Home / Fantasi / Artemis Hunter / Rubah Api ch. 10 : Api

Share

Rubah Api ch. 10 : Api

Author: ArinaAsh
last update Last Updated: 2021-05-31 22:25:47

Chapter 10 : Api

“Dia terlambat.”

Luc mengetuk jarinya ke kemudi mobil dengan tidak sabar. Aku mendongak sambil lalu, dan melihat jam. Setengah jam berlalu sejak kami sampai di sini, dan kembali membaca kertas penyelidikan kepolisian yang kucuri tadi siang. Tidak ada hal baru yang bisa kudapatkan. Setidaknya, dengan mengambil kertas penyelidikan mereka menggambarkan kondisi korban apa adanya.

“Kau dengar tidak?” ketus Luc tidak sabar. Aku menatapnya malas. “Telepon dia! Kau punya nomornya.”

“Aku tidak akan meneleponnya,” gumamku, lantas kembali membaca. Sekalipun tidak ada hal baru yang bisa kutemukan. Korban tetap terbakar habis, tetapi pakaiannya tidak. Luc kembali menggeram, dan aku menjatuhkan kertas itu ke pangkuan dan menatapnya tajam. “Dengar, Luc! Selama dia tidak mengaku, aku akan tetap berpura-pura tidak mengetahuinya.”

Luc mengerang. “Kenapa kau selalu membuat segala hal lebih rumit, Hyde?”

“Kenapa tidak menceritakan semua yang kau tahu sekarang saja?”

Dia menyugar rambutnya. “Aku tidak mau menceritakannya dua kali.”

“Kalau begitu tunggu!” bentakku kesal. Luc diam. Aku mengambil kembali kertas itu dan membacanya sambil lalu. Akan tetapi, tangan Luc tidak pernah berhenti mengetuk kemudi. Sialan. Aku sudah berbaik hati membiarkannya merampas mobilku, jadi berhenti membuat keributan. “Oke. Aku akan menghiburmu.”

Luc mengangkat sebelah alisnya. “Dengan apa?”

“Ceritakan saja sesuatu,” gerutuku. “Kau selalu punya sesuatu untuk diceritakan dulu.”

“Sesuatu untuk diceritakan, huh,” gumamnya. Dia menyandarkan diri ke kursi mobil dan merentangkan tangannya ke balik bahuku. Aku melirik tangannya, tetapi dia hanya tersenyum miring. “Itu pendekatan terbaik yang bisa kudapatkan setelah dua tahun terakhir.”

“Kau bisa melupakannya kalau mau,” ketusku.

“Yang benar saja,” gelaknya. “Aku selalu mencari waktu untuk bicara tentang gadis itu.”

Aku menatap Luc lekat-lekat. Tidak ada sorot bercanda di matanya. Hanya ada kabut yang tidak bisa kubaca. Matanya yang merah membalas tatapanku, dan pernahkah aku mengatakan Luc adalah lelaki yang tampan? Dia berkata Daniel adalah lelaki cantik, tetapi bagiku dialah yang menyerupai lelaki cantik. Dia memiliki pesona yang lebih tidak manusiawi. Sesuatu yang lebih agung. Sesuatu yang membuat seseorang kehilangan akal ketika terjerat pesonanya.

Luc memiliki sejumput misteri yang membuatnya terasa lebih seksi. Dia tidak memiliki bahu bidang seperti Daniel, atau tangan-tangan yang panjang, atau leher yang kencang. Dia tidak memiliki itu semua. Dia cenderung ringkih. Lebih kurus, tetapi aku tahu. Di balik kausnya itu ada dada bidang yang pucat, yang menunjukkan jalur kebiru-biruan. Tangannya yang kurus itu bisa melempar seorang tukang pukul ke sudut ruangan tanpa benar-benar mengerahkan tenaga.

Bibirnya yang pucat terasa menggoda. Aku penasaran, apakah dia hanya akan memberikan rasa dingin seperti mayat, atau kehangatan seperti seluruh ciuman yang pernah kurasakan? Aku segera membuang pikiran itu jauh-jauh.

