"TIDAAAAK! HENTIKAN!!"
"Nierin, ada apa denganmu?!"
"Pergi! PERGI!!"
Vinz dan Derl kebingungan, Nierin terus menjerit tanpa kendali. Para siswa dan siswi pun mulai berkumpul tak jauh dari mereka membisikkan hal jelek dan tuduhan tidak berdasar. Ferlind sendiri semenjak tadi tiba-tiba memiliki jadwal kelas khusus bangsawan, sehingga tidak bisa membantu mereka.
"Apa yang terjadi dengan anak itu?"
"Dia sudah gila, sepertinya."
"Menjijikan sekali,"
Cemoohan terus terdengar. Hingga salah satu guru yang datang karena keributan itu ikut menyaksikan anak perempuan yang berteriak-teriak seperti orang gila di tengah halaman belakang. Lalu dengan cepat berjalan menuju ruangan kepala sekolah untuk mengadu.
"Tuan, bagaimana ini? Si gadis dari selatan itu berteriak tidak jelas, kurasa dia sudah gila, tuan!"
 
Di dalam ruangan gelap itu, Nierin duduk tanpa bisa melawan. Tubuh dan kedua tangan nya terikat kuat pada kursi yang ia tempati, sedangkan matanya tak henti menatap takut ke sekeliling. Pemuda itu, dia tengah menyandar santai sembari memperhatikan nya. Tatapan mata di balik topeng itu terasa bagai menikmati apa yang ia lakukan saat ini. "Le-lepaskan aku!!" "Hmh," Garis senyum menyiratkan kelicikan, tangannya bersedekap melihat Nierin meronta di depan sana. Tak berdaya seperti buruan yang lezat. "Untuk apa kau berontak seperti itu, hah?" "Le-lepas.. Lepaskan aku!" Tapi bibir itu tidak mau berhenti menjerit sedikitpun. Kakinya kemudian bergerak ke depan, Nierin bergerak gelisah ketika tubuh remaja itu perlahan merendah dan mendekati dirinya. Mengelus dagunya pelan. "Kenapa wajahmu terlihat tidak asing?" Bisikan itu menyapu wajahnya. Nierin menunduk takut, nafasnya berkejaran tak ten
"Hah.. Hah.." Ruangan remang itu menjadi sunyi bagaikan bangunan mati. Rombongan anak bertopeng yang awalnya tak henti mengintimidasi, kini terpojok dengan badan gemetar tanpa berani bergerak sedikitpun di depan seorang gadis yang bahkan bertubuh sangat kecil. Jangankan bergerak, bernafas saja mereka kesusahan saking takutnya. Di sisi ruangan, Derl dan Vinz hanya mampu terdiam tanpa bisa berkata-kata. Di depan sana, di tengah ruangan, berdiri gadis yang tadi menciut lemah di dalam pelukannya. Berdiri dengan nafas tak beraturan dengan tangan menggenggam pedang yang berlumuran darah. Kedua iris Vinz terpaku. Setelah kejadian yang seakan begitu lambat tadi terjadi tepat di depan matanya sendiri, dia tak mampu berucap lagi. Nierin, gadis itu keluar dari ruangan penyekapan dengan menyeret sebuah tubuh tak berdaya. Semua yang menyaksikan seketika berhamburan, termasuk orang-orang yang sibuk menjahili mereka d
"HIAAAA!!!" Preem melemparkan diri mundur ke belakang. Matanya terbelalak setelah bertemu muka dengan wajah di balik rambut panjang gadis itu. Dia terkejut. Tapi alih-alih sadar bahaya, dia masih saja menggenggam egonya. "Berani sekali kau mendekatiku seperti itu! Dasar hina!" Menatap gadis itu sesaat, mata Preem lalu kembali melihat kumpulan anak-anak lemah yang masih setia memandanginya dengan mental tak seberapa. "Kalian!!" Teriaknya. Mereka yang ditunjuk beringsut mundur. "Cepat tangkap gadis ini!!" "....." "Apa kalian tuli?!" Lagi-lagi hanya senyap saja. Preem menyadari mungkin mereka sedikit gentar karena gadis ini berpenampilan mengerikan. Tapi pada dasarnya, dia tak lebih ubahnya hanya tikus kecil yang sedikit memberanikan diri di kandang singa. "Dia hanya gadis kecil, dan saat dia mengalahkan Tora, dia hanya satu lawan satu." Dia mulai memprovokasi, "Sedangkan saat ini kalian berpuluh-puluh, dan juga bers
Pagi hari berjalan seperti biasa. Peristiwa menggegerkan kemarin benar-benar berusaha disembunyikan oleh para bangsawan. Tapi tentu saja, serapih apapun bangkai disimpan, baunya akan tercium juga. Belum lagi kekuasaan Preem yang tanpa aba-aba berhenti karena tak memiliki pengganti, rakyat yang dipimpinnya mendadak gempar setengah mati."Apa kau tau berita terbaru para bangsawan?""Persetan, aku bahkan tidak peduli apakah mereka masih hidup ataupun tidak." Lainnya menanggapi acuh tak acuh."Tapi berita ini bukan berita menyedihkan," Menyedihkan yang dimaksud para rakyat adalah kehidupan bangsawan yang sejahtera dibalik kekejaman mereka. Jadi, kalau ini adalah berita baik, berarti adalah kematian mereka."Maksudmu, ada bangsawan yang runtuh sekarang??" Rekannya langsung tertarik mendengar."Benar, aku mendengar dari tukang kusir yang berasal dari bukit sebelah, katanya pemimpin mereka tiba-t
