Karina sontak merinding dengan kalimat yang Yudha bisikkan kepadanya itu. Secara refleks Karina mendorong wajah itu menjauhi wajahnya. Sebuah tindakan yang membuat wajah Yudha berubah masam seketika.
“Dokter jangan macam-macam sama saya, ya! Ingat perjanjian apa yang sudah kita buat kemarin?” Karina tentu ingat betul janji apa yang sudah Yudha berikan kepadanya, sebuah janji yang membuat Karina lantas setuju dengan semua rencana gila yang Yudha jabarkan itu.
Nampak Yudha mendengus perlahan, ia lantas menutup pintu mobil Karina dan merebut kunci mobil dari tangan gadis itu. Karina melotot, terlebih ketika kemudian Yudha menarik tangan Karina dan membawanya keluar dari halaman parkir kost.
“Eh ... eh ... apa-apaan ini, Dok?” tentu Karina protes, hendak dibawa kemana lagi sih?
“Ikut saya ke kampus! Setengah jam lagi saya ada kelas.”
Mendengar hal itu, Karina sontak melotot. Dia harus ikut dosen rese ini ke kampus? N
“Hus! Jangan teriak-teriak begitu, Rin!”Yudha terkejut luar biasa. Bagaimana tidak? Karina tiba-tiba berteriak macam itu dengan suara kencang, untung saja jantung Yudha tidak meloncat dari tempatnya. Yudha terus membawa mobil menuju kampus, tidak peduli Karina berteriak macam tadi, dia hampir telat.“Biarin! Saya benci pokoknya sama Dokter! Benci banget!” Karina kembali memukul-mukul lengan Yudha dengan membabi buta, membuat Yudha lantas menepikan mobilnya dan bersandar di jok.Karina sontak berhenti memukul lengan Yudha, ia melepas seat belt, hendak melomcncat turun kalau saja tangan Yudha tidak buru-buru mencekal tangan Karina.“Et!” Yudha mencengkeram kuat tangan itu. “Saya berhenti bukan buat kasih kesempatan kamu melarikan diri, ya?”Karina mendengus, menatap kesal ke arah Yudha yang tampak bersorot mata tajam. Mimpi apa Karina harus berhadapan dengan takdir yang menyebalkan macam ini? Agaknya Y
[ Di mana? ] Isi sebuah pesan yang masuk ke dalam ponsel Kirana. Pesan yang dikirim oleh kontak dengan nama 'My Lovely Husband', nama alay yang di ketik sendiri oleh si pemilik nomor. Rasanya ingin Karina abaikan saja pesan masuk itu, tetapi mengingat berapa horor hukuman yang akan Karina terima jika Karina kabur dari Yudha, membuat Karina sontak mengetikkan balasan dan segera mengirimkannya. [ Perpus fakultas, kenapa? ] Tanpa menunggu lama, pesan itu langsung dibaca oleh Yudha dan balasan pun langsung Karina Terima. [ Jangan kemana-mana. Saya kesana! ] Karina menghela napas panjang, ia meletakkan ponsel di atas meja. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hal gila apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Keributan apa yang akan pecah di antara mereka? Karina masih menutup wajahnya, ketika tepukan lembut itu tiba-tiba mendarat di bahu Karina. "Apaan lagi sih, Do--." Karina tertegun, bukan Yudha yang menepuk bahu
Karina tercekat mendengar kalimat itu. Dikecewakan? Ditinggalkan? Ia melirik Yudha yang wajahnya kini berubah sedu. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal yang membuat lelaki itu begitu menyebalkan macam ini?Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya, menoleh dan mulai memberanikan diri kembali bersuara."Tapikan nggak semua perempuan kayak begitu, Dok." tentu! Karina tidak mau kena imbas dari orang masa lalu Yudha dan berujung dia diawasi secara ketat macam tadi. Dia bukan tahanan kota!"Nggak semua, tapi kebanyakan iya, Rin!" tukas Yudha datar. Matanya masih tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya."Tapi saya nggak kayak gitu, Dok! Saya bukan perempuan macam itu!" Karina kembali terpancing, Dia tipe orang yang bisa dipercaya dan dia tidak pernah mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan!"Bisa saya pegang omongan kamu?" kini Yudha menoleh, hanya sebentar karena ia kemudian kembali fokus pada setirnya.
