Share

Bab 3

Author: Silvia Dwi
Aku tidak merasa marah sedikit pun, hanya duduk sendirian di bangku taman.

Menatap bintang-bintang yang berkelip di langit malam, suasana ini membuatku teringat begitu banyak kenangan.

“Sudah lama sekali aku nggak melihat langit penuh bintang seperti ini….”

Tiba-tiba, sebuah tangan terulur dari samping dan langsung mencengkeram pergelangan tanganku.

Plak!

Pipiku terasa panas terbakar dan aku terdiam di tempat.

Wajah Irfan terlihat muram dan menakutkan, api amarah di matanya hampir meluap keluar.

“Miselia, dasar wanita kejam! Berani-beraninya menyuruh orang mempermalukan Selina, sampai dia ketakutan dan nekat mengiris pergelangan tangannya!”

“Aku sudah setuju untuk menikah denganmu, itu masih belum cukup?!”

“Haruskah sampai membuatnya mati dulu, baru kamu puas?!”

Tak mampu menahan amarah, Irfan kembali menamparku dengan keras.

Aku bahkan tidak diberi kesempatan bicara, langsung diseretnya masuk ke dalam mobil.

Sesampainya di klinik, aku melihat Selina terbaring di ranjang dengan wajah yang pucat.

Balutan di pergelangan tangannya merembes darah segar, jelas bahwa kabar percobaan bunuh dirinya bukan kabar bohong.

Saat aku masuk, meski matanya terpejam, bibirnya tetap bergumam,

“Maaf, aku yang nggak seharusnya mengganggu Kak Irfan. Kumohon lepaskan aku, jangan pukul aku lagi….”

Baru saja aku hendak bertanya, Irfan dari belakang langsung mendorongku keras.

Aku terhuyung menabrak sudut meja, rasa sakit yang menusuk membuat wajahku pucat seketika.

Namun, yang kulihat hanyalah tatapan Irfan yang semakin tajam.

“Lihat apa yang sudah kamu perbuat!”

“Cepat minta maaf pada Selina!”

Aku menatap Irfan dengan linglung dan berkata, “Tapi, bukan aku….”

“Kamu berbohong!”

Irfan benar-benar murka.

Untung perawat masuk tepat waktu, sehingga Irfan tak sempat melampiaskan amarahnya di depan umum.

“Pasien kehilangan terlalu banyak darah, harus segera ditransfusi.”

Irfan langsung mencengkeram lenganku.

“Dia juga golongan darah AB, ambil saja darahnya!”

Jadi, alasan Irfan menyeretku ke sini adalah untuk mendonorkan darah untuk Selina.

Padahal dia tahu jelas bahwa tubuhku lemah sejak kecil dan anemia, kalau nekat mendonorkan darah, bisa-bisa membahayakan tubuhku sendiri.

Namun, Irfan tidak peduli. Dia tetap menggulung lenganku.

“Ini hutangmu padanya!”

Jarum besar menembus kulitku, darah segar mengalir masuk ke tabung. Aku mendongak, menatap Irfan yang berdiri di samping, seakan menjaga agar aku tidak kabur.

“Irfan.”

“Pernahkah kamu menyesal karena telah menolongku dulu?”

Irfan terdiam dan menundukkan pandangan.

“Nggak menyesal. Siapapun orangnya hari itu, aku pasti tetap akan menolong.”

Aku tersenyum dan memalingkan wajah agar dia tak melihat air mataku yang jatuh.

Saat perawat mencabut jarumnya, aku pun berdiri. Tapi, rasa pusing yang kuat membuat tubuhku terhuyung.

Irfan reflek hendak menahanku, tapi aku menepis tangannya.

“Irfan, mulai sekarang aku nggak akan mengganggumu lagi.”

“Aku akan melepaskanmu dan juga melepaskan diriku sendiri.”

Setelah terlahir kembali, aku baru sadar bahwa diriku dan dia itu bagaikan dua sulur berduri.

Semakin erat melilit, semakin parah pula lukanya.

Hingga tenaga terkuras habis, barulah aku menyadari bahwa kami memang tak seharusnya bertemu.

Sekilas, kegelisahan dan kebingungan melintas di mata Irfan.

“Apa… apa yang kamu katakan?! Apa maksudmu melepaskanku? Kita sudah mau menikah sebentar lagi, kamu….”

