"Kenapa tumben sekali Paman terlambat menjemput?" tanya Inka pura-pura ngambek.
"Maaf, tadi ada sedikit urusan. Jadi bagaimana? Apakah kau sudah menemui temanmu yang tidak datang di hari ulang tahunmu itu?" tanya Stefan. Dia sudah membukakan pintu untuk Inka.Inka dengan cepat masuk ke dalam mobil lalu memasang seatbelt-nya dengan benar sebelum menjawab, "Bagaimana bisa Paman tahu jika aku akan menemuinya?"Stefan menoleh, "Tentu saja aku tahu. Memang apa yang tidak aku tahu, Dear?"Inka mencibir, "Seharusnya aku tahu jika Paman bisa membaca pikiran orang lain."Stefan terkekeh, "Terlihat sekali di wajahmu saat malam itu, Nak. Kau berharap dia datang tapi dia tidak bisa datang, sudah pasti kau akan mengejarnya. Jadi katakan padaku, apakah kau tertarik kepadanya?"Inka sontak menoleh pada pamannya itu, "Bisa kita pulang sekarang saja Paman Stefan?"Stefan tersenyum dan menuruti keinginan keponakan kesayangannya itu tapi"Bagaimana keadaan Ayah?" tanya Vesa ketika baru saja pulang dari kampus.Setelah membersihkan dirinya, dia bergegas ke kamar ayahnya yang sudah ditata sedemikian rupa menjadi sebuah kamar rawat mirip kamar di rumah sakit. Semua peralatannya lengkap dan ada dua perawat yang menjaganya serta seorang dokter yang akan rutin memeriksanya setiap sehari dua kali."Baik, Tuan Muda." Ruslan yang menjawab."Belum ada pergerakan tangan atau semacamnya?" tanya Vesa pada dua perawat itu."Belum, Tuan."Vesa mengangguk. Dia tidak kecewa. Dia hanya bisa percaya jika ayahnya akan membuka matanya di waktu yang tepat."Baiklah, aku akan ke ruang kerja ayah," ujar Vesa dan langsung saja menuruni tangga.Dia tidak melihat ketiga temannya itu yang pasti sedang berkutat dengan tugas kuliah mereka masing-masing. Minggu ini mereka memang memiliki tugas yang cukup banyak sehingga mau tidak mau mereka harus ekstra bekerja keras untuk membagi wa
Vesa Araya masuk ke ruang meeting terlebih dulu, menunggu semua anak buahnya hadir di sana. Pria muda itu terlihat sangat tenang dan tampak tidak bisa dibaca.Ketika satu per satu orang-orangnya hadir di sana, semuanya tak bisa tidak terkejut melihat sang direktur yang malah sudah ada di sana sambil menikmati minumannya. Vesa terkadang menyesap minuman itu sesekali sambil menunggu semua orang datang.Beberapa dari mereka sedang bertanya-tanya tentang alasan pemilik perusahaan mereka itu meminta mereka menghadiri meeting dadakan itu. Namun, sebagian dari mereka tampak tak peduli dan hanya datang ke sana tanpa berpikir apapun. Dengan kata lain, mereka hanya mengira jika kemungkinan besar pewaris perusahaan itu sedang ingin mengetahui hal lebih mengenai perusahaan itu."Mau apa dia sebenarnya?" bisik salah seorang manager wanita pada salah satu temannya yang juga menjabat sebagai manager lain."Entahlah, aku harap ini memang hal yang penting karena k
Andre memucat. Pria muda itu terlalu syok tak menyangka."Cylla, apa yang kau katakan?" tanya Andre dengan bingung.Cylla tak menoleh pada kekasihnya itu dan malah tetap melanjutkan ucapannya, "Saya diperintahkan untuk membantu membuat laporan palsu dan juga mengubah sebagian besar laporan itu, Pak."Andre langsung saja berdiri, "CYLLA!" Pria itu berteriak nyaring, Vesa Araya berkata, "Tenanglah dulu, Pak Andre. Kita dengarkan dulu penjelasan Nona Cylla, silahkan duduk kembali!"Andre tetap kekeuh berdiri menatap nyalang pada wanita yang menjadi penghangat ranjangnya itu.Vesa berkata, "Duduk, Pak Andre!"Kata-kata pemuda itu terdengar tegas dan sangat tidak bisa dibantah sehingga mau tak mau Andre kembali duduk di tempatnya sambil menahan amarah yang akan meledak."Lanjutkan Nona Cylla!" titah Vesa tenang. Semua orang di ruangan itu hanya bisa terdiam melihat aura Vesa yang semakin terlihat mirip den