“Kalau begitu, bicaralah!”

Luc memiringkan kepalanya. Aku bisa merasakan pesonanya melingkupiku. Setiap garis lehernya terasa begitu jelas di mataku. Rahangnya yang kuat. Kemudian bibirnya, bibirnya, dan bibirnya lagi. Aku merasakan dorongan kuat untuk mencium Luc. Pikiranku berkabut, tidak fokus, dan ... kemudian semua itu menghilang dalam satu jentikan jari.

Aku terbelalak, dan menjauhkan Luc yang tergelak.

“Brengsek, Luc!” bentakku. “Sudah kukatakan berkali-kali, berhenti melakukannya.”

“Kau berkata akan menghiburku,” katanya. “Itu adalah hiburan terbaik yang bisa kudapatkan darimu.”

“Aku yang bodoh karena menawarkanmu hiburan, Luc!”

Luc tergelak. Kerinduan menyeruak di benakku. Rasanya seperti kembali ke tahun-tahun kami yang damai. Aku merindukan saat-saat dimana kami saling tertawa saat menjalankan misi. Ketika Luc merampas mobilku, dan Gadis Rembulan akan tertawa terbahak-bahak dan menggodaku. Mengingat Gadis Rembulan membuat kesedihan menggebu di benakku. Aku membuang wajah ke jendela.

Mengerti akan perubahan sikapku, Luc berhenti tertawa. Keheningan kembali menyelimuti kami seperti tali-tali yang mencekik. Aku memang merindukan saat kebersamaan kami, tetapi saat-saat itu juga mengingatkanku pada dirinya, dan hatiku belum mampu mengendalikannya.

Kalau saja hari itu aku bisa menyelamatkannya. Kalau saja hari itu aku bisa menghentikannya. Kalau saja Luc tidak membunuhnya. Kalau saja kejadian itu tak pernah terjadi, apakah kita akan kembali duduk bertiga. Dengan Gadis Rembulan yang bermain ponsel sepanjang malam seperti remaja kebanyakan? Apakah dia akan mengeluh kelaparan di belakang sana?

Mataku terasa panas, dan memejamkannya.

“Hei, Hyde!” kata Luc ragu. Aku tidak mengalihkan perhatianku. “Tentang Gadis Rembulan itu ....”

Ucapan Luc terhenti ketika seseorang membuka pintu belakang dengan keras. Aku berbalik. Wajah gadis itu tetap tidak bisa kumengerti, karena dia tetap menggunakan masker. Akan tetapi, dari gerakan dadanya yang naik turun dengan cepat, aku tahu dia sedang panik. Dia segera menjatuhkan diri ke kursi.

“Adam Taylor,” katanya sembari terengah-tengah. “Dia akan memburunya.”

Luc mengumpat. Dia segera menyalakan mobil, dan segera meluncur cepat. Caranya berbelok yang serampangan membuat suara decit, dan aku serta Gadis Rubah terbanting ke pintu. Aku tidak memprotes, ketika akhirnya dia menginjak pedal gas dalam-dalam.

“Kau tahu dimana dia?” tanyaku tenang.

“Tentu,” desisnya kesal. “Sialan! Aku seharusnya tahu.”

Gadis Rubah menatap bingung.

“Jelaskan, Luc!” perintahku.

Dia tidak menunggu lampu merah, dan terus memacunya di jalan yang sepi. Dia menyalip mobil-mobil yang tersisa di jalanan, dan tidak menurunkan kecepatannya ketika berbelok. Aku melirik sekeliling, berharap tidak ada polisi yang mengejar kami. Akan tetapi, sekalipun mereka melakukannya, Luc pasti akan menggunakan pengaruhnya untuk mengalihkan perhatian mereka.

