pagi pun tiba. Seperti biasa Alea pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan makanan dia pergi dengan naik angkot,saat sedang menunggu angkot di pinggir jalan tiba-tiba
"Hai," sapa Gevan yang mau berangkat sekolah.
"Hah, kakak yang semalam nolong aku kan?" tanya Alea dengan kagum.
"Iya hehe ,, kamu baik-baik saja sekarang?"
"Berkat kakak aku baik-baik saja."
"Tapi lukamu sepertinya gak di obati lagi, mau aku obati?" ujar Gevan.
"ahh tidak apa-apa aku baik-baik saja kok hehe,kakak mau sekolah ya."
"Iya, kamu mau kemana?"
"Aku mau ke pasar kak."
"Ya udah aku anterin yuk, kebetulan aku lewat sana kok," tawar Gevan sambil mengambil ranjang belanjaan dari tangan Alea.
"Eh tidak-tidak kak, aku terlalu kotor untuk naik motor kakak."
"Gapapa naek aja ayo, lumayan ngirit ongkos."
"Tapi kak."
"Cepetan aku maksa ni."
"Hehe kalo begitu maaf karna tidak bisa menolak lebih keras," ujar Alea sambil naek motor.
"buat apa minta maaf?"
Di jalan.
"Umur kamu berapa tahun emang?" tanya Gevan sambil mengendarai motor.
"Aku? 16 kak," jawab Alea.
"16? masih sekolah dong, tapi apa masih sempet sekolah jika ke pasar dulu?"
"Tidak kak."
"Terus?"
"Aku tidak sekolah hehe."
"Kenapa?"
"Ada sebuah alasan tapi aku tidak bisa menyebutkannya."
"Oh baiklah kalau begitu."
Beberapa waktu kemudian.
"Caaahhh ,,, udah sampe," ucap Gevan.
"Makasih ya kak."
"Iya sama-sama."
"Aku berhutang budi lagi sama kakak hehe padahal aku janji akan membalas budi saat kita ketemu lagi, tapi malah aku yang menerima pertolongan lagi."
"Tidak apa-apa kalau begitu aku pergi sekolah dulu ya," ujar Gevan sambil menyalakan motor.
"iya-iya kak. hati-hati ya."
Gevan hanya tersenyum dan langsung pergi dari hadapan Alea.
"Ah aku lupa menanyakan namanya lagi," ujar Alea sambil menepuk dahinya.
"Tidak apa-apa deh, mengingat kita bertemu sudah dua kali, dia pasti bukan orang jauh."
Kemudian Alea pun segera masuk ke pasar dan belanja bahan-bahan yang di butuhkan.
****
Sementara itu setibanya Gevan di sekolah.
"Pagi Gev," sapa Ralia.
"Hai Ra, udah sembuh kamu?" sapa Gevan dengan ramah.
"Keliatannya?"
"Tak terlihat seperti sudah sakit haha," rayu Gevan.
"Haha ada-ada aja."
Gevan dan Ralia berjalan bareng menuju kelas. Ralia adalah satu-satunya wanita yang akrab dengan Gevan di sekolah. Berbeda dengan Seila, Gevan lebih ramah pada Ralia karna sifat Ralia lebih kalem sedangkan Seila terlalu centil dan selalu tebar pesona.
"Oh iya kamu sudah makan?" tanya Gevan.
"Belum."
"Mau sarapan bareng di kantin? aku yang traktir," tawar Gevan.
"Boleh juga tuh."
"Oke ayoo."
Di kantin.
"Mau pesan apa?" tanya Gevan.
"Samain aja deh," jawab Ralia.
"Oke, Bu nasi goreng nya 2 porsi ya."
"Punyaku porsi besar," sambung Ralia.
"Rakus banget, emang lambung kamu muat?" rayu Gevan.
"Apaan si muat lah."
"Baiklah, Nasi goreng 2 yang satu porsi besar ya Bu," pesan Gevan.
Setelah memesan makanan, Gevan dan Raliapun duduk di meja kantin. mereka mengobrol dengan begitu akrab bahkan tak satupun dari mereka yang mengeluarkan hpnya.
"Oh iya, tentang teman masa kecilmu itu, apa kamu sudah menemukan dia?" tanya Ralia.
"Belum,ah aku ingin mencarinya tapi tak tau harus di mulai dari mana," jawab Gevan dengan begitu putus asa.
