Adella sampai dikediamannya bersama para prajurit yang tidak becus menjaganya. Adella orang penting, bagaimana bisa mereka yang berpihak pada ayahnya diam saja saat putra mahkota ingin membunuhnya? Ya, memang putra mahkota lebih tinggi pangkatnya dibanding Duke Erland, namun bukankah mereka sudah berjanji akan setia pada keluarga Erland? Mereka pengecut, nantikan saja bagaimana Adella membalasnya.
Saat mereka membuka pintu utama, Adella menghela napas. Luka nya sudah dibalut, namun ia tak yakin bagaimana ia akan menghadap ayahnya. Adella masuk ke mansion, melirik berbagai arah lalu berhenti tepat dimana ayahnya berdiri. Panjang umur sekali Duke Erland ini. Perempuan cantik itu menunduk merasa terintimidasi. Para maid saja terkejut dengan penampilannya, apa lagi Duke. Saat Duke berdiri tepat didepannya, Adella menunduk lebih dalam, "Salam ayah," cicitnya. Tangan Duke terangkat, memegang dagunya lembut membuat Adella mendongak keatas menatap manik mata sang ayah. "Kau terluka," entah ucapan pertanyaan atau pernyataan yang Duke bilang. Melihat wajah serius dan khawatir Duke, mata Adella berkaca kaca. Kerinduannya pada perilaku seperti ini membuat ia ingin menangis. "Ayah," suara Adella begitu parau. Padahal lukanya ia dapat karena mencari gara gara lebih awal, tapi mengapa saat melihat raut khawatir Duke Erland membuatnya ingin menangis? "Ayah hiks," keluar sudah tangisannya, mengingat bagaimana ayahnya dulu dikubur didepan matanya, peristirahatan terakhir untuk ayah aslinya. Mengapa ia takut Duke Erland bernasib seperti ayahnya? Baiklah, akan Adella ceritakan bagaimana ayah aslinya meninggal. Dulu, jiwa dalam Adella, Kanaya Tabitha begitu berusaha keras mengimbangi obsesi sang ayah yang ingin ia berpijak kuat di dunia sendiri, tanpa bantuan siapapun. Kanaya sangat tertekan, bahkan hampir membenci ayahnya jika saja ia tidak mengetahui fakta bagaimana ibu Kanaya meminta cerai pada ayahnya karena ketidaksempurnaan. Ayahnya yang begitu baik, dicampakkan sang istri. Semuanya terlihat jelas saat ia merasakannya sendiri diwaktu nyawanya sudah diujung. Sama sepertinya, ayahnya pun terbunuh oleh orang yang dulunya di cintai, ibu Kanaya. Pencapaian Kanaya membuat ibunya ingin mengambil Kanaya. Tentunya sang ayah mempertahankan Kanaya. Dan begitulah kejadian tragis itu terjadi. Ibunya dipenjara, ayahnya meninggal dibunuh sang ibunda yang bahkan tak dianggap kanaya, namun derajatnya dikalangan manusia semakin meninggi. Seharusnya ia hentikan saja lalu menjemput sang ayah. Ya, seharusnya seperti itu. Andai jika ia tidak mendengarkan kedua manusia hina itu. Mantan pacar dan sahabat, ia berdoa kesengsaraan selalu ada pada mereka. Hanya doa. Karena kini Kanaya adalah Adella, lalu ayah Adella adalah ayahnya. Ia tidak mau Duke Erland mati tragis seperti ayahnya dulu. Mengingat alur novel, ayah Adella akan lumpuh lalu kedudukannya diturunkan, ia tentu tidak akan membiarkan semuanya sama persis seperti alur novel. Misi pertama, hidup bahagia. Karena depresi Duke terlahir dari kesengsaraan putri kecilnya. ... "Kau yakin akan ikut?" Sudah berapa kali Duke menanyai itu pada Adella. Hari ini tepat hari ulang tahun dan kedewasaan putra mahkota. Ayahnya menulis nama Julian, si putra mahkota itu dalam