Melihat dan memastikan Delvin sekali lagi sebelum dia pergi, Fara merekam wajah bocah itu baik-baik dan dahinya menampilkan kerutan halus ketika wajah kecil itu mengingatkannya pada seorang anak yang dulu pernah dia lihat.
“Bagaimana mungkin?” tanya hatinya ragu. Dia menggelengkan kepala untuk menghalau bayangan itu.
Bangun dari duduknya, Fara menatap Daryn yang tampak kesal mengawasinya dengan tajam.
“Apakah kau seperti itu pada semua pria?” tanya Daryn.
Fara menatapnya tak mengerti.
“Bersikap seenaknya, bahkan membuka kancing baju pria tanpa izin. Kau sungguh cocok sekali sebagai seorang wanita penggoda,” katanya.
Kali ini Fara tertawa tapi hanya sesaat lalu mengarahkan tatapannya kembali pada Daryn.
“Ini yang pertama, dan terakhir. Kau tau, bertemu denganmu adalah kesialan bagiku,” kata Fara sarkas.
Jelas saja Daryn tak terima. Bagaimana mungkin bertemu dengannya adalah kesaialan disaat orang lain menganggapnya keberuntungan, Fara justru sebaliknya tapi gadis itu tak menjelaskan apa pun dan melengos begitu saja melewati Daryn.
Tak terima diacuhkan begitu saja oleh seorang gadis yang telah membuatnya terluka dan kesal, Daryn menyambar pergelangan tangan Fara kuat sehingga membuat jarak antara mereka terkikis. Kedekatan itu membuat keduanya terdiam, wajah mereka hanya beberapa centis saja.
Suara ribut dari luar pintu menarik perhatian mereka berdua. Fara mengalihkan perhatiannya ke pintu. Sementara Daryn menyadari siapa yang membuat keributan itu dari suaranya.
“Aku tahu kalau dia di sini. Minggir, aku akan bertemu dengannya dan membalasnya karena sudah mengingkari janji,” kata suara melengking seorang perempuan dari luar pintu.
Fara menatap Daryn yang diam di tempatnya. Dia menyadari pria itu mengenali si pembuat keributan tapi diam saja.
“Kekasihmu cepat sekali datangnya. Apakah istrimu tak akan marah?” tanya Fara, nadanya terdengar sinis. Dia jelas menilai Daryn sebagai pria brengsek. “Kau punya anak, tapi bermain dengan wanita lain?” katanya melirik tangan Daryn yang masih memeganginya. “Orang kaya sepertimu memang suka-suka. Dasar brengsek!” Tatapan Fara berubah menjadi dingin dan datar.
Dahi pria itu mengerut mendengar apa yang dikatakan Fara.
“Kau bilang apa?” tuntutnya.
Gadis itu melepaskan diri dan hendak pergi dari hadapannya, tapi Daryn meraih tangannya lagi.
“Apa?” sentak Fara menatapnya jijik sekarang.
“Sepertinya kau salah paham,” balas Daryn.
Fara mendengus tak percaya.
“Salah paham katamu? Bukankah ini jelas?” Dia mengangkat tangannya sendiri di mana tangan Daryn mencengkramnya kuat. “Lepaskan aku! Kekasihmu di sini. Aku tak ingin ribut dengan siapapun, jadi lepas sebelum istrimu datang juga. Kau sungguh, menjijikan sekali,” katanya dingin.
Sayangnya, mendengar kata-kata Fara itu semakin membuat Daryn mengeratkan cekalan tangannya, tak terima dengan apa yang dikatakannya, sama sekali tak benar.
“Tarik kata-katamu,” balasnya tak kalah dingin. Fara menatapnya semakin tak percaya.
“Lepaskan aku!”
“Aku bilang tarik kata-katamu!”
Sayangnya Fara tak mau dan itu semakin membuat Daryn marah, bahkan mengarahkan tatapan pembunuh pada Fara, mencekal pergelangan tangannya semakin kuat sampai gadis itu meringis kecil. Rahang Daryn mengejang, wajahnya berubah menjadi merah. Fara tak mengerti ada apa dengannya, tapi dia merasa tak salah sama sekali. Posisi mereka begitu dekat, bertatapan sengit ketika pintu membuka dengan paksa, rupanya perempuan di luar berhasil menerobos setelah menyingkirkan pengamanan sekretaris Daryn.
Punggung Daryn membelakangi pintu, jadi dari belakang pria itu tampak sedang bermesraan yang semakin membuat perempuan yang baru saja masuk salah paham. Dengan kemarahan yang memuncak, dia memisahkan Daryn dari Fara dengan kasar sehingga membuat mereka terkejut.
Plak!
Satu tamparan dengan suara yang cukup keras memenuhi ruangan membuat Fara shock, dan Daryn terkejut bukan main.