"Kamu bilang kalian bertemu di panti asuhan, kenapa tidak cari kesana dulu? sekalipun tidak ada, mungkin akan ada petunjuk walaupun sedikit."
"Benar juga sih tapi aku tidak ingat dimana lokasi panti itu."
"Bodoh, kau bisa bertanya pada ayahmu." gertak Ralia.
"Ahh iya, aku tidak kepikiran kesana."
"Cchhhh dasar."
"Hmm ... Aleaa tunggu sebentar lagi, kak Gevan akan segera menemukanmu," batin Gevan.
"mau aku bantu cari?" tanya Ralia.
"Tidak usah, ini urusanku."
"Baiklah, katakan padaku jika kamu membutuhkan bantuan ku."
"Oke.. oke... lagipula pada siapa lagi aku meminta bantuan? sedangkan temenku di sekolah ini hanya kamu. eh nggak, ada Rio, tapi sudahlah sepertinya dia tidak bisa di andalkan," ucap Gevan dan seketika mereka berdua tertawa.
"Haha bener-bener."
****
Singkat cerita waktu sekolahpun selesai. Setelah ganti baju, Gevan langsung duduk di sofa dan bersantai disana. Lalu diapun menelpon sang ayah untuk menanyakan tentang panti asuhan tempat dia bertemu dengan Alea 8 tahun yang lalu.
Gevan berbicara dengan ayahnya di telpon 📞
"Hallo."
"Ayah, aku mau tanya."
"Tanya apa nak?"
"Tentang panti asuhan yang sering ayah beri sumbangan 8 tahun yang lalu, apakah ayah ingat itu dimana?"
"Tentu saja ayah ingat, sekarang pun ayah kembali mengirim sumbangan kesana sejak satu bulan yang lalu."
"Benarkah?"
"iya."
"Jadi ayah masih sering berhubungan dengan panti itu?"
"Tentu saja, bahkan minggu kemarin ayah habis dari sana."
"Ahhh syukurlah."
"Ada apa nak?"
"Tidak apa-apa kok. oh iya ngomong-ngomong kapan ayah akan pergi ke panti itu lagi?"
"Mungkin pekan depan?"
"Aku ikut."
"Tiba-tiba?"
"Ya ayah, ada sesuatu yang harus ku lakukan, nanti aku kasih tau lebih jelasnya saat ayah pulang."
"Baiklah kalau begitu, boleh ayah tutup telponnya? ayah sibuk nak."
"oh iya iya maaf mengganggu ayah."
"Tidak apa-apa kok. Anakku jangan lupa makan siang, ayah akan pulang malam nanti."
"Oke sampai ketemu nanti."
***
Hari berganti malam. Saat sang ayah pulang, Gevan langsung menyapanya dan mengajaknya makan malam. Lalu mereka pun duduk di meja makan yang sudah tertata rapih. begitulah Gevan, walau usianya sudah dewasa, dia tak lupa dengan sopan santun pada orang tua bahkan dia tak keberatan jika sang ayah memperlakukannya seperti anak kecil karna, dia tau bahwa sikap sang ayah yang seperti itu adalah bukti kasih sayangnya.
"Baiklah katakan ada perlu apa kamu di panti asuhan itu hingga ingin ikut kesana?" tanya sang Ayah.
"Begini, ayah ingat gadis kecil yang pingsan karna batuk darah dan sesak nafas?"
"Yang mana?"
"Yang ayah gendong dari halaman belakang, namanya Alea, setelah hari itu dia tak sadarkan diri bahkan hingga di rawat." jelas Gevan.
"ohh iya gadis yang tak sadarkan diri itu, tentu saja ingat ,kamu menangis sampai berhari-hari di Australia karna khawatir sama gadis itu." sahut sang ayah.
"Benarkah ayah ingat? apa ayah bertemu dia saat kepanti asuhan kemarin?"
"Entahlah, dia mungkin sudah dewasa, bisa saja wajahnya sudah berubah."
"Eihh seseorang gak akan berubah sebanyak itu hingga ayah tak bisa mengenalinya lagi. walaupun berubah, pasti ada kesamaan walaupun sedikit." ujar Gevan.
"Entahlah, nanti ayah tanyakan pada kepala panti."
