-13 23:54:32
1
user avatar
Maulida
udah aku tunggu2 ceritanya nih moga sampai tamat
2023-04-30 14:38:47
2
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status