Belum selesai dia bicara, seorang perawat berlari masuk.

“Kapten Irfan, Bu Selina sudah bangun. Dia merengek ingin bertemu denganmu….”

Kening Irfan berkerut, tampak ragu sesaat, lalu menoleh melihatku.

Aku hanya tersenyum tipis.

“Pergilah, orang sakit lebih penting.”

Irfan memandangku dengan ekspresi aneh, tapi tetap beranjak pergi.

“Aku bakal segera kembali. Tunggu sebentar, nanti aku antar pulang.”

Aku tidak menjawab, hanya menatap sosoknya yang menjauh.

Lalu, aku bergumam dalam hati, “Maaf, aku nggak seharusnya hadir dalam duniamu.”

“Irfan, semoga kamu bisa hidup dengan tenang, aman dan penuh kebahagiaan di sisa hidupmu.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 10

    Dengan tenang, aku berkata,“Aku nggak pernah menikah dengannya, jadi nggak punya hubungan apapun. Nggak ada gunanya kalian menangkapku.”“Cih, dasar jalang! Masih berani melawan?!”Salah satu pria berbadan besar menyeringai sinis.“Kami punya orang dalam. Dia bilang perempuan yang paling dicintai Irfan itu kamu.”“Hari ini aku ingin lihat sendiri, demi perempuan yang dia cintai, sejauh mana Kapten Irfan berani melangkah!”Sejarah seakan kembali terulang.Aku ingin melawan, tapi tak ada gunanya. Hanya satu yang kupastikan dalam hati, jika Irfan kembali lagi, aku lebih rela mati daripada berhutang budi padanya.Namun yang tak kusangka, yang pertama datang justru adalah Hoshi.Saat para penculik masih mengumpat, Hoshi tiba-tiba menerjang dari belakang.Pertarungan sengit pun pecah.Melihat mereka bukanlah lawan yang setara, salah satu penculik mendadak mengacungkan pisau dan dengan kejam menerjang ke arahku.“Kalaupun harus mati, setidaknya harus ada yang menemaniku!”Pisau itu semakin m

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 9

    Irfan mengangkat kepalanya, tatapannya penuh dengan harapan.Aku menggeleng perlahan.“kamu berhutang satu nyawa padaku, bagaimana cara kamu menebusnya?”Mendengar kata-kataku, Irfan langsung hancur terpuruk.“Maaf, Miselia, maafkan aku….”Aku tidak menggubrisnya, hanya berbalik dan keluar dari ruang rawat.Hari-hari berikutnya, aku sengaja selalu menghindari Irfan.Ternyata hal ini disadari Hoshi yang sering datang mencariku. Dia pun tak bisa menahan rasa penasaran.“Siapa orang yang terluka itu?”Aku hanya menggeleng pelan.“Orang di masa lalu, nggak mau kuungkit lagi.”Hoshi hanya mengatupkan bibirnya, lalu berdeham kecil dan berusaha mengalihkan topik.“Miselia, kita sudah lama bersama-sama, sebenarnya aku selalu suka padamu. Kamu mau nggak….”Melihat sikapnya yang agak canggung, aku tidak terkejut sama sekali.Di dunia ini, nggak ada orang yang baik hati padamu tanpa alasan.Selama dua tahun ini, Hoshi selalu menjagaku.Tentu saja aku sudah bisa menebaknya sejak lama.Hanya saja,

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 8

    Saat ini, dia malah menangis tersedu-sedu.“Syukurlah, Miselia, kamu masih hidup….”Aku mengerutkan alis.“Lepaskan tanganmu, Irfan. Luka ditubuhmu terbuka lagi!”Namun, tak peduli seberapa keras aku berusaha menarik, tanganku tetap tak bisa lepas dari genggamannya.Rasa kesal mulai muncul di hatiku, suaraku pun meninggi.“Kubilang lepaskan tanganmu!”Irfan terkejut, lalu dengan linglung melepaskan tanganku.Aku menggerakkan pergelangan tangan sebentar, lalu mengalihkan topik.“Kenapa kamu bisa ada di sini?”“Aku… aku datang untuk memberantas perampok, tapi malah jatuh ke dalam jebakan….”“Aku kira kamu sudah mati, jadi aku selalu berpikir melakukan sesuatu untukmu.”“Supaya kamu nggak lagi mengalami kecelakaan seperti di kehidupan sebelumnya, makanya aku….”Mendengar ini, aku langsung sadar… dia juga sudah terlahir kembali.Melihat reaksiku, Irfan dengan hati-hati berkata, “Miselia, kamu… kamu juga terlahir kembali, ‘kan?”Ekspresiku tetap datar, hanya dengan profesional mengganti pe

