Share

BAB 82

last update Last Updated: 2025-05-30 22:14:18

“Miss Hadley!”

Suara itu menggema cukup keras di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kota. Elena spontan menoleh, alisnya bertaut karena suara itu terdengar begitu familiar, membangkitkan kilasan masa lalu yang baru saja ingin ia tinggalkan. Begitu matanya menangkap sosok yang mendekat, napasnya tertahan. Ia membelalak, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Mr. Caiden...?” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar oleh siapa pun di sekitarnya.

Itu benar-benar Mr. Caiden—dengan jas gelap yang sedikit kusut, dasi yang terlepas dari simpul sempurnanya, dan wajah yang tampak lelah namun menyimpan kegelisahan yang jelas terbaca. Ia baru saja turun dari sebuah taksi, dan tanpa memperdulikan sekeliling, segera berlari menghampiri Elena. Langkahnya cepat, penuh urgensi, seolah waktu sedang mengejarnya dan setiap detik berarti.

Elena berdiri terpaku di tempat, seolah kedua kakinya tertambat pada trotoar. Otaknya berusaha keras memproses kenyataan bahwa pria itu kini berdiri hanya beberapa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 84

    Mereka berempat melangkah keluar dari gedung kantor polisi, meninggalkan suasana tegang di balik tembok bata merah itu. Angin sore menyapu lembut trotoar. Untuk saat ini, yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu hasil analisis dari tim forensik siber yang tengah menelusuri jejak digital Samuel Brody. Ren menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Kalian bertiga bisa melanjutkan pencarian. Aku harus kembali ke tempat Penyulingan—ada sesuatu yang harus kucari tahu di sana sebelum malam ini.” Perkataan itu sontak membuat Elena menoleh dengan alis terangkat. Ia terkejut mendengarnya, terlebih karena Ren baru saja kembali dari lokasi yang sama pagi tadi, dan perjalanan menuju Mansion Penyulingan bukanlah rute singkat. Perjalanan itu memakan waktu panjang, menyusuri jalan-jalan sempit pedesaan dan melewati perbukitan yang tak ramah di malam hari. “Ren, apa tidak sebaiknya kau pergi besok saja?” ujar Elena cemas, suaranya lembut namun sarat kekhawatiran. “Kau bahkan belum sempat bena

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 83

    Mereka berempat telah sampai di kantor polisi yang menangani kasus mereka. Gedung itu tampak sederhana dari luar, dengan tembok bata merah dan plakat logam yang memudar terkena hujan dan waktu. Di dalam, suasana lebih sibuk daripada yang mereka perkirakan. Beberapa petugas lalu-lalang, suara telepon dan bunyi ketikan komputer berpadu membentuk irama khas ruangan yang dihuni oleh urgensi dan keteraturan. Seorang perwira muda menyambut mereka begitu Audrey memperkenalkan diri. “Tunggu sebentar. Inspektur Harlan sudah menunggu kalian,” katanya sebelum mempersilahkan mereka mengikuti ke ruang penyelidikan di lantai dua. Ruangannya tidak terlalu besar, dengan jendela yang menghadap ke jalan utama dan papan gabus penuh catatan tempel serta foto-foto. Di balik meja kayu yang penuh berkas, duduk seorang pria paruh baya dengan rambut perak yang disisir rapi dan sorot mata tajam seperti sedang menimbang setiap gerakan mereka. “Silakan duduk,” katanya tanpa basa-basi. “Saya Inspektur Harlan.”

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 82

    “Miss Hadley!” Suara itu menggema cukup keras di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kota. Elena spontan menoleh, alisnya bertaut karena suara itu terdengar begitu familiar, membangkitkan kilasan masa lalu yang baru saja ingin ia tinggalkan. Begitu matanya menangkap sosok yang mendekat, napasnya tertahan. Ia membelalak, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Mr. Caiden...?” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar oleh siapa pun di sekitarnya. Itu benar-benar Mr. Caiden—dengan jas gelap yang sedikit kusut, dasi yang terlepas dari simpul sempurnanya, dan wajah yang tampak lelah namun menyimpan kegelisahan yang jelas terbaca. Ia baru saja turun dari sebuah taksi, dan tanpa memperdulikan sekeliling, segera berlari menghampiri Elena. Langkahnya cepat, penuh urgensi, seolah waktu sedang mengejarnya dan setiap detik berarti. Elena berdiri terpaku di tempat, seolah kedua kakinya tertambat pada trotoar. Otaknya berusaha keras memproses kenyataan bahwa pria itu kini berdiri hanya beberapa