otaknya sebagai orang yang paling ia benci. "Ya ayah, kau tenang saja. Aku akan baik baik saja jika ayah didekatku, bukan?" Adella sekilas memeluk Duke, ia terlihat cantik dengan gaun indah berwarna biru muda yang ia pesan dari Risya. Duke Erland menghela napas, ia mengelus pelan rambut Adella agar tidak berantakan, "Baiklah, ayah harap kau tidak menjauh dari ayah," ujarnya. Adella mengangguk saja, tidak tahu akan ia lakukan atau tidak nya. Hari ini Vincent dan Yuand juga pulang, bermaksud datang bersama ke istana sebagai keluarga Erland. Mereka tepat disamping Adella, menatap adiknya itu dengan berbagai pertanyaan. Bagaimana jika adik mereka membuat ulah? Mereka yakin Adella tidak semudah itu melupakan putra mahkota. Lalu haruskah mereka memperhatikan dan mencegah Adella berbuat ulah? Pikiran keduanya tetap berfungsi hingga naik kereta kuda sampai ke istana. Adella dengan gaun biru mudanya terlihat menawan mengalahkan siapapun yang hadir diacara kali ini. Perempuan itu turun dari kereta kuda dibantu Duke, setelahnya baru dua kakak bermarga Erlandnya keluar. Ayah dan kedua kakak Adella memakai pakaian putih dengan hiasan berbeda, hanya ia yang berwarna, biru muda yang cerah. Keluarga Erland menjadi sorotan karena visualnya sangat indah. Seperti para malaikat yang turun dari langit. Yah, Adella akui kedua kakaknya pun tak kalah tampan jika dibandingkan dengan Duke Erland. "Salam yang mulia Raja Iglesias beserta keluarga, semoga tuhan selalu memberkati kalian," Duke Ellington menunduk menjadi perwakilan Erland, Adella tentu mengikuti dengan anggun beserta kedua kakaknya. Setelah salam pada pemilik acara dan memberi kado, Adella langsung berbaur tanpa menghiraukan perkataan ayahnya agar mereka tetap bersama. Adella lapar, ia ingin memakan kue kue yang berjajar rapi dimeja. Perhatiannya terpusatkan pada sebuah cake cokelat dengan tampilan mempesona, Adella mengambil satu lalu melahapnya pelan. Ia masih menjadi pusat perhatian, tidak mungkin dia melahap makanan dengan rakus kan? Adella berdehem pelan, menikmati bagaimana lembutnya cake itu saat sampai di mulutnya. Matanya menelisik seluruh ruangan dan langsung tertuju pada lady Rose yang memakai gaun biru muda, warnanya sedikit mirip dengan gaun Adella. Hanya saja gaun itu... Sedikit terbuka di bagian dada. Adella menyeringai, saatnya beraksi. Perempuan itu berjalan mendekati Rose, dagunya terangkat memperlihatkan kepribadian Adella yang kejam dan berwibawa. "Wah, lady Rose." Panggil Adella dengan suara halus dibuat buat. "Ah, salam Lady Adella Georgia Erland." Sapaan sok lembut Lady Rose membuat Adella muak. "Kau cantik dengan gaun terbuka mu," ujar Adella lantang hingga terdengar banyak orang. Kini keduanya menjadi pusat perhatian, kembali. Adella tentu sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini karena masa lalunya memang selalu tersorot publik. "Ii iyaa, teterima kasiiihh." Poin pertama yang Adella lakukan, menjadikan Rose pusat kebencian menggantikannya. "Oh ya, kau kan harus membuat putra mahkota terpesona padamu, jadi kau harus sedikit terbuka." Adella menutup mulutnya memperlihatkan raut tidak tahu apa apa. Rose menunduk membuat Adella terkekeh kecil melihatnya. Saat di toko gaun milik Risya, Adella yakin Gaun