Pipi Fara terasa panas, berdenyut akibat tamparan itu. Dia menatap tak percaya perempuan yang baru datang itu. Apa salahnya hingga harus menerima tamparan? Dia menyentuh pipinya sendiri sedangkan perepuan itu menghadap Daryn yang terdiam.
“Apa yang kau lakukan hah? Karena inikah kau mengingkari janji temu hari ini? Ha! Terjadi sesuatu pada Delvin? Kau hanya ingin menyembunyikan kebusukanmu? Kau … brengaek!” Napas perempuan itu memburu, kemarahan memuncak.
Fara terngaga mendengar rentetan tuduhan dan kemarahan perempuan itu. Dia yang tak salah sekalipun mendapatkan sesuatu yang tak seharusnya lantas ikut menatap Daryn tajam.
Daryn menghampiri kekasihnya itu dan menjelaskannya baik-baik, tapi perempuan itu tak mempercayainya begitu saja dan masih gencar menuduh, bahkan lebih parah lagi mengatainya. Fara menonton pertengkaran itu dalam diamnya. Melihat bagaimana Daryn dicercar berselingkuh dan dia mendapat tamparan tanpa sebab.
“Permisi Nona, kau menamparku, apa maksudmu?” sela Fara membalik tubuh perempuan itu menghadapnya.
“Apa maksudku? Bukankah itu sudah jelas dasar jalang!” balasnya.
Mata Fara membulat mendengar kata terakhir dari perempuan itu. Jalang? Atas dasar apa dia mendapat kata itu?
“Sepertinya kau salah paham Nona. Aku sama sekali tidak ….”
“Alasan yang basi!” selanya tajam. “Apa pun alasanmu, kau tetap wanita murahan!”
Fara semakin tercengang mendengarnya, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Ini sungguh hari yang sial baginya, bertemu Daryn yang menuduhnya membawa anaknya keluar dan kini dituduh sebagai selingkuhannya? Oh, ayolah, apa yang telah dia lakukan kemarin dan mimpi apa dia semalam sampai harus sesial itu?
“Ayah?” Suara kecil Delvin menghentikan Fara yang hendak membalas.
Keributan itu membangunkan Delvin dari tidurnya dan menangis. Dengan gerakan cepat Fara menghampirinya.
“Kau membangunkannya,” kata Fara melempar tatapan tajam pada mereka yang terdiam. “Cup, cup, Delvin,” ujarnya menenangkan Delvin sambil mengusap punggungnya lembut.
Apa yang Fara lakukan itu jelas membuat kekasih Daryn semakin murka, semakin gencar saja dia mencaci maki mereka tak peduli dengan tangis Delvin sama sekali.
“Kalian sungguh cocok sekali sebagai pasangan yang jijikkan!” katanya.
Mendengar apa yang baru saja dikatakan kekasih pria itu dan didengar oleh Delvin, seorang anak dalam masa pertumbuhan yang tak seharusnya mendengar kata-kata kasar dan makian, apalagi terhadap ayahnya membuat Fara tak bisa mentoleransinya.
“Tunggu di sini ya, Delvin. Coba tutup telinga dan matamu sambil berhitung. Kau bisa berhitung bukan?” tanya Fara dengan lembut.
Delvin mengangguk sebagai jawaban dan hal itu membuat kekasih Daryn semakin marah.
“Aku tak tahan lagi. Mulai hari ini kita putus!” serunya tepat di depan Daryn.
Daryn menatapnya tercengang.
“Lagi pula, yang kau pikirkan hanyalah anak itu! Kau sama sekali tak peduli denganku. Bukankah sudah kukatakan, kalau kau ingin bersamaku, jangan pernah membawa anak itu. Aku sudah tak tahan lagi. Jadi, kau bebas sekarang, tak perlu lagi menepati janjimu dan jagalah anak sialan itu!”
“Sandra!” Mata Daryn melotot tajam padanya mendengar ucapan kekasihnya yang sudah keterlaluan.
Menuruti apa yang Fara katakan padanya. Delvin menutup kedua telinganya dengan telapak tangan dan memejamkan matanya lalu menghitung dengan suara pelan.
“Kau pikir, kau pantas disebut ibu?” kata Fara, dia menghampiri keduanya dan menghadapi perempuan itu lagi. “Kau sama sekali tak punya perasaan atau setidaknya rasa peduli terhadap anak kecil,” lanjutnya dengan nada suara dingin, ekspresi wajahnya juga datar. “Kalau kau tak bisa menerimanya, lantas mengapa menjalin hubungan dengan ayahnya? Hanya untuk kepuasanmu sendiri, bukan? Kau mungkin mengatakan mencintainya, tapi tidak dengan yang lainnya. Kaulah yang menjijikkan!”
