Aku memilih untuk segera pulang sesaat setelah acara komite selesai. Rasanya aku belum sanggup berada lebih lama satu ruangan dengan El setelah perdebatan kami di depan toilet sekolah.
Jujur, selepas kami saling menuduh dan aku berbohong tentang status Aliza, pertemuanku dengan El lebih tak mengenakkan. Seringkali dalam rapat kami sama-sama membuang maka walau terkadang malah bersitatap.Jadi, dibanding terbelit kondisi yang lebih awkward, aku lebih memilih ijin pergi duluan dari sekolah dibanding membuat orang lain curiga. Aku juga belum siap berbasa-basi dengan mantan suamiku dan menunjukkan kalau kami baik-baik saja.Namun, di tengah perjalanan tiba-tiba mobil yang kukendarai seolah tak mendukung rencanaku untuk sampai ke rumah padahal Nenek Omi bilang Iza sedikit demam sepulang sekolah tadi. Alhasil, aku terpaksa menepikannya di bahu jalan."Astaga! Apa lagi ini, sih?" Aku menggerutu kesal ketika tiba-tiba mesin mobilku mati ketika di-starter. Sepertinya kesialan makin bertambah hari ini gara-gara ketemu El. "Sialan! Kenapa gak nyala? Kenapa?" umpatku tanpa sadar sambil memukul setir berulang kali frustasi.Darurat. Aku pun menyalakan lampu mobil sebagai tanda ada yang gak beres pada mobilku dan keluar dari sana untuk melihat kondisi yang terjadi. Kubuka cup dan memperhatikan deretan kabel yang ruwet dan njelimet.Duh, apa ya yang salah? Selama aku memakai mobil, baru kali ini aku menghadapi hal ini. Aku sama sekali tidak tahu cara menanganinya.Aku melihat sekeliling dan parahnya tidak ada orang lain di sana. Mungkin karena jalan ini adalah jalan alternatif ke rumahku jadi lumayan sepi. Mana ini sudah mau menuju maghrib, tadinya aku memilih jalan ini agar mempersingkat waktu tapi malah kena zonk.Dalam kegelisahan karena khawatir sama Aliza juga takut ada begal, aku memilih masuk ke dalam mobil dan menelungkupkan diri di atas setir. Aku berpikir bagaimana cara keluar dari masalah ini dan tiba-tiba teringat Neo--sahabat setimku. Neo itu ahli dalam hal otomotif, dia pasti bisa menyelesaikannya.Tanpa pikir panjang, aku langsung menghubungi Neo untuk memintanya datang ke tempatku. Biasanya pria itu langsung gerecep kalau diminta bantuan.Tin. Tin.Tepat di saat aku selesai mengirim pesan pada Neo tiba-tiba ada suara klakson mobil yang meng-interupsi. Aku melihat ke arah samping dan mataku menyipit ketika melihat sebuah mobil berhenti tepat di samping mobilku.Aku menyipitkan mata untuk melihat siapa pengemudinya. Lalu, ketika kaca mobil sudah terbuka setengahnya barulah aku tahu kalau ternyata dia adalah Gana.Oh Tuhan. Kenapa aku harus bertemu dia di saat seperti ini? Aku tahu dia orang baik, tapi entah mengapa rasanya aku seperti bertemu dengan orang jahat?Hatiku yang semula sudah kacau kini semakin berantakan."Lin, mobilnya kenapa?" tanya El dengan smirk yang membuatku ingin sekali melarikan diri sekarang juga.Sumpah, aku gak suka senyuman itu. Sangat tidak suka!(***)Aku tahu takdir itu kadang gak bisa ditebak. Tapi, kalau bertemu dengan El di situasi yang menegangkan untuk kesekian kalinya di hari ini membuatku jadi bingung apa yang harus kulakukan saat takdir membawaku pada keadaan yang begini.Alhasil, meski sedikit terpaksa aku keluar juga dari mobil dan menghadapi El yang kini sudah memarkirkan mobilnya.Ah, lagi-lagi aku harus berhadapan dengan mantan suami yang sudah tak kutemui delapan tahun lamanya."Hey, Lin, mobilnya kenapa?" ulang El. "Kamu itu ditanya kok diam aja?" lanjut pria itu sambil melihat ke arahku."Oh, itu mogok," jawabku masih berusaha untuk terlihat biasa saja."Mogok? Kamu pasti lupa cek aki lagi, ya?" Seakan tahu sekali kebiasaanku, tanpa bertanya apa pun, El langsung beranjak menuju kap mobil yang sebelumnya kubiarkan terbuka. Sikap lelaki itu sangat berbeda dari sebelumnya, aku kira usai perdebatan kami dia tidak mau bertemu atau bicara denganku lagi tapi nyatanya dia tampak bersikap biasa saja.Lama. El mengamati mobilku secara serius dan memperhatikan isi dalaman mobil