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 81

    Mereka akhirnya tiba di Ottawa tepat saat matahari mulai terbit, sinarnya yang hangat perlahan menyibak kabut tipis pagi dan menyinari jalanan yang masih lengang. Mobil berhenti di depan gedung utama, dan Elena menatap pemandangan di depannya dengan sorot mata penuh kecemasan. Meskipun situasi tampak lebih tenang dibandingkan yang ia bayangkan, bekas kekacauan masih jelas terlihat. Beberapa petugas keamanan berjaga, garis polisi membentang di sekitar area yang terkena dampak. Pecahan kaca, sisa-sisa serpihan, dan aroma samar dari asap yang sempat membumbung masih terasa di udara. Elena melangkah keluar dari mobil dan mengamati gedung dengan saksama. Hatinya sedikit lega saat mengetahui bahwa ledakan tidak menyebar ke seluruh bangunan. Hanya satu ruangan yang terdampak parah, dan itu pun berhasil diisolasi dengan cepat berkat respons tanggap dari tim keamanan dan pemadam. Ia tahu keadaan bisa jauh lebih buruk, dan rasa syukur perlahan menggantikan kekhawatirannya. Dari kejauhan, Ele

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 80

    Di sisi lain, seorang pria melangkah mantap menuruni tangga menuju sebuah ruang bawah tanah yang tersembunyi. Langkahnya tenang, penuh percaya diri, seolah ia sudah sangat akrab dengan tempat itu. Dua orang penjaga berkulit hitam, bertubuh tinggi dan berotot, mengikutinya dari dekat dengan sikap waspada. Mereka membawa senjata api yang tergenggam erat di tangan, mata mereka terus mengawasi sekeliling dengan tajam. Sesampainya di ruangan utama bawah tanah, cahaya temaram dari lampu gantung menciptakan bayangan panjang di dinding-dinding lembab yang dingin. Suasana ruangan itu penuh dengan aroma alkohol, asap cerutu, dan jejak-jejak kekuasaan yang sunyi namun mengintimidasi. Di tengah ruangan, seorang pria paruh baya duduk santai diatas sofa kulit gelap yang tampak usang namun masih berkelas. Ia dikelilingi oleh dua perempuan muda yang menemaninya dengan senyum tipis dan pandangan kosong, seolah mereka sekadar bagian dari dekorasi ruangan. Di tangannya tergenggam segelas minuman kera

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 79

    Tring! Tring! Tring! Suara deringan telepon terus berulang di dalam kamar yang masih gelap. Elena terbangun dengan mata setengah terbuka, ia baru tertidur beberapa jam saja, sambil sedikit memicingkan matanya memfokuskan pandangan ke arah meja di samping tempat tidur. Layar ponselnya menyala dan terus bergetar, menyiratkan urgensi yang tak biasa. Dengan gerakan malas, ia meraih ponsel tersebut. Jam di meja menunjukkan pukul 04:20 dini hari. 'Siapa yang menelepon sepagi ini?’ “Audrey?” gumamnya pelan, membaca nama yang tertera di layar. ‘Apa telah terjadi sesuatu?’ Hatinya berdesir. Ia segera melepaskan diri dari pelukan Ren yang masih tertidur lelap di sampingnya, lalu berjalan keluar kamar agar tak mengganggunya. Begitu sampai di lorong, ia menekan tombol hijau di layar dan menjawab panggilan. “Halo, Audrey?” —“Miss Hadley, gawat...” Suara tercekat dan napas tersengal Audrey langsung menyergap telinga Elena, penuh kepanikan dan ketakutan. Firasat buruk langsung menyelimuti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status