Share

Bab 4

Teguh masih diam membatu. Sulit baginya untuk menjelaskan situasi ini. Sementara bagi Puspa biar bagaimana pun tetap saja kabar ini menggembirakan meskipun dia mengerti posisi putranya pasti sulit saat ini.

"Mama rasanya masih tidak percaya ini. Mama paham ini pasti tidak mudah untukmu, tapi Teguh, kamu perlu tahu. Mama mendukung kamu sepenuhnya.

Ya, Mama mengerti dari sudut pandang perempuan mungkin Mama sedikit keterlaluan tidak memikirkan perasaan Anggre, tapi sebagai manusia normal Mama juga ingin seperti orang lain. Mama ingin juga menimang cucu seperti teman-teman mama yang lain, Guh.

Alhamdulillah sekarang kamu akhirnya sadar kalau pilihan kamu selama ini tidak memiliki anak adalah pilihan yang salah," kata Puspa mencoba membesarkan hati putranya.

Teguh menggelengkan kepalanya. Apa yang dikatakan oleh ibunya benar, tapi bagi Anggre tentu saja itu tidak benar. Entahlah, Teguh juga merasa terjebak di situasi ini. Terjebak dalam pernikahannya dengan Anggraini, dan di sisi lain terjebak dalam pernikahan yang lain dengan Merry. Kedua-duanya tidak bisa ia lepaskan salah satunya.

Puspa menarik kembali ponselnya dari tangan Teguh. Ia melihat sosok lucu gadis kecil di ponsel itu dengan senyum.

"Jadi ini cucu Mama? Wah, cantiknya. Siapa namanya, Guh? Umur berapa dia?" tanya Puspa.

Ia mencoba mengabaikan perasaan gundah gulana putranya itu.

Teguh memijat pelipisnya yang mulai berkeringat.

"Untuk apa Mama bertanya. Bukankah seharusnya Mama lebih tahu? Mata-mata mama tidak mungkin tidak tahu tentang semua informasi yang mama butuhkan kan?" jawab Teguh sedikit kesal.

Puspa mengelus pipi anak perempuan di ponsel itu.

"Katanya cucu mama namanya Shakila. Wah, kamu pintar juga memilih nama yang bagus. Cuma agak sedikit curang sih. Harusnya untuk anak pertama dan cucu pertama di keluarga perlu andil neneknya memberi nama. Biasanya sih gitu. Teman-temannya Mama juga pada ngasih nama sama cucu-cucu mereka. Ah, Mama jadi sedih deh nggak dianggap," kata Puspa pura-pura cemberut.

Teguh memutar bola mata. Ia tidak suka pada sikap ibunya kali ini.

"Heran, mama bahkan tidak menanyakan siapa ibunya. Apa karena mama sudah tahu?" tebak Teguh.

Mendengar tebakan Teguh, Puspa hanya menghela napas kesal namun juga pasrah.

"Kamu memang benar-benar keras kepala. Tak sia-sia Mama sama Papa kasih nama kamu Teguh. Benar-benar kalau kamu sudah menginginkan sesuatu kamu akan berpegang teguh pada pendirianmu," cibir Puspa.

Riani sedari tadi hanya diam saja. Ia hanya malas ikut campur pada pembicaraan ibu dan kakak sulungnya itu. Bukannya dia tidak senang mengetahui kalau ternyata ia memiliki keponakan, tetapi sebagai seorang perempuan dia bisa merasakan sakit yang akan Anggre rasakan kalau iparnya itu tahu masalah ini nanti.

"Andai sedari awal Mama menyetujui hubunganku dengan Merry, mungkin ini semua tidak akan terjadi," sesal Teguh dengan bibir yang bergetar.

"Bukan salah Mama. Dari awal kita beda agama dengan dia. Wajar mama melarang kamu dengan dia. Perbedaan keyakinan bukan masalah sepele, Teguh. Di agama manapun tak ada yang mendukung pernikahan beda agama. Dan mama sudah pernah memberi pilihan pada Merry ikut keyakinan kita atau tidak sama sekali. Tapi dia tidak mau kan? Apa itu menjadi salah Mama jika tidak merestui kalian? Hmm?" Puspa balas memojokkan Teguh dengan penekanan.

Teguh menarik napas dalam-dalam dan membuangnya dalam hembusan panjang.

Ingatannya kembali pada masa dimana ia dan Merry masih sekolah. Merry cinta pertamanya. Bahkan mereka telah berpacaran sejak di bangku SMP. Tak hanya cinta monyet hubungan keduanya berlanjut hingga ke SMA.