yang dipilih Rose berwarna merah muda, itu terlihat cocok untuk Rose. Lalu mengapa Rose malah memakai gaun berwarna biru dan terbuka seperti sekarang? Meski begitu, Adella mendapat alasan menjelekkan Rose disaat seperti ini. "Tidak apa, aku pun seperti itu agar putra mahkota melirikku." Adella mendatarkan wajahnya, "Kau tahu? Dulu, Raja menjodohkan putra mahkota denganku. Karena Akupun menyukainya sedari awal tentu aku bahagia, aku selalu berusaha mendapatkan cintanya. Segala cara aku lakukan agar putra mahkota melirikku, aku ingin balas dicintai olehnya. Seharusnya seperti itu, andai kau tidak datang merusak rencana ku dan merebutnya dariku." Kata Adella dramatis. "Seharusnya akulah yang berada disamping putra mahkota. Namun betapa keraspun aku berusaha, putra mahkota hanya melihatmu." Adella menghela napas, kebenciannya pada Rose benar benar ia keluarkan layaknya Adella yang asli. Tak apa, bukankah Lady Rose bermuka dua? Ia hanya ingin membalas. "Adella!" Adella melirik sekilas wajah Vincent yang terlihat marah menahan malu, kelakuannya memang patut diberi nilai bintang 5 terburuk. Garis bawahi Terburuk. Vincent mendekat, Adella melihat beberapa orang yang memusatkan tatapan padanya. Jika seperti ini Adella lagi yang akan kalah, ia tidak ingin dibenci lebih dalam, Lady Rose lah yang seharusnya dibenci bukan Adella. "Kau..." Adella mengangkat tangannya agar Vincent berhenti merecoki, "Diam." Gertaknya. "Lihatlah," Adella menatap Rose, "Aku kurang kasih sayang," Adella tertawa. "Aku hanya memiliki ayah yang menyayangiku tanpa mempedulikan kejahatan ku. Semua orang memihak padamu, mengatakan bagaimana jahatnya aku memperlakukanmu. Aku berlebihan menyiksamu, namun apakah mereka berpikir mengapa aku berbuat jahat padamu?" Kedua tangan Adella terpaut menahan gejolak perasaan Adella yang asli. "Aku tidak jahat," ucapnya lirih, "Aku hanya ingin mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milikku. Aku butuh kasih sayang, kedua kakakku, bahkan semua orang menjauhiku berpikir akulah orang yang paling kejam di dunia ini. Kalian tidak pernah berpikir bagaimana kejamnya Lady Rose yang selalu merebut segalanya dariku, perhatian kedua kakakku, perhatian semua orang, bahkan putra mahkota dan Raja Iglesias. Aku membencinya, andai kata jika Lady Rose tidak mengambil putra mahkota dariku, aku tidak mungkin menjadi jahat padanya." "Tttappi, Putra mahkota sendiri yang memilihku Lady..." Kata Rose membantah. "Ya, andaikan kau tidak mendekatinya. Aku lah yang seharusnya dekat dengan putra mahkota." Lady Rose terdiam kaku, matanya berkaca kaca bersiap mengeluarkan air mata, "Aku tidak bermaksud, Aku akan menjauhi putra mahkota demi Lady Adella." ucapnya. "Lady Adella kejam sekali, lihatlah lady Rose terlihat ingin menangis." Sial, mereka sangat sulit mempercayai ucapannya. Yah, Adella adalah antagonis yang segala kelakuannya dibenci banyak orang. Adella tersenyum sendu, antagonis memang selalu dipandang sebelah mata, "Apakah kalian melihat aku merundung bangsawan selain Lady Rose? Bukankah dulu aku tidak seperti ini?" Tidak ada yang membalasnya, pemikiran semua orang tertuju pada masa lalu Adella yang memang dulunya tidak segila itu mendekati putra mahkota. "Aku hanya ingin dicintai." "Kau