Usai mengurusi hal itu, Vesa memasuki ruang kerjanya diikuti oleh ketiga teman baiknya. "Verylta, tolong buatkan kami minuman yang segar," pinta Vesa pada sekretarisnya yang dijawab dengan sebuah anggukan kecil.Gadis muda itu menjadi semakin terpukau pada pemimpin muda itu. Dia benar-benar tidak pernah mengira jika pemuda yang usianya hampir sama dengannya itu bisa menjadi seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa seperti tadi.Vesa melonggarkan dasinya dan menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan perlahan. Dia menoleh pada tema-temannya yang tersenyum lebar kepadanya. Pemuda tampan itu berkata, "Aku gugup tadi."Tawa mereka pun pecah seketika. Derrick merespon, "Aku tahu. Tapi tenang saja mungkin hanya orang-orang yang mengenalmu secara dekat saja jika tadi kau gugup. Iya kan? Kalian tidak tahu kan?" Derrick menoleh pada si kembar yang sudah mendudukkan diri mereka pada sofa empuk di ruangan Vesa itu."Ya. Aku malah tid
Meskipun Alex sama sekali tidak menyukai pemuda yang dia tolong ini, dia tidak mungkin tega membiarkan seseorang yang habis saja jatuh dari tangga ditinggalkan sendirian. Dia bukan orang jahat, dia menekankan hal itu pada dirinya sendi."Atau kau mau aku bawa ke pusat kesehatan kampus?" tawar Alex lagi.Vesa yang sudah mulai merasa jika sakit di kepalanya mulai menghilang segera menjawab, "Tidak. Saya tidak apa-apa. Terima kasih sudah menolong saya."Alex mengerutkan dahinya tak percaya, "Kau yakin baik-baik saja? Kau terlihat pucat sekali dan itu dahimu berdarah. Pasti terbentur saat kau jatuh tadi."Vesa meraba dahinya dan benar saja di tangannya ada darah."Nggak apa-apa, saya akan mengobatinya di rumah," jawab Vesa lagi.Alex menghela napas lelah, lalu pria itu mengeluarkan sebuah sapu tangannya dan memberikannya pada Ves. Dia berkata, "Seka darahmu."Vesa sekali berucap, "Terima kasih."Alex masih menunggu
Vesa mengemudi mobilnya sendirian. Sebenarnya awalnya dia ragu tapi setelah meyakinkan dirinya sendiri jika dia harus mulai mengetahui daerah tempat tinggalnya saat ini, dia nekad. Jakarta memang sangat luas dan dia merasa sangat beruntung lantaran rumah Inka cukup mudah untuk dicari. Sebelum dia berangkat tadi, dia berdebat sengit dengan Ruslan yang tidak mau membiarkannya pergi tanpa pengawal. Namun, setelah Vesa meyakinkan pria tua itu, Ruslan akhirnya menyerah. Ruslan dengan terpaksa membiarkan Tuan Mudanya itu pergi sendirian tapi dengan syarat mobil itu dipasangi GPS agar Ruslan bisa mengetahui keberadaannya. Vesa yang tak ingin berdebat akhirnya menuruti keinginan Ruslan itu.Usai memarkir mobilnya, Vesa langsung saja disambut oleh Inka yang kali ini tampak mengenakan pakaian rumahan yang fresh. Gadis itu mengenakan kaos bewarna abu-abu serta celana jeans selutut."Selamat datang di rumahku," ucap Inka senang."Ini sangat besar,"
Sebelum Vesa menjawab pertanyaan Inka, sebuah suara bariton berat terdengar olehnya dari arah tangga, "Kenapa bertanya soal photo itu?"Stefan Aditama tengah menaiki tangga dengan tenang dan tersenyum pada Inka begitu dia melihat gadis itu. "Paman sudah pulang?" tanya gadis itu terheran-heran. "Kenapa, gadis nakal? Kau tak suka pamanmu pulang lebih awal?" tanya Stefan pura-pura tersinggung.Vesa masih belum berbalik dan menatap photo itu dengan tatapan kosong penuh kebingungan."Ah, bukan begitu. Hanya heran saja tak biasanya Paman pulang di sore hari begini? Apa ada sesuatu?" tanya Inka balik."Yah, anggap saja urusan Paman berjalan dengan lancar jadi bisa cepat pulang," jawab Stefan sambil lalu."Tumben sekali kau membawa pulang temanmu, apa dia..."Inka dengan cepat menyela, "Jangan berpikir aneh-aneh, Paman. Kami hanya mengerjakan tugas kelompok."Stefan kemudian melirik ke arah pemuda yang masih
Suara pintu yang didobrak itu berhasil mengagetkan ketiganya. Stefan dengan tergesa-gesa menuruni tangga disusul oleh Vesa dan Inka dengan penuh kebingungan.Di lantai dasar, beberapa orang yang berpakaian serba hitam muncul di sana. Vesa langsung saja mengetahui jika mereka adalah anak buah ayahnya. Stefan menoleh menatap wajah bingung pemuda itu dan bertanya sekali lagi, "Kau benar-benar tidak memanggil mereka?""Tidak, sungguh. Aku tidak tahu," jawab Vesa jujur.Stefan mempercayainya."Hei, apa-apaan kalian ini? Datang ke rumah orang dengan cara yang sangat barbar. Apakah kalian tidak tahu caranya bertamu ke rumah orang dengan benar?" sindir Stefan.Vesa melihat ke arah mereka dan kemudian seorang pria seumuran Stefan yang tidak lain adalah Ruslan masuk ke dalam, "Tuan Muda."Vesa mengangguk dan kemudian mendekat ke arah Ruslan. Dia bertanya, "Ada apa? Kenapa Paman ke sini dan kenapa membawa pengawal sebanyak ini?"