Share

Temukan Dia!

Author: Lysa_Yovita22
last update Last Updated: 2023-08-30 22:45:37

Sejak peristiwa pemenangan lelang gadis di malam dua bulan lalu, Ocean Aloysius Alexavier, tak pernah lagi berselera menghabiskan malam panjang bersama wanita bayaran.

Setiap ingin menuntaskan dahaga, seleranya menguap walau wanita bayaran itu sudah dalam kondisi siap tempur. Bayangan wajah cantik gadis bermata kehijauan dengan rambut ikal berantakan, lengkap erangan sendu, terus menggema di kepalan Ocean.

Sayang, Ocean kehilangan jejak dan petunjuk tentang siapa gadis yang mencuri uang seratus dollar miliknya pagi itu. Padahal Ocean dengan senang hati akan memandikan gadis itu dengan jutaan dollar jika saja ada malam-malam panas berikutnya. 

Bibir sensual yang merekah merah alami itu seakan-akan membiusnya agar tidak lagi sembarangan memagut milik jalang lain. Wajah sendu yang mengerang manja itu pun menari-nari di pelupuk mata Ocean.

"Pakailah bajumu. Aku berubah pikiran." Ocean mendengkus keras lalu berpindah ke sofa. Diteguknya wine untuk mengusir rasa kesal.

Wanita bayaran yang sudah menunggu lama kesempatan untuk bisa melayani Ocean, menatap kesal. Sudah dilakukannya pose menantang dengan lingerie tipis seksi menggoda, mangsa di hadapannya malah mengusir tanpa berminat lebih lanjut.

Merasa tertantang, didatanginya laki-laki yang memasang wajah dingin itu. "Tuan, apakah tubuhku ini tak mampu membuat Anda tertarik?" Jemari lentik itu langsung merambat naik ke arah pangkal paha Ocean.

Ocean menangkap jemari yang lancang itu. Ocean meletakkan gelas sloki berisi wine, lalu dicengkeramnya dagu runcing wanita bertubuh sintal itu. "Apa kau sudah sangat ingin digagahi? Baiklah. Akan aku kabulkan." 

Seringai nakal muncul di wajah wanita bayaran itu. "Dengan senang hati aku akan memuaskan Tuan." 

Ocean menghempaskan dagu runcing itu. Ditekannya tombol ponsel. "Masuklah."

Hanya beberapa menit kemudian, Jarret Rodriguez, asisten pribadi Ocean, masuk. "Perintah, Tuan."

Tatapan mata Ocean mengunci ke arah wanita bayaran itu. "Dia butuh pemuasan. Berikan sampai dia lupa caranya berjalan!" 

Mata keabuan itu membelalak ngeri, tubuhnya langsung gemetar dan bersujud. "Tolong, Tuan. Maafkan aku. Jangan. Aku ... aku pulang saja."

Ocean mendengkus. "Aku sudah berbaik hati memberimu bonus. Pergunakan sebelum aku murka dan memintanya untuk melenyapkanmu."

Tanpa belas kasihan, Jarret meraih tubuh seksi yang nyaris terekspos sempurna itu dalam panggulannya. Mirip seperti memanggul karung beras, enteng saja asisten pribadi itu melakukannya. 

Jeritan keras dan pukulan yang mendarat di punggung Jarret tak terasa sama sekali. Tubuh kekar itu benar-benar keras dan liat.

Di ruang bawah tanah, gadis itu dilemparkan ke ranjang penyiksaan. "Jangan pernah berpikir untuk lari!" 

Wanita bayaran itu melanggarnya. Ditangkapnya kaki Jarret. "Tolong, ampuni aku, Tuan. Aku hanya ingin melayani Tuan saja." 

Air matanya mengalir deras. Make up yang tadinya sempurna untuk memikat hati pejantan, sudah berantakan. Belum lagi rambutnya sudah seperti singa. 

"Bukannya Tuan sudah berbaik hati memuaskan keinginanmu? Tunggulah sebentar lagi." Dengan satu kali sentakan keras, Jarret membuat wanita itu terjengkang.

Pintu kayu itu pun ditutup. Selang beberapa menit kemudian, masuklah satu laki-laki berwajah masam untuk melaksanakan perintah dari bos mereka.

Jarret kembali mendatangi kamar tuannya. Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan untuk masuk, lelaki bertubuh tinggi besar itu menunggu perintah.

"Kenapa sulit sekali mencari siapa gadis yang bersamaku malam itu?" Ocean menyesap wine nya.

"Maaf, Tuan. Aku sudah melacak data sampai ke agensi penyelenggara acara, nama yang didaftarkan palsu." Jarret menunduk.