“Apa kau bilang?”
“Hentikan!” sentak Daryn. Dadanya naik turun. Dia juga marah atas apa yang dikatakan kekasihnya. “Jika kau sudah selesai, pergilah,” katanya pada Sandra.
“Apa? Kau, mengusirku?” balasnya tak percaya.
Daryn menatapnya dingin. “Bukankah kau yang bilang putus? Kaulah yang mengatakannya, bukan aku! Jadi, pergilah kalau kau sudah selesai.”
Fara menatap Daryn, begitu juga Sandra. Pria itu kini menjadi sosok yang tak berperasaan, bahkan seolah tak peduli dengan keberadaan kekasihnya itu.
“Jika kau sama sekali tak bisa menerima Delvin, untuk apa aku tetap bersamamu? Jika aku sama sekali tak menyukaimu, untuk apa bertahan dan menepati janji padamu dan melanggar janjiku pada Delvin? Apakah menurutmu aku brengsek kalau hanya ingin menepati satu janji saja padanya? Kau, tak mencoba mencari tahu apa pun tentangnya. Jadi, hubungan kita sampai di sini saja!”
Sandra tercengang mendengar rentetan ucapan Daryn.
“Jadi, kita putus!” tegas pria itu dingin dan datar sama sekali tak berperasaan sekarang.
Wajah perempuan itu merah, tapi dia telah kehilangan kata-kata sebab apa yang diucapkan Daryn memang benar kalau dia sama sekali tak mencoba untuk menerima Delvin yang merupakan anak Daryn. Dia hanya ingin pria itu dan hartanya. Mendapati tatapan dingin yang menusuk dan tatapan tajam yang diarahkan Fara padanya membuat Sandra semakin tak bisa berkata.
“Kita lihat saja nanti. Aku akan membalas perbuatanmu dan membuatmu menyesalinya,” katanya, membalas tatapan tajam Fara kemudian berbalik dan pergi dari sana meninggalkan mereka yang mengawasinya.
Fara mengarahkan tatapan pada Daryn yang terdiam di tempatnya. Ada sesuatu yang tiba-tiba ingin dia ketahui.
Terlalu lama Fara diam, akhirnya Daryn gemas juga.“Apa? Ada apa, sih, Far? Kau membuat aku jadi penasaran,” kata Daryn akhirnya.Mata Fara mengerjap, terkejut juga karena malah melamun.“Oh, tidak. Tidak jadi,” kata gadis itu.“Ish. Kau membuat aku jadi semakin penasaran saja, Fara. Ada apa? Katakan padaku,” timpal Daryn bahkan memaksa gadis itu untuk mengatakan apa yang ingin Fara katakan sebelumnya.“Tidak jadi. Bukan apa-apa,” kilah Fara. Sepertinya masih ragu untuk membicarakan hal itu dengan Daryn.“Ayolah.” Daryn mendesah kesal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Ada apa? Ayo katakan padaku, atau aku akan terus memintamu untuk mengatakannya,” kata Daryn tak ingin menyerah.Fara menatap Daryn tajam, dan membuang napas kasar.“Aku bilang tidak jadi. Kenapa kau ngotot sekali?” balas Fara. Tapi entah bagaimana tubuhnya tak juga beranjak dari sana.Atau mungkin Fara juga penasaran sama seperti Daryn.Kira-kira siapakah foto dalam bingkai di kamar Delvin itu?Melihat Fara dia
Setelah makan malam itu Fara menemani Delvin hingga tidur sedangkan Daryn kembali sibuk dengan tabletnya di lantai dua, duduk di sofa dengan nyaman. Pria itu sudah mengganti bajunya dengan piaya tidur.“Delvin sudah tidur?” tanya Daryn tanpa mengalihkan perhatian dari tabletnya.“Ya, sudah,” sahut Fara berjalan pelan ke kamarnya. Gadis itu tampak mengantuk.Tidak ada yang bicara sampai Fara berdiri di depan pintu kamarnya dan hendak membuka pintu itu tapi pikirannya tertuju pada Daryn.“Kenapa?”Rupanya Daryn menyadari Fara yang berhenti di depan itu.“Tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu. Selamat malam,” ucap gadis itu lantas masuk ke kamarnya.Tapi Fara bersandar di balik pintu kamarnya, pikirannya tertuju ke suatu tempat di kamar Delvin ketika meninabobokan anak itu.Ada beberapa pigura di kamar anak itu. Yang besar tergantung di dinding, hanya Delvin, Daryn dan sang nenek yaitu Dennda. Sedangkan di pigura kecil di atas meja, terdapat sebuah foto yang terdiri dengan beberapa orang