Heni tengah menjemur keset di gerbang kost ketika melihat mobil putih itu berhenti di depan gerbang kost-nya. Alis Heni berkerut, bukankah itu ..."Loh, mobil dokter Yudha, kan? Kok sampai sini?" Heni mendadak pucat, jangan bilang kalau dosennya itu kemari hendak mencari Karina. Karina tidak membuat ulah, kan? Kabur misalnya?Heni hendak lari ke dalam kamar kost ketika mendapati yang turun dari mobil itu bukanlah sosok yang dia takuti datang kemari, melainkan Karina yang nampak cemberut melangkah mendekatinya."Loh, Rin? Itu, kan ...."Karina hanya menghela napas panjang, masuk ke dalam gerbang dan duduk di kursi teras. Heni melangkah mendekati Karina yang menopang dagu sambil cemberut."Dokter Yudha-nya mana?" tanya Heni yang masih heran kenapa mobil dosen kece itu bisa Karina bawa? Ah ... agaknya Heni lupa, Karina kan calon istrinya!"Di rumah sakit, lagi praktik. Kenapa?" tanya Karina yang masih cemberu
Yudha menyeka keringat yang mengucur, melepas gown dan bersiap membersihkan diri setelah berperang melawan malaikat maut di dalam kamar operasi.Dia melirik jam dinding, sudah sore ternyata. Mendadak bayangan cantik menggemaskan itu muncul di kepalanya. Di mana calon istrinya itu berada sekarang?Yudha tersenyum, segera mencuci bersih-bersih tangannya dan hendak berganti pakaian, ketika tepukan itu mendarat di bahunya."Yud, sudah selesai?"Yudha menoleh, langsung menundukkan kepala sebagai wujud hormat kepada sosok itu. Siapa lagi kalau bukan Profesor Hasyim, direktur rumah sakit yang juga seorang guru besar di kampus tempat Yudha mengajar."Sudah, Prof. Alhamdulillah semua lancar." Jawab Yudha sambil tersenyum."Dengar-dengar gosip di kampus, kamu mau nikah, Yud?"Yudha membelalakkan mata, ah ... Agaknya memang satu universitas sudah dengar semua kabar itu. Maka tidak heran sekelas Profesor Hasyim pun t
Karina tercekat, wajah itu begitu dekat dengan wajahnya. Menampilkan sebentuk wajah dengan rahang kokoh, hidung mancung yang sialnya begitu indah dan mempesona di mata Karina. Sorot mata tajam itu berubah begitu lembut, membuat sesuatu dalam hati Karina bergejolak luar biasa. "Aduh!" Karina memekik ketika Yudha tiba-tiba menarik dan memaksanya berdiri, tangan yang tadi dia gunakan untuk menangkap tubuhnya, kini berkacak pinggang dan sorot mata itu kembali begitu tajam. "Kamu itu sembrono sekali sih? Bisa hati-hati nggak?" Omelnya yang seketika membuat rasa kagum yang sempat muncul, hancur berkeping-keping hingga tidak bersisa. "Namanya juga nggak sengaja, Dok! Galak amat sih!" Karina mencebik, segera pergi dari depan lelaki itu sambil bersungut-sungut. Ia membuka pintu mobil, naik ke dalam mobil dan segera duduk di jok samping supir. Kenapa lelaki itu sangat menyebalkan sih? Dulu ibunya ngidam apa sampai-sampai punya anak macam zombie seperti
Yudha segera menangkap tubuh itu, mendekapnya ke dalam pelukan sebelum tubuh itu jatuh tersungkur mencium tanah. Kini tubuh mereka menempel satu sama lain, kepala Karina sukses mendarat di dadanya, membuat Yudha yakin seyakin-yakinnya gadis itu tidak memerlukan stetoskop lagi untuk mendengar degup kencang di rongga dada Yudha. Karina segera melepaskan diri, membuat Yudha tersentak dan mempertahankan tangan Karina dalam genggamannya. Mata mereka beradu, dapat Yudha lihat mata yang biasanya bersorot tajam menatapnya itu kini memerah berurai air mata. "Rin ... Saya minta maaf."Mata Karina terbelalak, mulutnya setengah terbuka. Yudha lihat betul ekspresi terkejut itu. Tangan Yudha meraih satu tangan Karina, menggenggamnya dan meremas tangan itu dengan lembut. "Saya minta maaf kalau sudah bikin kamu kesel. Kita jadi nikah, kan, Rin? Please ... Cuma kamu yang bisa nolongin saya, Rin." Mohon Yudha dengan begitu tulus. Sebodoh amat dia terkesan mengej
"Karena saya nggak cinta sama Dokter!"Yudha tertegun. Dari sorot mata yang Karina tampilkan, dia tahu kalau Karina serius dengan apa yang dia ucapkan. Karina tidak mencintainya? Bukankah itu sudah terlihat dari bagaimana hubungan mereka selama ini? Tetapi meskipun begitu, kenapa rasanya hati Yudha begitu sakit mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Karina? Yudha menghela napas panjang. Otaknya mendadak blank. Dia sampai tidak tahu harus bicara apa. Harus ngomong apa. Semua kemampuan berpikir otaknya mendadak lenyap! Yang Yudha tahu hanya satu, hatinya bisa begitu sakit dengan apa yang dia dengar dari mulut Karina."Bagaimana kita bisa menikah kalau saya sendiri tidak mencintai Dokter? Ah bukan hanya saya, Dokter pun saya rasa nggak ada perasaan cinta pada saya, bukan?"Tidak ada perasaan cinta? Apakah benar? Yudha sendiri tidak yakin. Hanya saya tiap dia tengah bersama dengan gadis ini, Yudha merasa kesal sete