bilang tidak ingin mengejar putra mahkota lagi," Perempuan cantik bergaun biru itu geram sekali pada kakaknya sendiri. Tadi Vincent, lalu sekarang Yuand ikut merundung nya? "Ya, aku akan melupakannya. Aku tidak lagi butuh kasih sayang putra mahkota, aku tidak butuh kasih sayang kakak kakakku yang bahkan tak pernah membelaku. Kasih sayang ayahku sudah cukup. Jangan pernah berpikir menjauhkan ku dengan ayahku, aku hanya memiliki dia sebagai sandaran." Aish, disaat seperti ini Adella benar benar merindukan perhatian dan kekhawatiran Duke Erland, padahal ia baru menjauh dari Duke beberapa saat lalu. Dimana ayahnya? Adella ingin pulang. Hari ini sudah cukup, ia ingin Rose dibenci perlahan.Adella POV..."Dari mana?""Bertemu penyusup Jackson, lalu bekerjasama.""Dan baru pulang sepagi ini?""... Iya."Keterdiaman cukup lama menyerang kami. Tentu Aku-Adella dan ayah, siapa lagi?"Hah..." Aku sedikit terperanjat saat ayah menghela napas segusar itu.Ayah kenapa? Aku baru melihat tatapan aneh dari mata ayah. Seperti pasrah, khawatir, takut, segalanya ada disana.Pagi ini aku memang baru tiba kembali di mansion, biasanya yang menemani kepulangan ku adalah tatapan khawatir."Kerajaan Wordans menyatakan perang." Mataku yang sedikit sipit membulat, aku tentu tahu kerajaan itu. Tapi... Mengapa hari ini? Bukankah seharusnya satu tahun mendatang saat beberapa hari kedewasaanku. Itupun setelah tak lama Adella.Kurasa Duke sangatlah tahu pikiran ku. Tapi buka itu yang ingin ku dengar. Astaga! Aku harus mencegah ayah berperang."Jenderal kerajaan tidak mampu mengalahkan mer
Bosan. Itulah yang Adella rasakan malam ini.Sehabis mengacau ia tertidur panjang hingga malam tiba, ia yakin tak akan mampu tertidur lagi setelahnya.Telunjuk kanannya ia gigit pelan mencari solusi kebosanannya dengan tubuh setia duduk bersandar dikursi dekat jendela kamarnya. Gemilang bintang terlihat indah diluar jendela yang sengaja ia buka, ada bulan bulat penuh berdiri sendiri.Sesekali Adella menghela napas gusar, sungguh rasa bosan sangat menyiksanya. Tubuhnya refleks berdiri, beranjak kelemari besar penuh gaun dan korset, ada beberapa pakaian lain disana.Tangannya mengambil jubah hitam dengan bulu di bagian sisi tudungan jubah itu. Memakainya lalu berlari cepat kearah jendela, melompat dari kamarnya tanpa rasa takut.Adella melayang tepat saat ia akan sampai menginjak tanah, ia putuskan mencari kesenangan kembali malam ini."Edrick? Hm... Tidak. Ada Duke Weria diperbatasan Utara, bisa bisa aku berhenti dan menginap lagi
Pagi hari tiba dengan cuaca secerah mentari, berbeda dengan cuaca kemarin yang seharian bergemuruh hujan lebat.Adella sudah siap dengan pakaian maid Weria. Tidak mungkin ia memakai gaunnya kemarin karena kotor dan basah. Berbekal jubah anti airnya yang berwana biru kemarin, pakaian maid yang ia pakai tertutupi dengan benar.Rambut pendeknya ia rapihkan saat akan memakai tudungan jubah. Bersiap menaiki kuda putihnya yang ia tinggal semalaman dipeteduhan. Duke Kaidar Puth Weria, nama panjang yang ia dengar tadi pagi dari pemiliknya. Lelaki itu mengantar kepergiannya dengan Raiden dalam pelukan.Sekali lagi ia mengusap kepala Raiden pelan, setelahnya berjinjit mencuri cium pada Duke Weria."Kau boleh berkunjung ke mansion ku. Bawa Raiden, aku akan merindukannya."Adella tak sanggup melihat tatapan sedih Raiden seakan bayi itu tahu ia akan meninggalkannya."Jika terjadi sesuatu pada Raiden tolong beri tahu aku. Aku pergi." ...Kuda putih Adella berlari kencang memasuki gerbang utama ma