"Bagaimana bisa?" Ocean meremas gelas sloki itu.

"Nama dan identitasnya ketika dilacak merupakan milik gadis yang sudah lama mati." 

"Berengsek!" Ocean langsung mengentakkan gelas itu ke meja. "Cari dia, Jarret! Ke ujung dunia mana pun, temukan gadis itu!"

Tadinya, Ocean ingin langsung mencari siapa sebenarnya gadis yang menarik perhatiannya itu. Namun, Ferdinand Sky Alexavier, kakeknya, menugaskannya untuk segera mendatangi kota Light Queen.

Ada agenda jual-beli tanah ribuan hektar yang hendak dijadikan sebagai perkebunan anggur. Salah satu bisnis keluarga Alexavier, bergerak di bidang budidaya anggur hingga menjadi minuman beralkohol berharga mahal.

Ada juga kebun cokelat yang dipegang oleh Jacob Alvonsius Leight, sepupu kandung Ocean. Anak dari putri sulung Ferdinand. 

Ocean dan Jacob. Dua laki-laki itu memang bersaing ketat memperebutkan posisi penerus klan mafia Alexavier. Jika Ocean masih betah menebar pesona dan benih ke sembarang wanita, Jacob sudah bertaubat dan menikahi wanita berdarah bangsawan pula, Marion Green. 

Ferdinand sedang menantikan kehadiran cicit yang akan diwariskan banyak sekali kemewahan. Laki-laki berusia senja itu berharap banyak dari Ocean. Karena Ocean satu-satunya cucu berdarah Alexavier, keturunan langsung dari Dominic Thunder, putra bungsu Ferdinand.

Hanya saja, Ferdinand tak bisa langsung menyerahkan kekuasaan pada Ocean, mengingat ada hati yang harus dijaganya. Ferdinand tak mau menyakiti putrinya, ibu kandung Jacob.

"Apa kita akan kembali ke Brightstorm dalam waktu dekat, Tuan?" 

"Belum, Jarret. Kakek masih belum memerintahku lagi. Urusan tanah pun masih belum selesai, kan." Ocean kembali menyesap winenya.

"Baik, Tuan. Permisi."

"Cari gadis itu. Jangan berhenti sampai kau berhasil menemukannya," pungkas Ocean.

"Siap, Tuan." 

Sementara itu, di kamar sempit bekas gudang perkakas , Ivy berbaring lemah. Sudah sejak pagi, dia memuntahkan isi perut. Sampai tenaganya nyaris tak tersisa. 

"Aku tak punya persediaan obat. Pasti ini karena aku sering terlambat makan." Ivy meringis menahan rasa enek yang tersisa di pangkal tenggorokannya.

Sejak peristiwa kelam itu, Ivy bertekad untuk mengubur semua kenangan buruk dengan mengambil kerja paruh waktu lebih banyak. Dia butuh uang lebih untuk membayar perawat. Agar ayahnya bisa sembuh.

Sungguh miris karena semua harta yang seharusnya dimiliki Ivy, malah sudah berpindah tangan dengan mudah ke Payton. Tanpa sisa. Bahkan untuk sekadar makan saja, jatah Ivy jauh lebih menyedihkan ketimbang pelayan di rumah. 

Ivy sering hanya makan sup encer yang dingin dan sekerat roti dengan irisan daging super tipis. Baginya tak mengapa, asalkan ayahnya bisa makan dengan layak. Tidak mewah seperti hidangan spesial lengkap seperti dahulu. Di mana ada menu pembuka, menu utama dan pencuci mulut. 

Koki dan pekerja lama yang setia pada keluarga, sudah dipecat Payton. Sekarang yang tersisa di rumah megah itu hanyalah pelayan-pelayan baru pencari muka. Karena tak ingin dibuang tanpa gaji oleh wanita licik itu, tentu saja.

Ivy kembali bergegas turun. Tubuhnya bersimpuh di depan ember besi. Ivy kembali muntah. "Ya Tuhan, aku tak bisa mengambil pekerjaan hari ini. Bisa-bisa nanti aku pingsan di dalam kereta bawah tanah."

Ivy mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada untuk membawa ember itu. Dia harus mencuci bersih ember sebelum Payton mengamuk. 

Ketika langkah kakinya hampir  sampai di depan kamar Lucy, terdengar suara teriakan kegirangan. "Ah, Sayang. Aku hamil. Kita akan segera menikah resmi, bukan?"

"Tentu saja. Aku akan bertanggung jawab pada bayi itu. Kau akan segera menjadi Nyonya Brian Ashley, Sayang."