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 7

    Semasa orang tuaku masih hidup dulu, mereka selalu berharap aku bisa belajar ilmu kedokteran dan menolong orang banyak.Sekarang, bisa dibilang aku sedang berusaha menuju cita-cita itu.Berkat dasar ilmu yang kuat, ditambah dengan keteguhan hati yang terasah lewat dua kehidupan, akhirnya aku berasil masuk klinik kesehatan.Setiap hari, begitu membuka mata, tugasku adalah memeriksa pasien, meneliti resep obat dan menyusun berbagai rencana pengobatan.Hidupku memang sederhana, tapi cukup memuaskan.Hanya saja, karena akses transportasi di sini tidaklah mudah, kadang aku harus pergi langsung ke rumah warga untuk mengobati.Suatu kali, karena urusan yang terlalu lama tertunda, saat aku selesai dan hendak pulang, hari sudah gelap.Di perjalanan, aku merasa suasana sekitar terasa dingin dan menyeramkan.Awalnya kukira itu hanya karena perbedaan suhu siang dan malam yang besar di sini.Sampai akhirnya aku melihat titik-titik cahaya hijau yang semakin lama semakin mendekat dari dalam kegelapan

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 6

    “Diam!”Mata Irfan penuh dengan urat merah, genggamannya di leher Selina semakin kuat.“Miselia nggak mungkin mati! Dia hanya marah dan bersembunyi!”“Semua ini gara-gara kamu, dasar wanita jalang! Kalau bukan karena kamu terus-terusan menggodaku….”Irfan tak melanjutkannya.Dia sendiri tahu, alasan itu terdengar begitu konyol.Napas Selina semakin tersendat, akhirnya dia mulai merasa ketakutan.Dia berusaha meronta, memohon meminta maaf pada Irfan.“Maaf… maafkan aku, Kak Irfan. Kumohon, lepaskan aku kali ini….”Tiba-tiba, terdengar suara pria yang kasar dari luar.“Selina!”“Jangan kira aku nggak tahu kamu sembunyi di sini!”“Dasar wanita jalang! Sudah habiskan uangku, sekarang malah cari pria lain?!”Yang datang adalah putra kepala pabrik di kota kecil itu.Dia menendang pintu hingga terbuka lebar, lalu saat melihat pemandangan di dalam, alisnya sedikit terangkat.“Wah, ternyata Kapten Irfan juga doyan main sama pacar orang, ya?”“Bukannya kamu sudah mau menikah? Nggak takut malu ka

  • Antara Penyesalan Dan Pembebasan   Bab 5

    Setelah ragu cukup lama, akhirnya dia berkata,“Kapten, sudah dipastikan… saat jembatan runtuh, kebetulan ada sebuah mobil yang sedang melintas keluar….”“Bu Miselia… ada di dalam mobil itu juga.”Di hadapannya, disodorkan selembar surat keterangan kematian sederhana, bersama berkas pengajuan pernikahan yang telah dikembalikan.Irfan menerimanya dengan wajah tanpa ekspresi.Namun, saat matanya tertuju pada tulisan nama Selina di kolom pengantin wanita, matanya langsung membelalak.Dengan suara pelan, Irfan bergumam, “Nggak… nggak mungkin, dia jelas-jelas begitu mencintaiku….”Air mata mengalir melalui pipi, menetes ke atas akta nikah dan mengaburkan stempel merah yang cerah.Lembaran kertas yang tipis, saat ini terasa seberat ribuan ton di tangannya.Dia tidak bisa menahan diri lagi, memuntahkan seteguk darah segar dan langsung terjatuh di atas ranjang.….Irfan bermimpi sangat panjang.Dalam mimpinya, Miselia tidak mati dan mereka berdua berhasil menikah.Namun, kehidupan setelah pern

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status