"Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
"Bu, mbak Tika tidak ada didalam kamar" bisik perias dengan terbata dan sangat pelan. "APA? Jangan bercanda kamu. Acara sudah mau dimulai" jawab Bu Rudi. Ibunya Swastika yang saat ini sedang berada diantara keluarga Jamal. Dia langsung berdiri dan menarik tangan perias itu menjauh dari kerumunan. "Ta-tadi mbak Tika minta ditinggalkan sendiri setelah make up untuk menenangkan diri katanya" jelas perias itu dengan sangat ketakutan. "BODOH. Cepat cari" bentak Bu Rudi yang saat ini sudah seperti orang kesetanan. Mereka yang berada disana mencari keseluruh penjuru rumah dan sekitar rumah. Sementara itu, kondisi diluar sudah mulai riuh karena acara yang tak kunjung mulai. "Bagaimana Pak? Apa sudah bisa dimulai acaranya? Saya sudah ada jadwal lain satu jam lagi" ucap penghulu sambil melihat jam tangan yang ada ditangan kirinya. "Iya paman, mana calon istriku?" timpal Jamal. "Tunggu sebentat saya cek kedalam dulu ya Pak mungkin masih bersiap agar bisa tampil cantik maksimal dihari pern
"Ternyata benar kamu Swastika. Apa kabar? Kenapa kamu ada disini? Kamu kenapa?" tanya orang yang sedari tadi melihat kearahnya. "Elena. Kamu Elena kan? Kabarku baik. Kamu gimana?" ucap Swastika setelah mengingat teman sebangkunya disekolah dulu dan orang yang selalu membelanya saat anak-anak lain mengganggunya. "Kangen banget. Aku kehilangan kontak kamu setelah pindah kesini. Aku coba beberapa kali kirim pesan ke kamu lewat FB tapi tidak ada balasan sampai sekarang. Coba cari IG juga tidak ada" cecarnya panjang lebar. "Aku juga kangen banget. Maaf aku ganti nomor karena waktu itu kecopetan diangkot. Kalau FB & IG aku sudah tidak main begituan lagi. Pengen hidup didunia nyata" jawab Swastika diiringi tawa khasnya. "Kamu bisa saja. Kamu kenapa ada disini? Diatas kursi roda. Tadi aku juga lihat kamu pegang perut, Kamu hamil? Mana Suami kamu?" tanya Elena sambil celingukan. "Tanyanya satu-satulah. Bingung jawabnya" keluh Swastika yang kemudian tertawa. "Iya aku hamil. Kemarin sempat
Beberapa hari kemudian, lahirlah seorang bayi tampan yang diberi nama Abisatya Dewandaru. Swastika berharap, Abi akan menjadi anak yang jujur yang akan memberi kebahagiaan sesuai dengan arti dari nama yang diberikannya. Dia lahir satu minggu lebih awal dari tanggal HPL. Walau harus melahirkan tanpa didampingi suami, Swastika tetap tegar melewati semua prosesnya. Hanya Balin dan Elena yang tetap setia disampingnya.Abi tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan humoris. Dia tidak kekurangan kasih sayang walau tanpa kehadiran seorang ayah. Balin selalu meluangkan waktu untuk menemani dan mengajaknya bermain. Elena juga tidak mau kalah, setiap dia datang selalu membawakan mainan untuk Abi. Mereka sangat menyayangi Abi. Selama Swastika masih recovery, Balin dan Elena akan bergantian menjaga Abi. Tidak terasa waktu berlalu, saat ini Abi sudah memasuki usia tujuh tahun. Dan saat hari ulang tahunnya yang setiap tahun selalu dirayakan bersama Mama, Om Balin kesayangan dan Tante Elena cantik
