Vesa Araya sedang menunggu si kembar bangun dengan tenangnya. Dia hanya bermain-main dengan sebuah gelas berisi sirup dengan rasa stroberi.
Pria muda itu jelas masih bisa bersabar kedua orang yang telah menipunya itu untuk sadar. Namun, ketika dia akan meminumnya kembali, gelasnya kosong."Silahkan, Tuan Muda," ujar Ruslan setelah menuangkan sirup itu lagi.Vesa menoleh dengan senyum tulus di wajahnya, "Terima kasih, Paman.""Sudah tugas saya," sahut Ruslan dengan senang hati.Namun, kening Vesa mengerut bingung, "Kapan mereka bangun?"Ruslan melirik arlojinya dan kemudian baru menjawab, "Sekitar satu jam lagi menurut petunjuk penggunaan obatnya, Tuan Muda.""Lama sekali," balas Vesa. Dia lalu menoleh pada Derrick White yang tertidur pulas di sofa panjang."Pantas Derrick sampai mengantuk," omel Vesa.Ruslan membalas, "Apa perlu saya bangunkan paksa?"Vesa langsung saja teringat ketika dirinyaUsai memberi pelajaran pada Lay dan Lucas, Ruslan segera membawa kedua pemuda itu ke kantor polisi. Namun, dikarenakan mereka adalah warga negara asing, pihak kepolisian harus menghubungi duta besar Inggris untuk Indonesia. Tapi yang jelas, Ruslan akan memastikan keduanya akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang mereka lakukan. Meskipun jika mereka dikirim kembali ke Inggris, mereka tetap akan diproses secara adil.Keesokan harinya, di saat Verlyta baru masuk ke dalam ruangannya, dia dikagetkan dengan adanya sebuah paket di atas mejanya."Siapa yang mengirim paket ini?" gumam Verlyta bingung.Biasanya jika dia ada paket, ayahnya sendiri yang akan mengantarkan paket itu kepadanya. Akan tetapi, kali ini dia merasa cukup aneh lantaran paket itu malah langsung ada di sana.Dengan penuh rasa penasaran, Verlyta akhirnya membuka paket yang berukuran sekitar tiga puluh senti itu.Dia mengerutkan dahinya karena itu isin
Andi yang baru saja selesai menyortir paket untuk para karyawan AL Group itu, tiba-tiba saja dikejutkan oleh Glen, salah satu satpam muda yang telah menjadi anak buahnya selama beberapa bulan ini."Pak, Pak. Ikut saya, Pak!" teriak Glen dengan panik.Andi masih dengan santainya menjawab, "Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu? Telinga Bapak jadi sakit dengarnya."Glen berucap, "Ada yang mau bunuh diri, Pak. Saya tidak tahu siapa karena tidak jelas."Andi yang awalnya tenang itu langsung berdiri, "Di mana?""Ke depan gedung, Pak. Ayo, Pak!" ujar Glen panik dan dia juga langsung menarik tangan Andi untuk dibawa menuju depan kantor AL Group yang ternyata sudah diapadati oleh orang-orang.Di atap gedung, terlihat ada seseorang yang sudah berdiri di sana dan tengah naik ke pembatas. Tak terlihat jelas memang dari bawah gedung. Dari bawah gedung dengan puluhan lantai itu, hanya terlihat sosok kecil yang sudah merentangkan tangannya b
Tanpa Vesa menjawab pertanyaannya pun Derrick sebenarnya juga sudah tahu jika jawaban untuk pertanyaannya adalah 'Ya'. Mereka memang mutlak menjadi salah satu penyebab kematian Verlyta.Vesa Araya bahkan hanya bisa menatap kosong ke arah depan. Kejadian ini begitu mengguncang jiwanya. Ini terlalu mengejutkan baginya. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika teror kecil yang dia kirimkan untuk gadis muda yang sebaya dengannya itu akan mendorong Verlyta untuk menghabisi nyawanya sendiri. Dia tidak bermaksud membuat Verlyta bunuh diri. Bukan itu yang dia inginkan. Bukan itu.Dia seolah berusaha meneriakkan kata-kata yang membuatnya perasaannya lebih baik tapi sayang sekali itu tak jelas tak berhasil."Derrick, kita ke sana."Derrick menoleh, langsung paham apa yang dimaksud oleh Vesa. Mereka berdua ditemani Ruslan dan sebagian pengawal menuju rumah duka. Jenazah Verlyta sudah dibawa pulang oleh Andi dan saat ini akan segera dimakamkan.Ketika Vesa datang, tak sedikit orang-or
"Kenapa kau malah menahanku? Dia sudah sangat kurang ajar, Derrick," ujar Vesa marah tak terima setelah sahabat baiknya itu malah menyeret dirinya menjauh dari rumah keluarga Verlyta."Karena kau bisa membuat keributan di dalam sana, Vesa," jawab Derrick santai.Vesa meninju dinding."Tapi dia sudah sangat keterlaluan, Derrick. Dengan tenangnya dia bertanya apa ayahku masih hidup atau tidak. Dia... Arggghh. Aku seharusnya langsung membunuhnya saja," ucap Vesa putus asa.Derrick mengerti, tentu saja dia paham jika kemarahan Vesa sudah tak terbendung. "Aku tahu, Vesa.""Kau tidak tahu, Derrick," bantah Vesa."Tidak, aku tahu. Vesa, dengar. Dia sengaja memancing kemarahanmu. Dia ingin kau terlihat buruk di depan semua orang termasuk Pak Andi. Jika kau tadi hilang kendali, Pak Andi mungkin akan mengira jika kau benar-benar penyebab anaknya bunuh diri, Vesa."Vesa mendongak, "Aku tidak peduli.""Tapi aku peduli. Pikirkanlah baik-baik. Inilah yang diinginkan wanita licik itu. Dia ingin kau