itu sementara aku hanya bisa diam memperhatikan punggungnya yang masih tegap seperti dulu. Punggung itu juga yang terkadang membuat aku rindu tapi sayangnya kini tak bisa kusentuh meski seujung kuku.Sedih. Sangat menyedihkan.Jujur, dalam posisi ini aku merasa dejavu. Dulu, aku ingat El pun selalu menyelesaikan perkara tentang kecerobohanku dalam merawat kendaraan baik mobil mau pun motor. El juga yang gak mengajariku bisa menyetir apa pun padahal saat itu aku hanya berstatus anak pembantu."Aki mobil kamu aus. Kayaknya ini harus ke bengkel dan ada beberapa masalah juga di rem," ujar El seraya menggulung lengan baju. Sialnya, gaya El yang kayak begitu cukup membuatku menahan napas saking tampannya mantan suamiku sekarang.Astaga! Sadar Alina! Jangan tergoda, ingat dia tetap akan menjadi musuhmu sebaik apa pun itu."Oh ya, apa kamu ada kenalan tukang bengkel?" tanyanya lagi sambil berbalik ke arahku.Aku terkesiap karena ketahuan tengah memperhatikannya. "Sa-saya gak punya tapi saya punya teman yang bisa menyelesaikan masalah ini. Mas jangan khawatir. Eh, ya, terima kasih juga sudah bantu memeriksa mobil saya," ucapku pada akhirnya. Aku berniat tetap menjaga jarak aman dengan mantan dengan cara mengusirnya secara sopan."Teman? Siapa teman kamu? Apa dia laki-laki?" tanyanya sedikit mendelik. Aku tidak tahu maksud El penasaran sampai detail begitu tapi dengan jujur aku menjawab."Iya, namanya ....""Lina! Kamu sudah lama nunggu, ya? Maaf, ya, tadi jalannya macet.".. Belum saja aku menyelesaikan ucapan ini, sebuah suara membuatku dan El menoleh berbarengan ke arah samping kanan.Mataku membola saat tahu kalau Neo sudah datang. Tak terelakkan, saat El dan Neo bertemu, keduanya sontak bertatapan secara asing.Kedua pria itu layaknya musuh baru bertemu sementara aku mencium ada yang gak beres."Oh, ternyata ini kekasihmu yang baru?" sindir El sedikit bergumam tapi cukup menohok hatiku.Heh! Kekasih? Apa maksudnya?Suasana kamar rawat El seketika diliputi kecanggungan. Entah mengapa, ketika mereka hadir dan duduk di depanku dan El, aku merasakan ketegangan di udara. Tatapan mereka membuatku merasa canggung, seakan setiap kata yang akan diucapkan sudah ditakar dan dipikirkan berulang kali. Aku menahan diri untuk tidak menilai, tetapi rasa sakit yang terpendam di hatiku kembali mengemuka. Diam-diam, aku melihat reaksi El atas kedatangan dua wanita yang pernah hadir di hidupnya dan mengganggu rumah tangga kami. Namun, rupanya El memang lelaki yang sangat menghargai istri, semenjak Faye dan Sania datang kulihat El hanya memasang wajah datar seolah malas. "El, Lin, sebenarnya kami... kami ingin meminta maaf." Faye yang tadi terlihat gugup pada akhirnya memulai percakapan. Suaranya lembut, tapi ada nada berat yang menyertai kata-katanya. "Kami tahu, kami telah menghalangi El dan kamu untuk bersama. Apalagi aku membuat kalian sempat bertengkar," lanjut Faye sambil melihatku yang duduk di depannya d
Tinggal satu hari lagi El berada di rumah sakit, akhirnya setelah hampir seminggu berada dalam perawatan untuk pemulihan kami diperbolehkan pulang juga. Tampaknya fisik El lebih cepat pulih dari perkiraan. Selama El di rumah sakit aku tidak pernah absen menemaninya dan terkadang juga aku membawa Aliza agar El merasa bahagia.Namun, tentu saja Aliza gak bisa sering-sering menemani karena dia juga harus sekolah dan takut badannya kecapean kalau nungguin El sampai malam. Alhasil, hanya aku yang lebih banyak bareng El karena selain ada kepentingan. Kami pun sama-sama memantau kasus Bu Rosa yang pada akhirnya membuat ibu mertuaku itu divonis hukuman penjara. Baik aku dan El berjanji, akan mengunjunginya usai kami keluar dari rumah sakit. Kami berharap Bu Rosa mau berbesar hati menerima kami. "Mas, alhamdullilah ya akhirnya kasus kita selesai juga. Rasanya aku lega banget deh. Kira-kira kalau aku jenguk Ibu mau nemuin aku gak, ya?" Aku merebahkan kepalaku di atas paha El dan menghadapkan