“Delvin, apa maksudnya dengan Mama?” tanya Daryn.Anak itu menoleh pada sang ayah lantas tersenyum dan melirik Fara.“Aku ingin punya Mama, dan aku suka Dokter Fara,” kata anak itu dengan nada bicaranya yang khas.Baik Daryn maupun Fara, sama-sama terkejut mendengar apa yang anak itu katakan. Fara bahkan menelan ludahnya ketika pikirannya mencerna sedikit lambat.“Jadi aku menggambar ini,” lanjut Delvin sambil memandangi gambar yang dia buat sendiri itu. Senyum lebar mengiasi wajahnya yang bahagia.Apa yang mesti Fara lakukan? Tidak mungkin bukan Fara menghancurkan harapan anak itu yang tampaknya merindukan kehadiran sosok ibu di hidupnya, di usia yang masih belia itu. Fara melirik Daryn sekali lagi memastikan bagaimana respon pria itu.Sama. Daryn pun terdiam, tak berkata, bungkam seribu bahasa. Sebagai ayah, tentu saja hati Daryn sakit mendengarnya. Bukan karena tak mau menghadirkan sosok ibu yang sangat Delvin inginkan, tapi Daryn tidak bisa asal memilih istri untuk menjadi ibu bag
“Ibu ke mana?” tanya Fara ketika menjelajahi rumah besar itu tapi tak menemukan sang nyonya rumah.Daryn yang tengah duduk di sofa sambil menunggu makan malam siap menoleh pada gadis itu.“Ada urusan, nanti juga kembali,” jawab Daryn lalu fokus pada tablet di tangannya.“Oh, begitu. Apakah biasanya lama?” tanya Fara lagi sambil mengambil posisi duduk di sofa tak jauh dari pria itu.Sesaat Daryn terdiam seperti tengah berpikir apakah ibunya pergi lama atau tidak.“Paling lama tiga hari, paling sebentar sampai malam nanti,” kata Daryn menjawab Fara dengan santai.Fara menganggukkan kepalanya berusaha untuk tidak ikut campur urusan Dennda atau Daryn. Setiap orang punya urusannya sendiri yang tak harus selalu dibagikan.Delvin tengah di kamarnya entah sedang apa. Jam menunjukan pukul enam petang. Daryn mengatakan Delvin biasa mengurung diri di kamar pada jam seperti itu, nanti anak itu akan keluar dengan sendirinya entah akan membawa apa.Meski Daryn menyuruhnya untuk tak khawatir karena
Masih menatap Daryn dengan penuh kemarahan, Sandra berteriak agar melepaskan penjagaan supaya bisa menghampiri pria itu dengan leluasa. Namun sepertinya percuma, Daryn tak akan mengizinkannya.“Kenapa kau bersikap begitu? Apa yang kau pikirkan sehingga hidup orang lain kau hancurkan,” kata Brian tak mempedulikan protes Sandra.Mendengar apa yang pria itu katakan, Sandra mulai berhenti tapi tetap menatap Daryn dengan tajam.“Kau ingin tahu alasannya, hah?” Sandra membalas.Daryn menatap Sandra dengan sorot yang serius.“Bukankah sudah aku bilang, itu karena kau. Seandainya kau tidak datang padanya, aku tak akan melakukan hal itu,” kata Sandra.“Jadi kau memang sengaja melakukan itu?”“Memangnya kenapa? Kau tak senang, bukan? kalau begitu, kenapa kau tak bicara denganku?”“Apa gunanya? Kau tak akan berhenti menganggunya, bukan? Sampai kau puas. Jadi aku tak akan membiarkannya.”“Itu sebabnya kau begitu melindunginya? Jangan bilang kau mencintai gadis itu, hah?” Sandra tersenyum miring,
Daryn masih asyik bermain game di ponselnya sementara Fara serta anaknya masih tidur siang. Hujan masih turun tapi tak begitu lebat, hanya saja udara kian dingin menjelang sore.Setelah bosan bermain game, tidur pun tidak bisa meski sudah berusaha untuk tidur lagi karena Daryn sempat tertidur tadi sebelum makan siang. Pria itu akhirnya memilih membuka ponselnya lagi dan membaca artikel yang muncul.Sesekali Daryn menghela napas saat membaca artikel yang membuat kabar tentang Fara dan dirinya yang dituduh berselingkuh sementar Daryn memiliki kekasih yaitu Sandra.“Siapakah sebenarnya gadis yang dikatakan perebut itu? Kabarnya dia seorang dokter anak kompeten, tetapi tidak diketahui apa niatnya.” Daryn membaca beberapa kalimat di artikel tersebut dan berdecih pelan.“Itu tidak benar. Ini sampah!” umpatnya marah tapi tidak bisa membanting ponselnya karena masih butuh.Daryn mencari sesuatu yang setidaknya memberikan komentar positif atau sebagainya. Hampir semua artikel memojokkan Fara.