Saat itu juga, Vesa langsung memerintah Ruslan untuk menyiapkan jet pribadi milik ayahnya agar dia bisa segera pulang ke Inggris."Maaf, Tuan Muda. Saya tidak bisa menemani Anda. Saya harus menjaga Tuan Besar," ucap Ruslan saat Vesa sudah bersiap-siap masuk ke dalam jet itu.Vesa mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata pun dan langsung masuk ke dalam jet itu.Derrick berkata, "Jangan khawatir, Paman. Saya akan menjaganya."Ruslan tersenyum, penuh dengan rasa terima kasih, "Titip Tuan Muda saya, Tuan Muda White."Derrick memeluk Ruslan, "Paman jangan berkata seperti itu, Vesa itu sahabat baik saya. Saya pasti akan menjaganya.""Terima kasih, Tuan Muda," ujar Ruslan berusaha tersenyum."Tak perlu berterima kasih, Paman. Itu sudah menjadi tugas saya. Jaga diri Paman baik-baik dan juga Paman Valentino. Saya dan Vesa pergi dulu," pamit Derrick.Ruslan mengangguk dan melepas kedua anak muda itu pergi. Sebenarnya sangat berat bagi Ruslan membiarkan Vesa dan Derrick pergi hanya berdua dan di
"Kata siapa kau tak pernah menang, Vesa? Siapa yang mengatakan kau selalu kalah?" tanya Derrick menatap dalam sahabatnya yang sedang kalut itu.Vesa tertawa kecil, sebuah tawa yang jelas menyiratkan kepedihan yang dalam, "Aku.""Derrick, ayolah. Kau berteman denganku hanya karena kasihan kan? Aku terlalu menyedihkan. Iya kan, Tuan Muda White yang terhormat?" lanjut Vesa.Derrick ingin rasanya memukul kepala Vesa agar otak sahabat baiknya itu kembali lurus."Hentikan!" bentak Derrick marah. Derrick menghela napasnya kesal. Betapa dia sekarang ini begitu marah karena Vesa yang mulai kacau lagi."Jangan katakan apapun lagi karena semakin kau mengeluarkan suara, aku semakin jengkel mendengarnya," ujar Derrick lagi.Vesa terkikik geli, "Derrick. Kau...""Diam atau aku sumpal mulutmu, Vesa Araya," ancam Derrick.Vesa terdiam. Dia lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi penumpang itu dan tak mengatakan apapun lagi.Derrick yang telah menyadari emosi Vesa menurun atau lebih tepatnya dia memaks
Vesa menatap takjub ke arah Alea Green yang tersenyum ramah kepadanya. Dia sampai menoleh pada Derrick yang tengah berdiri persis di sampingnya. Derrick hanya mengedipkan sebelah matanya dan entah apa itu maksudnya, Vesa tidak tahu."Ini, turut berduka cita, Vesa," ucap Alea gugup sambil menyerahkan bung daisy pada Vesa.Masih terheran-heran, Vesa mengangguk dan mengambil bunga itu. Namun, demi menjaga kesopanan, Vesa berucap pelan, "Terima kasih sudah datang."Alea kembali tersenyum canggung dan membalas, "Aku akan ke sana."Vesa mengangguk. Begitu Alea pergi dari sana, Vesa langsung saja menodong Derrick dengan pertanyaan, "Derrick, apa aku sedang bermimpi?"Derrick memutar bola matanya jengah, "Mau aku pukul kepalamu?"Vesa langsung memberi tatapan tajam pada sahabatnya itu, "Lalu kenapa Alea Green bersikap baik kepadaku?"Derrick, "Kau memang pintar tapi untuk urusan asmara memang nol."Vesa merangkul Derrick, "Jelaskan dengan bahasa manusia, Derrick!"Derrick mencoba membebaskan
Derrick mendapatkan kunci mobil ayahnya dari sang Ibu yang kebetulan ada di parkiran. "Pergi dari sini, kalian berdua!" teriak Fransisca White pada Derrick dan Vesa."Ibu, ayo ikut!" ajak Derrick.Fransisca menggeleng, "Ibu harus mendampingi ayahmu, Derrick. Kau pergilah dengan Vesa."Mereka bertiga menghindar dari seseorang yang menembak mereka beberapa kali. Fransisca kemudian melempar orang tak dikenal itu dengan sebuah mangkuk dan beruntung lemparannya tepat mengenai sasaran si kepala penembak itu."Sekarang, pergilah. Bawa Vesa pergi, Derrick. Jangan menghubungi siapapun kecuali Ruslan dan keluarga Green," pesan Fransisca. "Green?" ulang Derrick bingung.Fransisca kemudian memberi jalan kepada dua pemuda itu untuk pergi dari sana."Tante," panggil Vesa."Pergilah, Nak. Kau tak aman di sini. Semua penembak itu menargetkan kamu, cepat pergi bersama Derrick," ucap Fransisca cepat sambil melempari semua penembak yang berniat mendekat ke arah mereka."Derrick, cepat!" teriak Fransis