“Makhluk itu mengambil jiwa-jiwa yang hampir terlepas dari tubuhnya,”  jelasnya tidak mau repot-repot melirik. “Begitulah dia melakukannya. Akan ada kecelakaan bus, Clarissa akan mati, tetapi kemudian tempat duduknya digantikan oleh Juliet, sekarang Adam. Nama itu baru saja muncul beberapa jam yang lalu, dan siapa pun orang itu memiliki akses melihat buku kematian.”

“Itu mustahil. Selain Malaikat Maut, tidak ada yang bisa melakukannya.”

Luc melirikku sinis. “Itu yang ingin kukatakan sejak tadi.”

“Maksudmu, orang yang membantu Rubah Api itu Malaikat Maut?” tanya Gadis Rubah hati-hati.

“Kemungkinan besar,” jawab Luc. “Hanya itu satu-satunya kemungkinan.”

“Akan tetapi, bagaimana dia melakukannya?” tanyaku heran. “Kalian memiliki peraturan yang ketat tentang mengubah takdir.”

“Dia tidak menggunakan tangannya sendiri. Makhluk-makhluk hidup memiliki kesempatan sendiri dalam mengubah takdir. Jika Rubah Api itu hanya membunuh manusia, tidak ada alasan bagiku ikut campur. Akan tetapi jiwa-jiwa itu tidak kembali. Itu menjelaskan kenapa dia membakar orang-orang itu hati-hati.”

Gadis Rubah itu mencondongkan tubuhnya ke depan. “Aku tidak mengerti.”

“Makhluk itu membakar hanya tubuhnya. Dia sangat berhati-hati melakukannya, dan memerangkap jiwa itu dalam sesuatu. Kemungkinan besar batu malam. Aku tidak tahu apa yang diinginkannya menggunakan jiwa-jiwa itu. Percayalah! Jiwa manusia tidak bisa membuat makhluk menjadi kuat.”

“Berarti lelaki itu menipunya sejak awal.”

“Mungkin.” Luc berbelok cepat, sehingga Gadis Rubah terlempar ke belakang. Dia berhenti di sebuah gang di antara restoran Prancis yang tidak bisa lagi dimasuki mobil, dan segera membuka pintu. “Dia ada di sana.”

“Orang-orang itu, kenapa mereka senang sekali ada di tempat sepi?”

Aku segera mengikuti Luc.

Ada teriakan dipenuhi rasa takut yang menggema di dalam. Saat itulah aku melihatnya, gadis itu lebih tinggi daripada Gadis Rubah di belakangku. Lebih kuat, serta lebih mengancam. Dia menjulang tinggi dengan api yang menjilat-jilat tubuhnya. Seluruh kulitnya berupa lahar panas, dan nadinya berwarna merah menyala. Setiap jengkal tubuhnya berupa api-api yang siap melahap, seolah api itu memiliki kesadaran sendiri untuk bergerak.

Matanya menyala-nyala, dan aku bisa melihat kebencian tak berujung yang ditampilkan di sana. Bajunya berupa gaun dari keliman api, menjuntai hingga lututnya. Kakinya berupa cakar-cakar tak beralas, dan di belakang tubuhnya ekor api meliuk-liuk seperti api unggun yang terlampau panas. Rambutnya panjang di balik punggungnya, dan menghilang seperti ujung api. Seluruh tubuhnya tak ubahnya seperti roh api berwujud dengan cakar, mulut yang tersenyum, dan kekejaman serta kebencian tak berujung di matanya yang membara.

Tangannya terangkat pada lelaki yang dengan menyedihkan terjatuh di tanah. Wajahnya pucat pasi, dan seluruh tubuhnya bergetar lumpuh. Keringat membasahi tubuhnya, dan kulitnya mulai melepuh.

“Hyde!”

Aku mengangguk, dan seketika itu juga seluruh sihir berdesir dari seluruh pembuluh darah. Gerakan itu begitu cepat dan familier di saat yang bersamaan, sehingga ketika merasakan dorongan kuat di ujung-ujung jari, aku membiarkan mereka meledak begitu saja. Asap hitam melayang-layang di sekitarku. Kemudian bergerak cepat. Dari udara yang kosong, aku bisa merasakan pegangan dingin busur panah, dan punggung anak panah di jemariku.

