Share

Mertua

Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.

“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.

“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.

Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki naluri bisnis seperti orang tua dan mertuanya bahkan Vita sekali pun, jika bersama ketiga sahabatnya Wijaya jauh dari mereka. Keberuntungan Wijaya adalah mereka tidak merasa tersaingi atau merasa bagaimana pada Wijaya karena sering kali mereka saling membantu jika ada pekerjaan apa pun, dukungan yang mereka berikan bahkan tidak tanggung – tanggung. Yuta yang bukan dari kalangan mereka kemampuan bisnisnya tidak kalah dengan yang lain dan Wijaya tahu jika Vita sering minta pendapat Yuta ketika akan membuka bisnis baru.

“Aku pulang dulu,” ucap Austin membuat semua menatapnya “ibu mengatur kencan dengan seseorang dan sekarang waktunya.”

“Aku juga ikut kalau begitu,” ucap Yuta mengikuti Austin.

“Melihat Austin terkadang timbul rasa kasihan tapi kita tidak bisa berbuat apa pun,” ucap Regan setelah mereka berdua pergi “aku sebenarnya tidak tega mengambil Mira tapi daripada aku menyesal dengan membiarkan Mira bersama Austin lebih baik aku melamarnya, ditambah bayangan perlakuan ibu Austin pada Hera membuat aku memberanikan hal itu.”

Wijaya hanya diam ketika Regan membicarakan hal itu karena selama ini dirinya tidak pernah memikirkan hal apa pun selain dirinya, nasib menjadi anak tunggal seperti dirinya adalah ketidakpekaan pada sekitar. Sikap Wijaya berbeda dengan Vita meskipun sama – sama anak tunggal jiwa sosial dan peka dengan sekitar membuat Vita tahu permasalahan yang dihadapi orang terdekatnya. Vita pernah meminta Wijaya belajar untuk lebih peka dengan sekitar dan saat ini dirinya sedang berusaha melakukan hal itu, salah satunya dengan membantu pernikahan Regan yang tidak lama lagi.

“Bagaimana pernikahanmu?,” tanya Wijaya.

“Rencana pernikaha bukan pernikahan, sudah berjalan dengan baik meski Mira sering dimonopoli mama untuk membantu apa pun itu tapi semuanya berjalan lancar.”

Percakapan mereka berdua mengarah pada usaha yang mereka bangun di Bandung, di mana tanah yang sudah mereka beli akan dibangun komplek perumahan untuk kalangan ke atas. Perkampungan yang ada di sekitar merasa menghalangi akses untuk keluar dan sama membutuhkan perhatian lebih, usaha mereka berdua ini hanya mereka yang tahu bahkan Austin dan Yuta tidak tahu. Melihat waktu yang mereka habiskan membuat mereka berdua mengakhirinya dengan segera keluar dari ruangan, Wijaya sendiri melangkah di mana mobilnya berada untuk pulang ke rumah mertuanya. Vita memberitahu jika akan berada di sana sampai Wijaya menjemput, tadi pagi Wijaya yang mengantarkan Vita sendiri ke sana karena sekali lagi permintaan Vita.

“Kamu seharusnya membeli ponsel untuk komunikasi,” ucap Jonathan ketika mereka selesai makan malam “biar mudah menghubungi kamu apalagi sekarang sudah mimpin perusahaan, apa perlu kita belikan?.”

Wijaya menggelengkan kepala “nanti saya akan beli,” jawab Wijaya sesopan mungkin.

Jonathan sebenarnya berbeda dengan Felix sang ayah hanya saja aura yang keluar dari mereka berdua sama saja, Jonathan membebaskan Vita untuk membangun usaha sendiri sedangkan Wijaya harus melanjutkan apa yang sudah dibuat oleh Felix dan juga orang tuanya terdahulu. Perusahaan distributor dan media yang Felix bangun harus bersaing dengan banyak perusahaan dan selama ini hanya Felix yang mengurus dua perusahaan itu sedangkan Jonathan bergerak di bidang kontraktor dengan usahanya sendiri berkembang sampai sejauh ini, selain kontraktor bisnis lainnya adalah hotel yang baru akan dimulai. Wijaya sendiri lagi mencoba untuk di properti dengan bantuan Vita jika tidak paham, kedua orang tua mereka tidak tahu apa yang Wijaya lakukan terutama Felix karena jika sampai mengerti semuanya akan berantakan.

Jonathan mengajak Wijaya berbicara mengenai kerjasama dengan pemerintah yang dirinya lakukan baru saja dengan menggunakan perusahaan yang dimilikinya, perusahaan yang baru dibuat beberapa tahun lalu dan baru kali ini mendapatkan proyek besar karena sebelumnya hanya proyek kecil tapi setidaknya karyawan masih bisa bertahan dengan perkembangan perusahaan terutama kehadiran Muchid yang menjadi kepercayaan Wijaya dalam menjalani perusahaan ini, perusahaan ini juga atas bantuan ketiga sahabatnya yang meyakinkan jika dirinya bisa menjalani seperti orang tua dan mertuanya.

“Vita kalau hamil mirip sama mama dulu,” ucap Jonathan mengalihkan pembicaraan “meski saya tahu pernikahan kalian tanpa cinta tapi saya mohon bertahanlah sampai maut memisahkan.”

Wijaya menatap Jonathan bingung “kalau saya gak cinta Vita gak mungkin ada anak kita di perutnya.”

Jonathan tersenyum “saya lebih tua dari kamu jadi jangan bohongi diri sendiri, jangan samakan saya dengan ayah kamu yang galak itu. Meski galak begitu ayah kamu selalu khawatir kamu tidak bisa mengikuti perkembangan perusahaan ini maka dari itu kami memutuskan untuk tetap mengawasi sampai kami merasa kamu mampu, kalau bisa anak kalian yang banyak biar bisa membantu kamu nantinya.”

Wijaya tersenyum canggung mendengar perkataan Jonathan sedangkan Jonathan sendiri sudah tertawa keras, tidak lama Vita dan Melani berjalan ke arah mereka dengan asisten rumah tangga membawa minuman dan camilan untuk mereka. Vita duduk disamping Wijaya dengan Melani yang duduk disamping Jonathan, di mana tampak Jonathan menarik Melani mendekat ke arahnya sebenarnya Wijaya bisa saja melakukan hal itu tapi terlalu malu melakukannya di depan orang lain.

“Papa jangan begitu buat Mas Wijaya malu,” ucap Vita membuat Wijaya menatapnya terkejut dengan kata – kata yang keluar dari bibirnya.

Vita tidak pernah memanggil dirinya dengan panggilan mas selama ini dan ini pertama kali dirinya melakukan itu, sedikit terkejut bukan berharap ada panggilan lebih dari Vita untuk dirinya tapi entah kenapa ada sesuatu yang berbeda ketika Vita melakukannya dan Wijaya dengan segera menghapus pemikiran tidak pentingnya itu. Sedikit beruntung karena Jonathan mengajak berbicara mengenai kerjasama dengan pemerintah yang menggunakan nama besar perusahaan mereka, Jonathan sendiri tidak mempermasalahkan hal itu entah nanti Felix dan Wijaya harus menyiapkan segala macam jawaban nanti ketika mendapatkan pertanyaan Felix.

“Ayah kamu memang keras tapi jangan takut karena apa pun yang kamu lakukan pasti akan mendapatkan dukungan darinya, meski keputusanmu akan merugikan kami semua tapi tenang saja kami akan berada disamping kamu sampai kamu paham dengan pekerjaan ini.”


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status