"Hah!?" ucap Lucas dan Lay secara bersamaan. Mereka terlalu kaget sampai membeku di tempat mereka selama beberapa saat hingga akhirnya tersadar dari rasa terkejutnya.
Derrick sudah selesai berkemas.
"Kalian tetap di sini atau ikut ke perusahaan tadi?" tanya Derrick malas.
"Pertanyaan macam itu? Tentu saja kami ikut, kau ini bagaimana? Teman kita ada yang diculik masa iya kami diam saja," jawab Lay.
Derrick mendengus keras. Dia membalas, "Lantas kenapa kalian masih diam di situ seperti orang bodoh?"
"Hei, sabar sebentar," sahut Lucas.
Secepat kilat, mereka sudah bersiap dan bertiga mereka bergegas ke luar dari hotel itu.
Tujuan mereka tentu saja AL Group.
Di dalam taksi itu, mereka masih saja panik dan tak bisa menyembunyikan itu. Sang sopir itu bahkan beberapa kali melirik pada anak-anak muda itu yang terlihat sedang terburu-buru.
"Masih jauh kah, Pak?" tanya Lucas sopan.
"Sebentar lagi," jawab sopir itu.
Rio memutar badannya dan dia menyeringai."Kenapa memangnya? Apa kau takut mati?"Vesa tertawa dingin.Tawa pemuda itu bahkan membuat Jefri merinding seketika. Vesa memandang dua pria itu dengan tatapan remehnya."Aku? Takut mati? Yang benar saja," ucap Vesa tak gentar sedikitpun.Rio terkejut tapi wajahnya mengeras."Oh, jadi kau benar-benar mau mati?" ucap Rio tak kalah dingin.Pria itu mendekat ke arah Vesa. Dia menjambak rambut Vesa dan berkata, "Sebenarnya aku ingin sekali mengabulkan keinginanmu itu dan segera mengirim dirimu ke neraka tapi sayangnya kau harus menunggu itu sedikit lebih lama, anak muda.""Pengecut. Kau hanya berani menggertak saja. Kau tak akan berani membunuhku. Jika kau membunuhku, ayahku tak akan melepaskanmu. Sampai ke liang kubur pun, dia akan memburumu." Vesa menunjukkan gigi taringnya.Rio yang diprovokasi seperti itu tentu saja sangat kesal. Tangannya terangkat dan melayang ke wajah t
''Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu petugas yang berhenti begitu dia mendengar seorang tamu sedikit berteriak kepadanya."Itu. Photo itu bukankah Valentino Araya? Kenapa Anda membawa photonya?" tanya Derric ingin tahu.Petugas itu mengernyit bingung lalu meminta temannya untuk mengangkatnya sendiri. Si kembar hanya terdiam menyaksikan interaksi Derrick dan petugas itu."Oh, iya benar. Ini Tuan Valentino Araya. Kami sedang membereskan ruangannya karena beliau ingin ruangan itu direnovasi kembali," jawabnya.Derrick kembali dibuat terkejut, "Ruangan? Apa beliau juga bekerja di sini?"Sungguh pertanyaan bodoh, Derrick juga menyadari hal itu sehingga wajahnya memerah."Tentu saja tidak. Beliau pemilik hotel ini, untuk apa dia bekerja?" tanya petugas hotel dengan tatapan anehnya.Derrick tersenyum seperti orang bodoh.Jadi ternyata mereka selama ini tinggal di hotel milik ayah Vesa? Dan mereka bahkan tidak tahu
"Kau tidak membunuhnya?" ulang Gea."Ti-tidak Bos," cicit Rio tiba-tiba saja takut."Dasar bodoh," maki Gea.Rio terperanjat, "Anda bilang hanya membutuhkan anak itu saja dan Anda bilang tinggalkan saja temannya di jalan jadi saya pikir memang dia tak perlu saya bunuh," ujar Rio.Gea memijit pelipisnya. Dia tak menyangka anak buah kepercayaannya ini begitu bodoh karena tak langsung mengerti apa yang dia perintahkan."Rio, apakah kau tidak bisa menggunakan otakmu sedikit saja? Jika kau tidak membunuh temannya itu, dia bisa melapor ke mana-mana. Valentino bisa dengan cepat menemukan anaknya sementara kita belum bisa bermain-main," ucap Gea marah.Rio terkesiap, "Maaf, Bos. Saya memang bodoh. Baiklah, saya akan cari bocah itu lagi dan membunuhnya."Gea berdecak, "Apakah kau ingin melakukan hal bodoh lagi? Apa kau mau membuat kita semakin cepat ketahuan? Sialan. Kenapa aku bisa memiliki anak buah bodoh sepertimu?"Rio menggaruk bag
Valentino membelalakkan matanya usai mendengar Ruslan berbicara."Dia di Indonesia? Katakan kau sedang bercanda, Ruslan. Itu tidak mungkin. Dari mana putraku mendapatkan uang untuk biaya menuju ke sini?" tanya Valentino hampir saja terkena serangan jantung karena tingkah anak satu-satunya itu."Dia... Derrick White memfasilitasi Tuan Muda, Tuan." Ruslan sudah bersiap jika Tuan Besarnya itu akan memenggal kepalanya sewaktu-waktu. Dia merasa pantas mendapatkan itu lantaran memang dia telah lalai menjaga putra dari majikannya itu.Kepala Valentino berdenyut dan rasa takut yang amat sangat mulai menjalar ke pikiran serta hatinya."Di mana dia sekarang, Ruslan? Di mana dia?" teriak Valentino frustrasi."Kami masih melacaknya, Tuan. Tuan Muda terlihat di bandara Ir. Soekarno lima hari yang lalu bersama dengan ketiga temannya," jelas Ruslan.Valentino terduduk di lantai, lemas. Dia benar-benar sangat takut sekarang. Dia takut jika dia akan ke