"Raiden mommy yang manis, saatnya kita makan!""Mam..."Adella mengangguk seakan mengerti ucapan Raiden, "Iya, mam..." Katanya membawa Raiden kepelukannya."Daddy-nya Raiden dimana ya?"Adella celingak-celinguk mencari keberadaan Duke Weria, dimansion ini lebih banyak manusia berseragam prajurit dibandingkan maid.Didominasi lelaki, dari koki, tukang kebun, pembersih mansion dan lainnya. Dari saat ia sampai dimansion Duke Weria, Adella hanya dapat melihat beberapa maid yang dikhususkan menjaga Raiden, selebihnya laki-laki."Permisi..."Adella tergelak pelan. Kenapa harus permisi? Ia kan bisa langsung menanyai perihal Duke Weria pada prajuritnya."Eum... Duke Weria?" Prajurit didepannya menunduk sebentar saat melihat Raiden ada digendongan Adella."Tuan ada di kamarnya, Lady."Tentu prajurit Weria tahu kedatangan Lady Adella ke mansion tuan nya, ia bahkan bersyukur karena kedatangan Adella sedikit membuat area mansion tidak sesuram biasanya. Ada kehangatan yang Adella berikan baik un
Siang hari terasa dingin bagi orang orang yang beraktivitas diluar rumah, cuaca ekstrem datang membuat banyak orang lebih memilih berdiam diri dirumah masing masing.Hujan lebat dengan angin yang ikut bergemuruh menabrak pohon pohon besar, petir bersautan menakut nakuti para anak kecil agar bersembunyi diperlukan sang ibu. Ditengah cuaca hujan lebat itu, putri seorang Duke Erland dengan sengaja ya keluar dari mansion berbekal jubah besar berwarna biru dengan tudungan yang menutupi kepalanya agar tidak terlalu basah. Kuda putih yang didapatnya beberapa waktu lalu dari seorang prajurit sudah siap berlari membawa berat tubuhnya.Adella bersiap seraya berdecak melihat Nicholas tepat berada dibelakangnya, memaksa ikut kemanapun Adella pergi. Ia berbalik dengan berkacak pinggang, menilai penampilan Nicholas yang memang terlihat sangat siap mengikutinya dengan kuda berwarna coklat disampingnya."Kau... Kembali ke mansion!" Perintah Adella kesal.Nicholas menggeleng seraya tersenyum lucu,
"Ayo ayah!"Hari Adella berlibur tiba. Persiapan yang Duke lakukan demi membuat Adella senang selesai dengan cepat.Duke juga memaksa kedua putranya agar ikut berlibur meninggalkan berkas berkas kerajaan yang menumpuk menunggu mereka kerjakan.Mereka setuju saja karena memang ucapan Adella tempo lalu membuat mereka selalu terpikirkan tidak ada salahnya mereka ikut berlibur.Adella berbeda, kini jika mereka mengacuhkan Adella maka Adella akan lebih mengacuhkan mereka.Bahkan adik mereka itu berharap datangnya kematian untuk kedua kakaknya.Ada yang aneh. Vincent dan Yuand hanya ingin tahu apa yang membuat Adella begitu membenci mereka. Mereka hanya memikirkan hal itu tanpa tahu bagaimana perasaan Adella saat mereka acuhkan dulu.Sekarang, saat diacuhkan kembali mereka bertanya tanya mengapa Adella mengacuhkan mereka? Apa salah mereka? Secepat itulah mereka lupa akan sikap mereka pada Adella dulu."Aku ingin bersama ayah! Berdua!" Adella berkata lantang saat melihat dua kereta kuda ber