Selama El diperiksa oleh dokter, senyuman tak henti tersungging di mulutku karena merasa sangat bahagia bisa melihat El terjaga lagi. Jujur, ini bagaikan suatu anugerah yang tak terkira. Tadinya aku sudah hilang harapan tapi Tuhan memang Maha Baik, Dia selalu tahu apa yang hamba-Nya butuhkan dan Dialah yang Maha pengabul doa."Kondisi Pak El sudah agak stabil tapi beberapa hari ke depan kami harus tetap melakukan observasi karena harus memeriksa secara menyeluruh tapi kabar baiknya Pak El bisa dipindah ke ruang rawat biasa. Sementara, jangan biarkan dia banyak bergerak dulu, ya?" ujar dokter Bagus seraya melepaskan snelli. Wajahnya menunjukan kelegaan setelah memeriksa suamiku.Aku mengangguk pasti sembari tersenyum lebar. "Baik Dok siap. Saya akan menjaga suami saya.""Terima kasih Dok," ujar El lirih dan lemah."Sama-sama. Kalau gitu saya permisi, ya?""Silahkan Dok."Setelah dokter spesialis yang menangani El beranjak pergi, kini tersisalah aku dan El. Aku menatap El yang juga ten
Tiga hari telah berlalu pasca insiden p*nusukan dan p*nculikan yang dilakukan Neo, El masih betah tertidur di atas ranjang ICU. Kata dokter luka El sudah dijait dan operasi besar pun berhasil, sekarang tinggal nunggu kesadaran El. Tapi, syukurnya ada kabar baik yaitu tubuh El merespon positif terhadap obat-obat yang diberikan sehingga bekas tusukannya lebih cepat mengering. Di sisi lain kondisi aku pun berangsur baik. Aku bahkan masih bisa bolak-balik mengurus Iza dan rumah sakit sambil terus memantau kasus Bu Rosa yang pada akhirnya bisa didakwa atas kasus perencanaan penculikan bersama Neo karena dia yang menyuruh Neo menculikku dan dia juga yang menyuruh Neo menterorku dengan membawa Aliza ke istana boneka.Oh Tuhan. Gak disangka Bu Rosa dan Neo tega memisahkan kami sejauh ini. Hanya demi sebuah warisan kekayaan, dia rela menghalalkan berbagai cara termasuk membunuh orang. Benar-benar bejat! Aku tidak terbayang perasaan El jika sadar nanti jika tahu ibunya yang merencanakan ini
Menegangkan, kacau dan menakutkan. Tak bisa aku bayangkan kalau kami akan berada di posisi di mana kami harus terjebak dengan Neo juga anteknya di gudang yang menyeramkan dan juga gelap. Siapa duga, Neo--sahabatku yang kukira baik kini dengan busuknya mengacungkan senjata dan mengarahkan moncongnya ke arah kami di saat aku dan El mau melarikan diri. Jujur! Saat ini aku merasa jantungku hampir meledak karena ketakutan. Neo tampak marah dan putus asa, sementara El berusaha tetap tenang di sampingku. Pria tampan itu seakan menunjukkan bahwa semua akan baik-baik saja jika kami bersama. "Kalian gak bisa ke mana-mana! Aku tegaskan sama kamu, El! Alina itu milikku! Dia cinta sejati seorang Neo bukan Elfarobi! Paham?!" bentak Neo dengan nada tegas dan menggelegar membuatku reflek mundur di belakang El. Sungguh, situasi ini sangat mengerikan, aku tak bisa terus di bawah pandangan Neo yang menyedihkan juga jahat. El meremas tanganku lebih erat, seolah memberi isyarat bahwa dia akan melindun
Neo menculik dan menjebakku. Itulah yang aku pikirkan sekarang. Seketika ketakutan merayap di seluruh tubuhku, tapi aku tahu aku tidak bisa membiarkan rasa takut menguasai diriku. Aku tak percaya kalau Neo kini telah banyak berubah, entah apa alasannya tapi Neo berubah menjadi jahat.Apa karena aku tolak dia jadi seperti ini? Agh, sial! Mengapa aku bisa semudah itu percaya sama Neo?Memikirkan kebodohanku, diam-diam aku jadi menyesal karena tidak bisa bertemu dengan El. Tapi, meski sedih dan marah aku gak boleh kehabisan akal, saat ini El harus tahu aku berada dalam bahaya. Hanya saja, bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa melarikan diri atau mencari El? Aku terus menggerak-gerakkan tangan dan kakiku yang kini terikat.Sebenarnya, beberapa saat lalu seusai aku tahu kalau Neo menculikku, Neo yang semula baik tak segan menunjukkan sisi jahatnya. Dia tiba-tiba mendorongku hingga ke kursi belakang. Setelah mengikat aku dan mengancam kalau akan berbuat macam-macam jika aku berisik, Neo