Di balik jendela yang mengembun, pria berkuncir tipis itu mengisi piring dengan potongan roti. Menuangkan susu hingga gelas itu hampir penuh, lalu kemudian membawa sarapan tersebut ke atas meja. Menaruhnya di hadapan makhluk berwarna merah yang menjulurkan lidah kelaparan. "Makan," Ucap Edrich. Dia berdiri dengan senyuman jengah melihat sosok itu makan seperti manusia kelaparan. Sebenarnya dia sedikit sebal, tapi apa boleh buat. Hanya dengan membagi sarapannya dia bisa mengulik cerita tentang makhluk yang menyebut dirinya sendiri Sin itu. "Aaargg!" Edrich memundurkan sedikit wajahnya ketika sendawa keras keluar dari Sin. Menatap makhluk itu dengan kesal. "Ah, kenyang sekali." Tapi niat Edrich tidaklah berhenti. "Baik, sekarang ceritakan tentang dirimu." Sin melirik tanpa niat ke lawan bicaranya. Tangannya masih sibuk mengelus perut sebelum akhirnya mempersiapkan tenggorokan untuk bicara. "Hmm, aku awal
"Tuan Alexan.."Demon berparas lelaki dewasa itu menoleh, mendapati dua orang anak berjalan mendekatinya. "Ada apa Derl, Vinz?""Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu, apakah kau sibuk?" Tanya Derl kemudian, kedua mata birunya itu seperti menyiratkan rasa penasaran yang besar. Begitu pula dengan wajah Vinz. Akhirnya ia menghela nafas, menyusun sebentar lembar laporan warga di meja lalu beralih pada mereka."Ikut aku."Alexan membawa mereka ke tepi Castil. Sebuah gubuk di atas tebing yang sering dijadikan tempat bersantai dirinya dan demon lain. Ia menghirup rokok sebentar, menghembuskannya hingga membuat Vinz terbatuk-batuk."Apa yang ingin kalian tanyakan?"Derl mengambil alih, "Kami ingin bertanya mengenai Ferlind."Ah, bocah itu. Alexan sudah hampir lupa dengan anak itu, tapi karena pertanyaan Derl, dia jadi mengingatnya lagi. "Apa yang ingin k
Belum genap satu hari sejak laporan mengenai hilangnya demon dari tetua hantu sampai di telinga. Kini Zein yang tengah menyelidiki keberadaan demon tersebut kembali mendapat laporan yang sekarang membuatnya terkejut. "Zein, aku datang kemari secara langsung untuk memberitahukan ini padamu. Demon yang hilang itu, dia.. sudah berhasil mendapatkan seorang tuan." "Apa?" "Benar, Zein. Aku juga tidak menyangka akan secepat ini, tapi aku benar-benar butuh bantuanmu segera sebelum semuanya menjadi rumit," Davine dan yang lain ikut terkejut, spontan memandang sang tuan dan melihat bagaimana responnya. Zein sendiri tak kalah kaget ketika mendengar berita ini. Pasalnya saat ini ia juga masih dalam tahap mencari jejak. "Bagaimana bisa?" Davine berbisik pelan. Tetua kembali melanjutkan. "Untuk itu, Zein. Aku menyampaikannya segera agar waktu yang tersisa dapat kau manfaatkan deng
Seperti dugaan mereka jika tuan muda Dimorras diikuti oleh demon, Zein kembali menugaskan Derl untuk mendekati Ferlind. Tapi kali ini bukan hanya untuk mengawasi, melainkan memperingati target mereka secara perlahan terlebih dahulu. Derl juga akan mencari tahu apakah Ferlind telah membuat perjanjian dengan demon tersebut ataukah belum.Tepat saat kaki Ferlind menapak di pintu gerbang sekolah, Derl yang telah menunggu segera menyusul dan dengan cepat menyandingkan langkah di sampingnya. Menumpukan pandangan pada sosok yang bahkan tidak menoleh sedikitpun padanya."Hey." Tidak ada sahutan, seakan Ferlind - atau lebih tepatnya iblis di dalam tubuhnya memang sengaja mengabaikannya. 'Kau mendengarku, kan?' Bahkan saat Derl mencoba untuk berkomunikasi melalui batin.'Jawab, kau mendengarku, kan?' Derl terus bertanya seiring dengan kaki mereka yang menuju kelas yang sama. 'Kau berada di dalam sana, aku tahu itu.'