Vesa sepenuhnya mengabaikan ucapan Rio yang terus menerus mengoceh. Dia hanya menyimpan semua informasi yang dikatakan oleh Rio.Dari ocehan itu, dia tahu jika ibunya dulu adalah seorang detektif. Astaga, dia tidak pernah tahu soal itu. Ayahnya tak pernah membicarakan hal itu. Dia hanya tahu nama ibunya dan juga photo sang ibu. Itupun hanya sebuah. Photo itu tergantung di meja belajarnya.Dia menjadi semakin penasaran, seperti apa ibunya dulu? Dia detektif. Pasti keren sekali. Tiba-tiba dia tersenyum bangga, ibunya pasti sudah melakukan pintar menangkap penjahat.Bagaimana dia bisa bertemu dengan ayahnya? Jika dia melihat ayahnya yang katanya masih hidup sendirian sampai sekarang, sudah pasti ibunya adalah wanita yang sangat hebat.Matanya terasa panas. Dia ingin tahu lebih. Dia ingin tahu kehidupan orang tuanya dulu.Napasnya tercekat. Dia hampir saja menunjukkan sisi lemahnya.Tidak, tidak Vesa. Kau kuat. Tak boleh lemah, jangan memb
"Mati aku sekarang!" gumam Lusi.Meskipun dia takut dipecat tapi wanita itu tetap datang ke ruang Valentino.Begitu dia membuka pintu itu, dia langsung dihadapkan pada tiga pemuda yang tengah duduk santai dan juga Valentino yang tampak berdiri sambil bersedekap."Ya, Pak. Apa Bapak perlu sesuatu?" tanya Lusi takut-takut."Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?" tanya Valentino langsung membuat Lusi tercekatMemang benar, bukan salah Lusi sepenuhnya karena tidak percaya pada anaknya. Namun, tetap saja Valentino tidak bisa membuang rasa kesalnya pada Lusi lantaran telah membuat anaknya menunggunya begitu lama."Sa-saya sudah mencoba menghubungi Bapak, tapi Anda tidak mengangkatnya," jawab Lusi terbata-bata.Lusi melirik ke arah tiga pemuda yang sedang menatapnya malas itu."Kenapa kau tidak mengirim sebuah pesan untukku? Atau mencoba menghubungi Ruslan?" tanya Valentino."M-Maaf, Pak. Saya salah," ucapn
"Jejak mobil itu menghilang tepat setelah teman Tuan Muda diturunkan, Bos.""Sial," umpat Ruslan.Pintar juga penculik itu, batinnya.Pria itu sudah menyelidiki plat mobil itu dan ternyata plat yang digunakan plat palsu. Tentu ini semakin membuat pencarian menjadi sulit."Bagaimana jika menghubungi polisi?" tanya Lusi yang tengah berada juga di kantor Valentino di apartemen Gardenia Hills. Lusi ditugaskan untuk mengawasi ketiga teman Vesa."Jika aku saja tak bisa menemukannya, bagaimana mungkin polisi bisa?" ucap Ruslan telak.Lusi mengangguk-angguk. Dia tahu hal itu benar. Dia sudah mengenal pria itu cukup lama dan selalu berhasil mengerjakan tugas apapun yang diberikan Bos besar mereka. Kemampuannya sudah tentu tak perlu diragukan lagi serta koneksinya yang sangat luas adalah kelebihan tersendiri yang dimiliki Ruslan."Ruslan, Omong-omong Bos di mana?" tanya Lusi yang tak melihat pria itu sedari Ruslan datang."Bos di H
Semua orang sontak mengatupkan mulutnya rapat-rapat saat melihat Ruslan datang dengan tatapan suramnya."Apa kalian sedang banyak waktu sampai bergosip di sini?" tanya Ruslan dengan suara sedikit keras.Tak ada satupun di ruangan itu berani menjawab."Kembali ke ruangan kalian masing-masing!" ucap Ruslan tegas.Satu per satu dari mereka langsung saja meninggalkan ruangan itu tanpa berani berbicara sepatah kata pun.Semua mengerti jika seorang Ruslan marah, mereka bisa habis. Orang kepercayaan Valentino dikenal tegas dan tak pandang bulu. Wanita maupun laki-laki, tua maupun muda, jika sudah membuat citra perusahaan menjadi buruk atau bahkan berani membicarakan Tuan Besarnya di belakangnya, dia tak akan melepaskan orang itu.Begitu mereka sudah tak ada lagi di sana, Ruslan mengembuskan napasnya lelah. Dia menyusul Valentino yang pasti telah berada di ruangannya di hotel itu."Apakah kau sudah menemukannya?" tanya Valentino begitu