Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.
“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.
“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.
“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’
“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu karena katanya jika kamu seperti ini terus Hera tidak akan tenang di sana.”
Wijaya tidak berbohong karena Vita sering kali berbicara mengenai Hera dan Austin di mana merasa kasihan tapi tidak ingin membantu karena Austin harus bisa lepas dari bayang – bayang Hera. Alasan lain kenapa Mira tidak menerima Austin bukan karena ibunya melainkan tidak ingin dalam rumah tangga sang suami masih memikirkan orang lain meski orang tersebut telah tiada. Wijaya mengambil kesempatan ini untuk berbicara dengan Austin karena pastinya mereka tidak memiliki banyak waktu untuk berkumpul.
“Bagimana kehamilan Vita?” Yuta mengalihkan perhatian dengan menanyakan Vita.
Usia kehamilan yang tidak muda lagi membuat Vita harus terbatasi dalam bergerak tapi bukan Vita namanya jika duduk diam karena tanpa sepengetahuan Wijaya selalu pergi bersama Mira ke mall untuk sekedar belanja hal tidak penting atau ke mana saja yang dia inginkan. Wijaya bukan apa – apa hanya saja takut terjadi hal tidak baik pada Vita dan bayinya serta Mira karena bagaimana pun Mira adalah istri sahabatnya.
Regan mengalihkan pembicaraan tidak penting mereka tentang bisnis yang mereka jalani, Regan memang layak berada di posisi ini di mana segala penilaiannya selalu tepat tapi begitu Regan lemah jika menilai orang lain dan lambat dalam mengambil keputusan. Yuta lebih hati – hati tapi setiap ide yang dikeluarkan selalu tepat sasaran dan Austin paling alih dalam melobi orang setiap proyek atau kerjasama yang dirinya buat akan berakhir dengan manis, sedangkan Wijaya selalu bisa menilai orang ketika menempatkan di posisi yang tepat seperti seketarisnya saat ini.
Kerjasama dengan pemerintahan berjalan lancar sejauh ini karena menggunakan nama besar H&D Group sehingga mereka tidak bisa berbuat macam – macam, bahkan laporan keuangan diperiksa dengan baik oleh Wijaya sendiri. Sejauh ini laporan keuangan tidak ada yang mencurigakan, meski terlihat tidak mencurigakan Yuta meminta orang untuk mengawasi langsung semua proses yang ada agar bisa membandingkan satu dengan yang lain. Wijaya dan yang lain setuju dengan usul Yuta sehingga mereka mencari salah satu pegawai yang bisa dipercaya, di mana akan ditempatkan bersama mereka tanpa menandakan jika diawasi dan sejauh ini berjalan lancar.
“Sudah lama gak mendaki terakhir waktu masih ada Hera, kira – kira gak ada keinginan naik lagi?” Austin memandang yang lain bergantian.
“Kamu gak lupa kan Vita hamil?” Yuta memandang Austin sambil menggelengkan kepala.
“Sangat ingat makanya aku bicara gitu karena ada maksud” semua memandang Austin bingung tapi tiba – tiba Austin menatap Wijaya dan Regan dengan tatapan memohon “bagaimana jika kita mendaki dan kedua wanita itu menyelidik bagaimana Helena.”
“Gak harus naik juga kali” omel Regan “kita bisa ke villa gitu.”
Austin menggelengkan kepala “bosen villa mulu lagian udah lama kita gak naik.
Wijaya menggelengkan kepala “Vita hamil pamali kata orang tua kalau kita melakukan hal begitu” semua langsung tertawa mendengar perkataan Wijaya.
“Orang tua kamu yang bilang?” goda Regan membuat Wijaya cemberut.
Wijaya hanya menjaga agar jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan apalagi kedua orang tua mereka sering percaya pada hal – hal yang seringnya tidak masuk di akal. Wijaya menatap jam yang sudah menunjukkan waktunya pulang dengan segera mereka pulang karena sudah ada yang menunggu di rumah kecuali Yuta dan Austin, meski begitu mereka tetap ikut pulang dan entah melakukan apa. Wijaya pulang bersama Yuta karena ada yang akan dikerjakan di sekitar tempat tinggalnya, bila nanti terlalu malam maka akan tidur di rumah Wijaya atau tempat tinggal yang ada di sana.
“Kamu banyak berubah semenjak menikah” Wijaya menatap Yuta sekilas “aku senang melihatnya karena diantara kita hanya kamu yang lurus dan bersyukur karena Vita yang menikah denganmu bukan Mira.”
Wijaya menatap Yuta bingung tapi Yuta hanya tersenyum “Mira sangat mencintaimu dan berharap kamu menjadi suaminya, kamu pasti tahu itu sama halnya dengan Vita” Wijaya mengangguk membenarkan perkataan Yuta “takdir kita sangat luar biasa dan tinggal menunggu takdir apa lagi yang akan kita jalani.”