"A..ahh tidak usah, aku akan ikut bersama ayah kesana oke."
"Ciihh kamu ini, akhir pekan bukannya main sama temen-temen kamu, malah mau ikut sama ayah."
"Emang kenapa? ikut ayah juga kan mau menemui temanku. Ahh sudah 8 tahun aku tak melihatnya aku harap dia baik-baik saja," ujar Gevan dengan begitu putus asa.
"Tenang saja, dia pasti baik-baik saja."
"Hmmm." Gevan hanya mengangguk dan tersenyum.
"Sebentar lagi Alea, bertahanlah sebentar lagi. Kak Gevan akan segera menemuimu dan memelukmu dengan seerat mungkin," batin Gevan.
~Bersambung~
Keesokan harinya.Saat tiba di sekolah, Gevan langsung berlari menuju kelas untuk mencari Ralia. Dia ingin buru-buru menceritakan kabar bahagianya kepada teman dekatnya dan setibanya di kelas."Ra..Ra.." panggil Gevan."Apa Gev?" jawab Ralia dan langsung menutup buku yang sedang ia baca."Akhir pekan nanti aku akan ke panti asuhan itu sama ayah," ujar Gevan dengan begitu riang."Benarkah?""Iya, untungnya ayah ku masih berhubungan dengan panti itu jadi, aku bisa ikut jika ayahku pergi kesana," jelas Gevan."Wah .. aku ikut fbahagia Gev selamat ya.""Selamat buat apa?" potong Seila yang tiba-tiba datang."Kepo." ejek Gevan."Heh Gev kamu bener-bener keterlaluan ya, masa Ralia di kasih tau aku nggak," ketus Seila."Apanya yang keterlaluan? orang dari awal aku sama Ralia temen Deket," jawab G
"Gevan kemana si? di telpon gak di angkat, di WA pun gak di balas," ujar Raina yang sedang duduk di bibir jendela sambil terus menatap ke arah handphone nya menunggu pesan dari Gevan.Lalu Raina pun kembali menelpon Gevan dan tetap tak kunjung mendapat jawaban."Apa dia sudah tidur? eih tidak mungkin ini baru jam 7 malam," gumamnya lagi.Sementara itu di tempat lain."Stop disini aja kak," ucap Alea menyuruh Gevan berhenti lalu diapun turun."Rumahmu disini?" tanya Gevan."Aa..ahh iya kak," jawab Alea terdengar gugup."Kalo begitu aku akan masuk bersamamu," sahut Gevan dan langsung membuka helm."Tidak..tidak ka! tidak usah, kakak pulang aja udah malem hehe," cegah Alea."Baru jam 7 malam tidak apa-apa, lagian kalo kamu masuk sendiri nanti mamah kamu marah sama kamu karna pulang terlambat," ujar Gevan."Tidak akan m
Setelah Alea pergi, tepatnya sebelum Bu Raisa mengemasi barangnya untuk pergi ke New York, seorang detektif datang ke rumahnya dan membawa Bu Raisa bersamanya untuk melakukan interogasi.Di ruang interogasi."Bu Raisa, kami mendengar bahwa Bu Raisa sering menyiksa dan bahkan menjual putrimu untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang besar," ucap seorang detektif.Bu Raisa menyilang kan tangan dan dengan begitu sombongnya dia menjawab."Hah omong kosong macam apa itu? kau pikir aku benar-benar melakukan itu? permisi pak detektif kau tidak bisa menuduhku tanpa bukti jelas apapun."Tanpa menjawab apapun detektif itu langsung menunjukan video yang membuktikan bahwa Bu Raisa sangat bersalah."Tunggu dulu, kau percaya ini? permisi pak detektif, jaman sekarang sudah sangat canggih, video seperti ini bisa dengan mudah di buat tanpa merekam terlebih dahulu," sahut Bu Raisa masih deng
