Share

Seperti Biasa

Pagi ini Mulan berniat jalan-jalan sebentar. Beberapa hari di sini dirinya malah terasa dikurung dalam sangkar emas. Memang semua kebutuhannya terpenuhi dengan sangat lengkap, bahkan apa pun yang dimintanya selalu dipenuhi dengan mudah. Namun, tetap saja dia bosan di dalam mansion ini terus. Belum pernah sekalipun dirinya menginjakkan kaki di luar.

Setelah acara sarapan, ketiga kakaknya sudah menjalani aktivitas masing-masing. Tadi dia pun sempat melihat Joe dan Julian yang sudah pergi dengan mobil masing-masing. Sedangkan Juan? Mulan mengedikkan bahu pelan. Tidak peduli pada si datar itu. Dia belum melihat batang hidungnya lagi. Mereka bahkan jarang bertegur sapa setelah kejadian di perpustakaan tempo itu. Mulan tak ambil pusing. Dia hanya ingin menjalani harinya dengan damai selama di sini.

Saat dirinya baru membuka pintu kamar, sudah ada sosok pria yang berdiri di depan sana. Mulan memutar bola mata jengah melihatnya. Satu penghalang yang selalu merepotkan. Dia tidak pernah bisa melewati penghalang yang ini. Seperti bayangan, ke mana pun selalu ada.

“Nona?” Bruce membalikkan badan dan menunduk hormat. Dia kembali menatap Mulan dengan tatapan lurus, tidak ada riak emosi di wajah tampannya. Sepertinya pria itu butuh pendidikan ekspresi untuk menujukkan perasaannya.  “Apa Nona akan keluar?”

“Iya.”

“Maaf, Nona. Saya mendapatkan pesan agar Anda tidak ke mana pun hari ini.”

“Kenapa begitu?” sentak Mulan yang mulai kesal dengan semua larangan di rumah ini. Kedua tangannya terlipat di depan dada, memberikan tatapan menatang pada sang pengawal. Sejak menginjakkan kaki di sini, Mulan sadar pria itu tidak pernah mendengarkan perintahnya. Bruce hanya akan menuruti perintah Juan, itu katanya.

Bruce seakan tidak terpengaruh sedikitpun melihat sikap Mulan yang terang-terangan menatapnya tak suka. “Maaf, Nona. Saya hanya menjalankan perintah. Saya harap Nona kembali masuk ke dalam kamar dan beristirahat.”

“Demi Tuhan, Bruce! Kenapa aku harus istirarahat terus? Aku tidak sakit, dan aku bosan di dalam kamar,” erangnya dengan nada suara yang naik beberapa oktaf. Mulan sampai meraup wajahnya dengan kasar.

Para pelayan yang kebetulan melewati kamarnya, berhenti sejenak dan mencuri dengar. Mereka bisik-bisik melihat perdebatan di pagi ini. Mereka baru kembali pergi saat mendapat delikan tajam dari Mulan. Penguping, rutuk Mulan dalam hati.

Mulan kembali memandang Bruce, berusaha bersabar dan menjelaskan keinginannya pada pria datar itu. “Aku hanya ingin keluar sebentar. Dan pulang secepat mungkin. Jadi, lebih baik kamu minggir dan biarkan aku lewat.”

“Di luar bahaya, Nona. Anda bisa celaka.”

“Di rumah aku juga bisa mati kebosanan,” balas Mulan hampir berteriak di depan pengawal itu. Bruce bahkan sampai mundur selangkah dengan wajah kaget.

“Ada apa ini?”

Mulan dan Bruce kompak menoleh. Bruce lekas menunduk hormat, sedangkan Mulan memutar bola mata malas. Pria datar satu lagi. Bila diperhatikan Bruce dan Juan hampir memiliki sifat yang sama. Dingin, datar, tak tersentuh, dan menyebalkan. Bahkan kedatangan dua pria itu layaknya hantu yang suka muncul tiba-tiba.

“Ada apa, Maya?” tanya Juan yang melihat gadis di depannya belum berniat membuka mulut.

“Aku ingin keluar.”

Juan mengangkat sebelah alisnya ke atas, semakin mempertanyakan jawaban yang didengarnya,  “Ke mana?”

“Taman.”

“Taman? Untuk apa?”

Mulan menatap Juan dengan sengit. “Belanja, ya buat santai-santai dong, Kak.”

Juan menipiskan bibirnya, ada gurat kesal di wajahnya yang datar. Jelas dia paling tidak suka dengan nada bicara Mulan yang seakan menantangnya. Namun terlebih dahulu, dia menoleh pada Bruce,  memberi tanda agar pengawal itu pergi meninggalkan mereka.

Bruce mengangguk dan lekas pergi dengan langkah tegapnya. Dia tidak menoleh ke belakang lagi, sadar itu bukan urusannya.

Sedangkan Mulan masih bersidekap, tidak mau memandang Juan sama sekali. Mereka berdua masih bertahan di depan kamar Mulan yang pintunya masih terbuka lebar.