Wijaya membenarkan perkataan Yuta bahwa apa yang kami alami ini sangat tidak diduga, Vita dan Mira yang bersahabat sekarang menjadi istrinya dan Regan yang juga bersahabat baik. Dari semua sahabatnya hanya Yuta yang tidak pernah terbuka mengenai kisah cintanya yang membuat semua bertanya – tanya. Wijaya yakin sahabatnya ini sudah memiliki tambatan hati hanya saja entah siapa wanita tersebut dan pernah dirinya berpikir jika Yuta menyukai Vita atau Mira tapi melihat bagaimana sikapnya semua itu hilang begitu saja karena tidak ada tanda ke arah sana.
“Kamu sendiri bagaimana?” Yuta mengangkat alis memandang Wijaya “kisah percintaanmu karena hanya kamu yang belum pernah menceritakan semuanya.”
“Apa itu penting?” Wijaya mengangkat bahu membuat Yuta tersenyum “fokus aku bukan pada hal tersebut kalian tahu itu semua nanti jika sudah waktunya aku akan memikirkannya.”
“Kami ingin kamu bahagia” Wijaya menghentikan kendaraannya di depan rumahnya “kamu pakai mobil ini.”
Yuta mengangguk “aku bahagia dengan caraku sendiri” Wijaya memandang mata Yuta mencari keseriusan di matanya membuat Yuta tersenyum “aku bahagia meski saat ini tanpa wanita ya mungkin jika ada wanita yang dekat akan tanya pada Vita dan Mira terlebih dahulu agar tidak melakukan kesalahan.”
Wijaya hanya mengangguk dan keluar dari mobilnya diikuti Yuta yang berpindah posisi, Wijaya meminjamkan Yuta mobilnya untuk dibawa ke tempat di mana Yuta melakukan pekerjaannya. Wijaya menepuk bahu Yuta sebelum meninggalkan dirinya, dipandangi mobilnya yang semakin menjauh membuat dirinya segera masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah yang sepi membuat Wijaya bertanya di mana keberadaan Vita, ketika dirinya masuk ke dalam kamar tampak Vita membelai perutnya yang tengah membesar dan hal ini yang membuat dirinya menolak usul Austin untuk naik gunung.
“Sampai detik ini perasaan cinta tersebut tidak ada begitu pun juga dia karena yang kami jalani ini hanya sekedar kewajiban.”
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,
Suasana rumah yang ramai dengan kedatangan orang tua Vita serta Wijaya terkadang membuat mereka berdua sebagai pasangan yang saling mencintai, Wijaya tidak mempermasalahkan hanya saja semakin lama semakin lelah. Kedatangan Mira yang sering melihat bagaimana Devan juga mengisi hari – hari mereka, perut Mira sendiri sudah mulai tampak yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Wijaya bangkit karena kali ini menatap Mira yang berbeda dibanding sebelumnya. Tidak mungkin karena hamil semua jadi berubah karena selama Vita hamil tidak pernah melihat sesuatu yang berbeda, pasti ini semua karena perkataan Helena saat di rumah sakit ketika itu.“Loh tumben datang?” Wijaya mengikuti suara Vita yang seketika membuatnya kaku ditempatnya “Devannya masih dijemur depan, kamu masuk aja dulu ada Wijaya di dalam mungkin satu jam lagi baru masuk.”Wijaya mencoba tenang di tempatnya saat Helena duduk disampingnya, mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan wanita ini tapi saat ini tatapa
Wijaya memang berencana untuk pulang tapi ketika sudah berada dalam mobil bayangan Helena menghampiri membuat ingin melaksanakan apa yang Helena katakan, namun Wijaya tidak berani merusak hubungan persahabatan dengan Austin karena bagaimana pun Helena adalah milik Austin dan masa lalu sahabatnya membuat Wijaya tidak tega dibuatnya. Mobil yang dikendarai tidak menentu akan ke mana bukan rumah tujuan Wijaya melainkan tidak menentu, bahkan tidak menyadari bahwa mobil yang dikendarai masuk keluar kota dan ketika sadar tidak ada niatan dalam diri untuk kembali yang akhirnya memutuskan ke suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya.“Nak, kamu di sini?.”Wijaya menatap wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri ini karena merawatnya dari kecil, lahir sebagai anak tunggal tidak membuat Wijaya mendapatkan kasih sayang yang cukup dan wanita ini yang memberikan perhatian. Eve tidak pernah meninggalkan Wijaya sendiri karena selalu ikut serta ke mana mereka pergi bersama