Saat Alea sedang duduk di kursinya, seorang siswi dengan nametag Lili menghampirinya sambil bersilang tangan."Hallo anak baru, kenalin aku Lili," sapa Lili tanpa sopan santun sedikitpun."Ada apa dengan anak ini? Tingkahnya songong banget," batin Alea.Alea menyeringai sambil berkata"Hallo aku Alea.""Tak ada yang menanyakan namamu hahaha," sahut Lili sambil tertawa puas.Alea hanya diam sambil menatap sinis ke arah Lili."Aughh tatapanmu benar-benar menakutkan. Kenapa? Kau ingin mengatakan sesuatu? Katakan ayo," ucap Lili sambil mendekatkan wajahnya pada Alea."Apa yang ingin kau dengar?" tanya Alea dengan begitu berani."Hah?""Kau ingin aku mengatakan sesuatu? jadi apa yang kau ingin aku katakan?" tanya Alea lagi."Anak ini apa yang dia bica
Di sudut sekolah yang lain, Gevan dan Ralia tengah menikmati makan siang mereka bersama sambil tertawa dan bercerita dengan begitu akrab. "Wah sandwich ini benar-benar enak," sahut Ralia. "Kenapa kamu berebihan sekali? Ini hanya sandwich biasa yang sering kita makan," sambung Gevan. "Entahlah, apa karna aku memakannya denganmu?" "Apa yang kau katakan? Kita makan bersama tiap hari." "Ah Gevan, tak bisakah kau bereaksi sepertiku?" ketus Ralia "Kenapa aku harus melakukannya?" "Ya harus aja." "Ish kekanak-kanakan sekali," celoteh Gevan. "Menyebalkan! Ah iya akhir pekan ini kamu akan ke panti ikut ayahmu kan?" tanya Ralia. "MMM... (Mengangguk) wah aku rasanya benar-benar tidak sabar," jawab Gevan. "Sebahagia i
"Apakah kamu benar-benar Alea?""Hah?" Alea berbalik dan, "kamu? Bagaimana bisa kamu?" tanya Alea pada orang itu dan ternyata adalah Gevan."Jawab pertanyaanku apa namamu benar-benar Alea?" tanya Gevan lagi sambil mendekat.Alea langsung berdiri dan mendekati Gevan sambil bertanya."Kenapa? Apakah penting jika namaku memang Alea?" tanya Alea dengan ketus."Tidak maksudku namamu sangat mirip dengan nama orang yang aku kenal," jawab Gevan."Cih tidak seperti dia satu-satunya orang yang memakai nama Alea," celoteh Alea."Terakhir kali kamu pernah menceritakan teman masa kecilnu saat kamu masih di panti kan apa kamu ingat?" tanya Gevan lagi."Tentu saja aku ingat ah dan sekarang aku bahkan menyesali apa yang sudah ku katakan. Harusnya aku tidak menceritakan masalah pribadiku pada orang asing sepertimu siapa tau kan
Di sudut sekolah yang lain, terlihat Alea tengah duduk dengan santai sambil bertumpang kaki lalu."Ni minum." Arga memberikan sebotol minuman dingin pada Alea."Makasih.""Argapun duduk di samping Alea."Alea!""Hmmm.""Apa kamu di bully oleh teman sekelasmu?" tanya Arga."Di bully? Apa aku terlihat seperti orang bully.an? Haha ada apa dengan pertanyaanmu itu?" canda Alea."Bukan seperti itu.""Ya aku memang tidak akur dengan teman sekelasku, tapi itu karna aku masih baru jadi belum beradaptasi dengan baik. Tapi bukan berarti mereka membullyku juga," jelas Alea sambil meminum minuman yang di berikan Arga."Ah begitu, pokoknya jika ada yang merisakmu, jangan sungkan bilang saja padaku oke!" ujar Arga."Jangan khawatir aku tidak selem
Arga yang syok setelah mendengar percakapan antara Seila dan Alea, dia langsung pergi tanpa kata. "Rahasia apa selain status Alea sebagai anak angkat di keluarga Seila. Apa ada rahasia lain yang tidak ku tau namun di ketahui Gevan yang bahkan tak begitu respek terhadap Seila," batin Arga. **** "Sudah bel, sekarang cepat masuk kelas hmm. Udah jangan nangis lagi," ucap Seila. "Iya kak." "Aughh lihat dirimu, kamu tetap terlihat cantik bahkan setelah air mata menghapus semua riasanmu," puji Seila sambil menyeka air mata Alea. "Kakak bisa aja." "Hmm tidak kok kakak serius, yuk," ucap Seila dan dia pun langsung memegang tangan Alea dan mengantar Alea hingga depan kelasnya. **** Hari demi hari terus berlalu, dan hari yang begitu di nantikan Gevanpun telah tiba.&n