Saat itu hubungan mereka telah tercium oleh keluarga Teguh. Berkali-kali Puspa memberi teguran pada keduanya, juga pada Merry yang sama sekali bukan merupakan kriteria menantu idamannya karena selain Merry berasal dari keluarga sederhan, agama mereka pun berbeda. Namun hubungan itu tetap berlanjut. Sehingga Puspa merasa perlu mengirim Teguh keluar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.

Selama berada di Jepang, Teguh berkenalan dengan adik tingkatnya. Hubungannya yang semakin tidak karuan dengan Merry karena hubungan jarak jauh dan cinta yang tidak direstui membuat Teguh mencoba membuka hati untuk Anggraini.

Puspa yang tahu hal itu mendukung sepenuhnya hubungan keduanya. Patah hati Teguh karena Merry memutuskan hubungan mereka dan menikah dengan pria lain membuat Teguh merasa putus asa. Cintanya pada Merry begitu dalam meski ada Anggraini di sampingnya.

Anggre adalah pribadi yang menyenangkan, dia baik dan mereka sering bersama sepanjang waktu di kampus dan di komunitas mahasiswa yang tinggal di Jepang. Cinta gadis itu begitu tulus padanya. Bersamanya Teguh awet menjalin hubungan hingga tahunan lamanya. Tetapi hatinya masih terasa kosong.

Bukan karena cinta ia menikahi Anggraini, melainkan untuk membungkam mulut orang-orang yang mendesaknya untuk menikah. Namun sebelum menikah telah ia katakan pada Anggraini bahwa ia tidak ingin memiliki keturunan. Dengan dalih kemanusiaan dan kecemasan terhadap over populasi di muka bumi, ia berhasil meyakinkan gadis itu untuk mengadop childfree.

Teguh kejam bukan?

Ia bukannya tidak ingin memiliki keturunan. Ia hanya tidak ingin punya anak dari wanita lain selain Merry. Cinta pertama yang juga merupakan cinta sejatinya.

Dua tahun berselang pernikahan Teguh dan Anggraini baik-baik saja. Adem dan romantis di mata semua orang meski tak banyak juga yang julid karena keputusan mereka untuk child free. Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan lagi ia dan Merry dengan benang merah mereka yang belum sepenuhnya terputus.

Pria itu mendapat kabar kalau Merry telah berpisah dari suaminya. Kondisi wanita itu cukup menyedihkan dengan keadaan ia sedang mengandung Shakila. Rasa yang masih belum pupus di hati membawa Teguh kembali menemui cintanya. Mengulurkan tangan dan merengkuhnya untuk kali ini benar-benar menjadi bagian dari hidupnya.

Tanpa sepengetahuan Anggraini tentu saja, juga tanpa sepengetahuan keluarganya. Ia melangsungkan pernikahan dengan Merry. Kali ini Merry tak lagi berpikir panjang untuk ikut dengan keyakinannya.

Teguh sepenuhnya sadar tak akan selamanya ia bisa menyimpan hubungan pernikahannya dengan Merry, tetapi ia belum siap dengan segala konsekuensi dan resiko akan kehilangan Anggraini juga.

Meski tak sebanyak cintanya pada Merry, tetapi ia juga mencintai Anggraini dan tak akan rela melepas wanita itu dari hidupnya.

"Jadi gimana sekarang? Merry sudah ikut agama kita? Atau jangan-jangan … jangan bilang kau dan dia …"

"Ya, Merry sudah tidak lagi beda keyakinan dengan kita," potong Teguh cepat.

"Baguslah. Mama juga nggak mau cucu mama bingung dengan orang tua yang berbeda agama," tukas Puspa.

Ada kelegaan di hati Teguh mendengar perkataan ibunya. Bukankah itu berarti ibunya telah merestui ia dan Merry. Ah, akhirnya perjuangan berat itu membuahkan hasil juga. Tetapi saat ini kenapa ada batu besar lagi mengganjal di hatinya. Selesai dengan masalah Merry, sepertinya dengan Anggraini akan menjadi masalah besar.

"Jangan bahas ini dulu, Ma. Takutnya entar Mbak Anggre keburu datang," celutuk Riani kali ini mengingatkan.

Mereka tidak tahu di luar rumah Anggraini, sedang terduduk lemas di balik dinding. Sedari tadi ia belum pergi ke warung. Hatinya yang curiga menuntunnya untuk menguping pembicaraan mereka dari luar rumah.

Ia sengaja membuka pagar agar mereka yang di dalam rumah mengira ia sudah pergi dan kemudian ia kembali masuk ke pekarangan samping rumah hanya untuk mendengarkan semua hal yang menyakitkan ini.

Hufft …

Rasanya sesak.

***

Bersambung…

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
jahatnya semoga omonganya teguh doa anaknya nhgsk selamat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status