Menatap wajah Mira yang sudah dipenuhi keinginan melepas hasrat juga tatapan cintanya yang tidak pernah padam pada Wijaya semakin membuat lepas kendali, dipegangnya tangan Mira menuju ke kamar yang Mira tempati selama dirumahnya. Mira langsung mengunci dan tanpa menunggu waktu langsung membuka kancing piyama yang Wijaya gunakan dan yang dilakukan Wijaya adalah menatap wajah Mira yang tampak semangat ditambah Wijaya membantu Mira membuka pakaian miliknya dan saat ini mereka tampak tanpa busana yang membuat Wijaya menelan saliva kasar saat menatap tubuh Mira dan Mira sendiri tidak menyangka jika milik Wijaya lebih besar dari Regan.Wijaya tanpa menunggu waktu mengajak ke ranjang dan entah mengapa untuk kali ini merasa Mira sangat seksi dibandingkan sebelumnya, sentuhan Wijaya mengarah pada perut yang tampak membuncit karena terdapat janin milik Mira dan sahabatnya, mencium perut buncit Mira membuat perasaan berbeda pada keduanya. Wijaya yang tidak pernah berpengalaman dengan hub
Cemburu kata yang tidak pernah ada dalam kamus Wijaya, bagaimana bisa ada sedangkan dirinya tidak pernah merasakan namanya jatuh cinta di mana dengan Vita saja hanya hubungan pertemanan bisa dikatakan sahabat hidup. Vita sangat bagus menjadi sahabat hidup Wijaya di mana cara berpikirnya patut diacungi jempol, Vita tidak seperti wanita lain yang senang belanja tanpa beban. Perasaan Bobby pada Vita yang tidak dirinya ketahui sama sekali sedikit membuatnya berpikir kebenaran dari perkataan Austin tersebut karena pertemuan saat itu tidak ada tanda mengenai perasaan Bobby pada Vita, hal ini membuat Wijaya berpikir negatif akan sesuatu tapi entah apa.“Kerjasama batal?” Wijaya menatap Yuta yang masuk ke dalam ruangan memberikan lembaran “entah bersyukur atau tidak karena nyatanya tempat Bobby ini mengalami masalah entah apa itu dan secara sepihak memutuskan semua kerja sama.”Wijaya membaca lembaran yang Yuta berikan dan memang tampak bagaimana kondisi dari perusahaan Bobby, W
Dalam kamar mandi mencoba berpikir positif atas apa yang akan dikatakan oleh kedua pria tersebut, masalah kantor pastinya sudah sampai di telinga mereka berdua yang entah kenapa membuat Wijaya sedikit takut dengan reaksi mereka berdua. Vita menunggu hingga Wijaya keluar dari kamar mandi sambil menyiapkan pakaiannya, pandangan mereka bertemu membuat Wijaya bertanya – tanya tapi Vita tidak memberikan waktu untuk bertanya bahkan membuka suaranya dengan memberikan pakaian untuk dirinya.Wijaya menggunakan pakaian dengan kondisi mereka saling diam, melalui tatapan matanya di mana Vita tidak ingin membuka pembicaraan membuat Wijaya dalam hati mengutuk Vita karena tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Memastikan terlebih dahulu telah siap bertemu dengan kepala keluarga dari mereka akhirnya keluar dari kamar, pemandangan pertama adalah para nenek yang menggendong Devan bergantian, mereka menyadari kehadiran Vita dan Wijaya yang akhirnya memberikan kode untuk ke ruangan kerja di d
Wijaya mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang akan diperbuatnya kali ini memang tepat untuk perkembangan perusahaannya, waktu seminggu yang diberikan membuat Wijaya tidak bisa berpikir jernih apa lagi mengetahui bagaimana sikap sang ayah nantinya jika dirinya gagal. Yuta dan Regan memasuki ruangan Wijaya dengan tampang kusutnya yang pasti mengalami hal sama seperti dirinya karena bagaimana pun proyek ini adalah masa depan bagi perusahaan masing – masing di mana banyak dana, waktu dan tenaga yang tercurahkan dalam proyek ini.“Helena apa benar bagian dari keluarga Bobby?” Regan dan Yuta saling memandang lalu mengangguk “bagaimana aku tidak tahu?.”“Mereka saudara jauh dan Austin sendiri baru mengetahui beberapa waktu terakhir ini dan sama terkejutnya dengan kita” Wijaya hanya diam tidak tahu menanggapi apa atas perkataan ini.“Lalu akan bagaimana kita?” Yuta menatap kedua sahabatnya “Austin tidak ada di
Mengikuti langkah Helena yang entah mengajak Wijaya ke mana karena tangannya digenggam seakan tidak bisa dilepaskan atau tidak berniat untuk melepaskan, Helena mengarahkan Wijaya duduk di sofa yang tidak lama kemudian dia kembali berjalan dihadapan Wijaya dengan pembatas meja. Helena memberikan gerakan menggoda dengan menggigit bibir dan mengedipkan matanya, perlahan digerakkannya tubuh Helena seakan ada musik yang mengiringinya dan membiarkan Wijaya menatap apa yang dilakukan. Helena melepaskan pakaiannya secara perlahan sehingga membuat Wijaya semakin menelan salivanya kasar atas apa yang Helena lakukan, gerakan Helena membuka pakaiannya dilakukan secara perlahan membuat Wijaya semakin tidak sabar, apa lagi Helena memberikan tatapan menggoda.Helena melepaskan tepat dihadapan Wijaya sehingga saat ini tubuhnya polos tanpa busana di mana Wijaya bisa melihat bagaimana sempurna tubuh Helena yang ada dihadapannya, Helena yang melihat Wijaya akan berdiri dengan segera dilarang den