Spontan, ember yang dipegang Ivy jatuh ke lantai dan menimbulkan suara nyaring. Tak hanya itu, isinya pun berceceran di lantai. 

Lucy yang merasa terganggu langsung keluar dengan wajah kesal. Namun, kegembiraannya muncul melihat Ivy dengan gemetar sibuk membereskan kekacauan itu. 

Lucy menyenggol tubuh Ivy sampai tersungkur dalam genangan bekas muntahan itu. "Oopst, aku tak sengaja. Astaga, Kakak, kau tampak menyedihkan. Seperti biasanya." 

Brian yang menyusul kemudian menatap dengan iba. Namun, tak mungkin ditolongnya gadis yang sudah mengkhianatinya itu. 

Lucy yang melihat Brian keluar, langsung menghampiri untuk menggelayut manja. "Maaf, Sayang. Ivy tak sengaja menumpahkan isi ember itu."

Brian masih marah kepada Ivy. Hatinya masih terluka parah, karena menganggap Ivy-lah yang lebih dahulu berkhianat. Agar makin menabur garam di luka hati Ivy, Brian merangkul pinggang Lucy. "Biarkan saja! Dia memang gadis ceroboh dan tak tahu diri."

Masih dengan menatap datar, Brain tanpa sungkan menggendong Lucy kembali ke kamar. Ivy yang masih bersimpuh dengan rambut dan tubuh lengket berbau, sudah kehilangan kemampuan untuk menangisi nasibnya lagi. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Melebur Rasa

    Ocean membimbing Ivy ke depan kaca. "Lihatlah. Betapa cantiknya wajah istriku."Ivy menggeleng. "Tidak. Kau memuji hanya untuk menyenangkan hatiku saja."Ocean mengecup pundak Ivy. "Kenapa bisa terpikir seperti itu, hm?""Entahlah. Mungkin karena beberapa bekas luka yang belum sepenuhnya sembuh. Atau kau bosan karena sudah terpisah sekian lama denganku." Sebenarnya, hati Ivy sakit saat mengutarakan rasa. Ocean tersenyum. "Apa kau ingin tau seberapa parahnya keadaanku saat kau pergi tanpa pesan?""Kau tampak baik-baik saja." Ivy masih bersikeras. Ocean menarik tubuh Ivy agar saling berhadapan. "Lihat baik-baik suamimu ini. Apa yang berubah sejak kau pergi, hm?"Ivy menelisik dengan teliti. "Kau lebih kurus. Cambangmu berantakan. Kau juga seperti lupa caranya bersisir dengan rapi.""Dan apa kau tak melihat kalau aku punya kantung mata?"Tatapan Ivy terkunci di sepasang bola mata sebiru lautan itu. "Apa kau tidak bisa tidur?"Ingin sekali Ocean mengigit bibir Ivy yang begitu ringan ber

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Tak Menarik Lagi

    Ocean menatap lembut. Jemarinya terulur untuk merapikan rambut Ivy, lalu diselipkan di belakang telinga. "Kau adalah hal paling luar biasa yang bisa mengubah sudut pandangku tentang cinta."Ivy tak mampu menahan semburat merah yang hadir akibat rasa jengah karena pujian itu. Isi kepala dan hatinya bertentangan. Kedua organ tubuh itu sedang melakukan tugasnya masing-masing."Katakan, Sayang. Apa yang terjadi sampai kau bisa mengikuti acara lelang itu?" Ocean ingin memperbaiki semua dari awal pertemuan mereka. Lalu Ivy pun bercerita tentang pekerjaan sampingan yang diambilnya setelah pulang kuliah, yakni menjadi petugas katering. Saat itu, adik tirinya datang sebagai tamu. Salah satu pelayan yang juga bekerja di sana, memberi Ivy minuman. Setelahnya tubuh Ivy terasa aneh. Ivy pun mengadukan hal itu ke Lucy, adik tirinya. Lalu dia dibimbing masuk ke kamar milik penyelenggara pesta, Mike.Ocean tahu ada sesuatu yang dicampurkan dalam minuman itu. "Maaf, apa sebelum ini, kau pernah minu