Dia mengabaikan suara itu dan akhirnya mereka pulang. Disepanjang perjalanan, Abi terus berceloteh menceritakan tentang Oma Ratna. "Dia sudah kembali seperti dulu lagi" batin Swastika sambil terus menanggapi celotehan anaknya yang tidak ada hentinya itu. Beberapa bulan setelah pertemuan di rumah sakit, Oma Ratna masih sering mengunjungi Abi. Dia juga sering menawarkan diri untuk menjemput Abi saat Swastika sedang sibuk dengan apotek yang baru saja dibuka. Apotek Swastika berada tepat disebrang apartementnya, memudahkan dia untuk memantau Abi. Oma Ratna tiba-tiba mengajak Swastika dan Abi untuk makan malam dirumahnya pada sabtu malam. Di mempunyai rencana untuk mengenalkan Swastika pada anaknya. Aryasatya Gunawan. Yang sudah seperti bujang lapuk karena tidak segera menikah dan hanya suka one night stand bersama wanita sewaannya. "Rumah Oma besar sekali" puji Abi saat sudah masuk kedalam rumah Oma Ratna dan bersama dengan Swastika mereka dibawa kearea taman belakang rumah itu. "Sua
"A-Abi sudah bangun?" tanya Swastika yang kaget Abi sudah berada didepan pintu kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur. "Tadi Mama bilang Papa Abi. Siapa Ma?" Abi balik bertanya pada Swastika yang terlihat salah tingkah saat ini. "Itu loh. Papanya Abimanyu temen kamu saat sekolah diSurabaya dulu" Elena mencoba mengubah topik pembicaraan. "Ahh.. Iya. Iya, kemarin Mama bertemu sama Papanya Abi. Abimanyu kebetulan dia ada rapat disini dan mampir keapotek Mama membeli obat" kilah Swastika meneruskan pembicaraan Elena. "Ohh. kirain Papanya Abi aku" ucap Abi yang sudah tidak tertarik dengan obrolan tentang Papanya Abimanyu. Setelah bersalaman dan memeluk Elena, Abi kembali kekamarnya dan melanjutkan tidurnya karena hari itu hari minggu jadi dia bebas untuk bangun siang. "Jadi ceritakan semuanya" pinta Elena yang sudah terlanjur penasaran. Swastikapun menceritakan kejadian semalam dengan menahan derai air matanya. Berhari-hari setelah kejadian itu, Swastika semakin memperketat jadw
"Itu hanya mimpi buruk Abi. Tadi Abi baca doa sebelum tidur?" tanya Swastika sambil terus mengusap punggung Abi. Abi hanya menggeleng dan saat nafasnya mulai teratur, Swastika melepas pelukkannya kemudian mencium kening anak semata wayangnya itu. Elenapun mendekat dan memberikan segelas air putih agar Abi kembali tenang. "Sudah jagoan. Mulai sekarang kalau mau tidur harus baca doa dulu. Ok" ucap Elena yang mengusap rambut tebal Abi. Setelahnya, Swastika mengantar Abi kembali kedalam kamar dan menyuruhnya untuk tidur lagi tapi Abi menolak dan justru berlari kearah Elena dan memeluknya. "Ada apa Sayang?" tanya Elena sambil bermain kode-kodean dengan Swastika yang berada didepan pintu kamar Abi. Abipun membisikkan keinginannya dan membuat Elena justru tertawa tetapi tetap mengiyakan asalkan mendapat ijin dari Mamanya. Awalnya Abi ragu untuk bilang ke Mamanya, dia tidak berani bicara dan hanya melirik Mamanya saja. Tapi setelah Elena meyakinkannya, akhirnya Abi memberanikan diri mint
Seorang perempuan tua mengenakan daster sederhana yang bahkan sudah sedikit robek dibagian bahu dan rambut yang digulung rendah menyambutnya dengan senyum terindah yang sudah lama tidak dilihatnya. Ibunya syok melihat anak yang sudah lama dia rindukan tiba-tiba datang. Dia hanya diam mematung sementara Swastika bersujud dan mencium kaki ibunya sambil menangis kemudian dia berdiri dan langsung memeluk erat Ibunya seolah menyakurkan rasa rindu yang sudah menumpuk dihatinya hingga terasa sesak bukan main. Kata maaf terus terucap dari bilah bibirnya. Setelah memandang Balin dan mendapat anggukan darinya, Ibunya yang semula diam membalas pelukan erat anak perempuannya itu. Air mata keduanya terasa tak mau berhenti hingga membuat baju mereka basah. Rasa rindu yang sudah sangat lama mereka rasakan, mereka tuangkan semuanya bersamaan dengan keluarnya air mata kebahagiaan. Untaian doa yang selalu Ibunya panjatkan akhirnya terkabul dan dapat memeluk kembali anaknya yang telah lama menghilang