“Kamu kembali masuk ke dalam!” perintah Juan yang membuat Mulan mendelik.

“Tidak mau!”

“Maya, saya bilang masuk!” Juan mengulang perintahnya, kali ini dengan nada lebih keras.

Mulan bukan Maya yang akan menurut dengan mudah. Dia tidak suka dikekang dan diperintah sembarangan. Jiwa Mulan lebih bebas dan selalu memberontak. Maka alih-alih menuruti perintah pria itu, Mulan malah mengambil langkah dan melewati Juan begitu saja.

Juan melotot. Tanpa pikir panjang dia mencekal lengan Mulan dengan keras hingga si empunya meringis. “Jangan menguji kesabaran saya, Maya!” tekannya di setiap ucapannya.

Mulan menatap lengannya yang dicengkram erat, kemudian tatapannya naik menatap Juan yang memberikan tatapan tajamnya. Pria itu marah, itu jelas. Namun Mulan pun mulai tersulut dengan sikap pria itu yang kelewat kasar.

“Lepas, Kak!” pinta Mulan tapi dengan wajah marahnya.

“Jangan membantah. Saya tidak suka seorang adik pembangkang.”

“Dan aku sudah muak dikekang,” balas Mulan dengan berani.

Juan mengetatkan rahangnya. Egonya tersetil dengan sikap Mulan yang begini. “Apa maumu? Kamu sengaja bersikap seperti ini untuk menarik perhatian saya, hum? Jika memang itu rencanamu, selamat! Kamu berhasil menarik perhatian saya dan membuat saya kesal.”

Alis Mulan bertaut, cekalan tangannya belum juga terlepas, malah makin mengerat. Dia tersenyum miring. “Aku tidak pernah berusaha menarik perhatian Kakak, sama sekali tidak. Tapi sepertinya Kakak yang sangat peduli padaku. Iya, kan?”

“Karena kamu adik saya!” jawab Juan tegas.

Mulan mengangguk berkali-kali. “Adik, ya?” ulangnya dengan ekspresi seakan berpikir. Kemudian dia kembali menatap Juan, memberikan senyum lebar yang terasa asing. “Tidak lebih?” tantangnya berani.

Juan mengerutkan keningnya, tak suka mendengar pertanyaan itu. “Jangan ngawur!” ekspresinya menjadi kaku.

“Ngawur apa sih, Kak? Aku hanya bertanya.”

Juan makin mengeraskan rahangnya. Dia seakan lupa di depannya ini adalah seorang perempuan. Tenaganya yang kuat, seakan bisa meremukkan Mulan dengan mudah.

“Baiklah. Aku hanya bercanda. Bisa lepas tangan ini. Ini sakit loh.” Mulan mengangkat lengannya, memberitahu cekalan yang belum juga terlepas. Dia sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang makin terasa. Dalam hati, mengutuk Juan sialan.

Dengan cepat Juan melepaskannya. Melihat lengan Mulan yang memerah karena ulahnya. Namun, alih-alih meminta maaf, dia hanya memberikan tatapan datar. Lidahnya kelu untuk meminta maaf.

Mulan meringis, meraba lengannya sendiri. Dia kembali menatap Juan, menarik napas panjang sebelum kembali bicara. “Jika memang kakak menganggap aku sebagai adik, berperilakulah seperti seorang kakak pada umumnya. Seperti Kak Joe dan Kak Julian. Tidak perlu menghindar dan bersikap dingin seperti ini. Aku tidak mau menduga sesuatu yang salah nantinya karena sikap kakak yang begini.”

“Maksud kamu?”

“Aku tahu kakak mengerti maksudku. Kakak minta aku bersikap layaknya adik, maka aku pun meminta hal yang sama. Bersikaplah layaknya seorang kakak.” Mulan memberikan senyum manis di akhir kalimatnya. Kali ini bukan fake smile seperti biasanya. Ini senyum tulus dari dasar hatinya. Entah kenapa dibalik sikap Juan yang datar, Mulan merasa pria itu tengah linglung, tersesat dalam sebuah perasaan yang entah apa. Mulan hanya ingin mengulurkan tangan dan berniat membantu pria itu agar tidak terus menerus tersesat. Juan seperi butuh dituntun keluar.

“Aku kembali ke kamar,” ujar Mulan setelah tidak ada lagi yang harus dibicarakan.

Juan masih mematung. Ekspresinya kaku dengan gejolak aneh di dadanya. Tangannya bergerak sendiri dan memegang di sana. Debaran ini kenapa sering muncul beberapa saat terakhir? Juan bisa frustasi dengan keadaan ini. Dia mengacak rambutnya sendiri dan lekas pergi dari sana.

Sedangkan dibalik tembok, seseorang mencuri dengar semuanya. Dia menjadi penonton dari pertunjukan yang Mulan dan Juan lakoni. Ada senyum miring yang terbit di tarikan bibirnya, setelah itu kakinya berbalik dan menjauh dari tempat persembunyiannya.

Yani

Yuhuu, sampai di sini semoga kalian suka, ya!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status