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Kejujuran

    Dokter sudah mengizinkan Ivy untuk pulang. Saat dia mengatakan harus mampir ke apartemen milik Joshua, Ocean hanya menggelengkan kepalanya. "Tapi barang bawaanku ada di sana, Ocean." Ivy hendak melepas seat beltnya."Aku sudah meletakkannya di bagasi belakang, Sayang. Kita hanya perlu pulang saja." Ocean berkata lembut. Sungguh, Ocean sudah berjanji akan benar-benar memperlakukan Ivy dengan sebaik-baiknya. Ocean berniat untuk membahas semua tentang masa lalu keduanya. Agar kelak tak akan ada lagi bahan bangkitan dari masa lalu. Ivy pun tak jadi membantah. Apalagi melihat sorot mata sebiru lautan itu begitu teduh menenangkan hati. Ivy terhipnotis."Kita belum boleh mengunjungi Kakek lagi. Dan sekarang, setiap aku dinas ke luar kota atau luar negeri, kau harus ikut."Nyali Ivy sudah tak seberani saat mengetahui kebenaran yang sengaja disembunyikan Ocean. Sekarang, dia hanya ingin hidup tenang sambil membesarkan anak dalam kandungan saja. Ke-empat orang itu berada di satu pesawat yan

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Menyelesaikan

    Joshua tak menyangka kalau perempuan hamil yang menarik perhatiannya ternyata adalah istri konglomerat.Walau penampilan Ocean tampak dingin, tetap saja aura dirinya mampu mengintimidasi lawan bicara. "Maaf, aku tak tahu kalau Aurora punya suami. Dia sama sekali tidak pernah membahas tentang itu."Tanpa berkata apa-apa, Ocean mengeluarkan semua bukti. "Empat pekerjamu mengeroyok istriku. Seperti ini kondisinya sekarang."Joshua gusar bukan main. Apalagi melihat foto yang diam-diam diambil Ocean ketika pertama kali tiba di ruang pasien itu. "Ini ... astaga! Berengsek sekali.""Ya. Semua hanya karena kau memperlakukan istriku secara berlebihan di mata orang lain. Katakan, berapa yang harus aku bayar?" Kesombongan begitu kuat terpancar dari Ocean.Joshua tersenyum tipis. Lelaki di hadapan ini bukan sedang menantang harga dirinya sebagai atasan Ivy. Lelaki ini hanya sedang berusaha melindungi istrinya. "Tidak ada. Aku ikhlas melakukan hal itu. Dia adalah stafku yang berdedikasi tinggi."O

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Dia Datang

    Masih dalam kondisi gemetaran, Ivy menekan tombol pemanggil suster. Tak lama kemudian, suster datang. "Ibu sudah siuman? Bagaimana? Apa yang Ibu rasakan?""Bayiku bagaimana?" Ivy tidak mencemaskan keadaannya. Masih ada yang jauh lebih penting."Bayi Ibu baik-baik saja. Luka lebam juga sudah diobati. Bukti visum juga sudah ada." Suster itu menatap iba. Paramedis yang menangani, mengira kalau Ivy menjadi korban perampokan."Boleh tolong ketikkan alamat lengkap rumah sakit ini? Keluargaku ingin berkunjung." Ivy menyodorkan ponsel berisi aplikasi pesan langsung ke nomor Charlotte."Oh, tentu saja boleh. Sebentar." Dengan sigap, suster membantu apa yang Ivy inginkan, lalu mengembalikan ponsel. "Terima kasih banyak, Suster. Maaf, di mana orang yang menolongku?""Beliau sudah pergi. Tapi dia meninggalkan nomor telepon. Nanti akan aku tanya di pihak resepsionis.""Baik. Sekali lagi terima kasih, Suster." Ivy mencoba tersenyum.Rahangnya masih terasa sakit. Pun lehernya agak nyeri. Cekikan di

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Dikeroyok

    Biasanya, Ivy selalu tersenyum ketika berpapasan dengan para pekerja di restoran itu. Namun, sejak kejadian dengan beberapa waiters dipecat sepihak oleh Joshua, lebih banyak yang melengos atau pura-pura tidak melihatnya.Ivy hanya bisa mengelus dada. Bersikap sabar ada semua cobaan yang sedang di jalaninya. Isi tahu ada janin yang harus ditanggung secara mental dan fisik. Sepulang kerja, Ivy menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu gerai salad. Lidahnya tiba-tiba menginginkan makanan itu. Ivy sampai membawa pulang satu pack salad untuk dimakan di apartemen.Karena lokasi gerai salad itu dekat dengan taman, Ivy menyempatkan diri untuk menikmati senja. Dia duduk di bangku taman yang kosong. Sembari menatap keindahan semesta, Ivy mengelus lembut perutnya. "Bayiku, sedang apa di sana? Kau suka dengan rasa salad yang tadi Mama makan?"Sesekali Ivy tersenyum. Di bayangannya, ada anak yang terlahir dari rahimnya lagi. Dia bisa melupakan kerinduan kepada Lake yang sampai sekarang pun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status