Aku tidak menunggu waktu lama untuk merasakan sensasi pembentukan itu. Anak panah sihir segera melesat ke sisi lain gang, dan hampir menancap di kepalanya. Makhluk itu menoleh cepat, dan melompat ketika merasa api-apinya tidak bisa membakar anak panah bentukanku. Luc melompat dengan kecepatannya yang mengagumkan dan mencoba untuk memukulnya. Dia seharusnya menggunakan senjatanya, tetapi Luc tidak terlihat akan melakukannya. Akan tetapi, dia lagi-lagi menghindar. Semburan panasnya terasa hingga sudut gang, dan Luc harus mundur.

“Pergi!” bentak Luc pada Adam yang terpaku.

Lelaki itu tersentak dari ketakutannya, lantas mencakar-cakar tanah. Gerakannya sarat keputus asaan, dia mencoba lari ke arahku. Gadis Rubah di belakangku masih terpaku. Kemudian makhluk itu menjerit membelah langit.

“Bantu dia!” perintahku padanya.

Gadis Rubah itu menganguk terkejut, kemudian mencoba mendekatinya. Gerakannya terlalu lambat, begitu terlihat tidak kompeten dan tidak pernah melakukan pertarungan sebelumnya. Aku mencoba membantunya dengan anak-anak panah, tetapi Rubah itu terlalu cepat. Dia melompat, dan menyemburkan api-api untuk menghalau Luc.

“Sialan!” bentakku. Dua orang itu masih tertatih-tatih menjauh. Luc—sekalipun dia Malaikat Maut, serangan makhluk itu ternyata berefek padanya—kesulitan mendekat. Hanya panahku yang efektif menembus apinya, tetapi gerakannya terlalu cepat. Dia melompat dari satu tempat ke tempat lain, dan kami tidak bisa bergerak seleluasa itu. “Cepat!”

Teriakanku menarik perhatian si Rubah Api. Dia berlari begitu cepat, dan segera menerkam Adam begitu saja. Mereka berguling dan Rubah Api itu terlempar tempat sampah restoran Prancis sembari menjerit ngeri. Sialan.

“Hyde! Jangan!”

Aku mengabaikan teriakan Luc, dan melompat pada Rubah Api. Gadis itu mengayunkan ekornya seperti cambuk yang mengerikan, dan aku kehilangan pijakan untuk menghindar. Aku menangkisnya dengan cambuk, tetapi tidak memiliki apa pun untuk bertahan dari hantamannya. Rasa sakit berdenyut-denyut di punggung dan kepalaku.

Kepalaku berkunang-kunang. Aku bisa merasakan hangat darah menurun dari belakang kepala. Mahkluk itu menatapku sinis, dan memberi menyemburkan api pada Luc yang hendak mendekat. Begitu pula dari semua sisi, dan mengisolasi mereka berdua dari kami semua. Dari sisi tempat sampah, Gadis Rubah itu tidak kelihatan akan keluar, dan Adam dalam bahaya besar.

“Hentikan!” bentakku padanya, tetapi hal itu malah menjadi motivasinya. “Jangan!”

Adam terbakar dengan lolongan yang membelah langit. Seluruh tubuhnya mulai hangus dari ujung-ujung jarinya. Dia mencakar-cakar tanah, dan mencoba melarikan diri. Akan tetapi api itu tidak pernah padam. Di tangan makhluk itu, bola yang berwarna hitam pekat mulai membara. Seperti bola meteor yang mengerikan. Api itu mulai membakar Adam yang berguling-guling perlahan, dan semakin dai terbakar habis bola hitam itu semakin terang benderang.

Aku memaksakan diri bangkit, tetapi yang bisa kulakukan adalah tertatih-tatih. Darah semakin menetes-netes di balik punggungku. Seperti air hujan yang panas, dan pening mulai menggerogoti kesadaranku.

Adam melolong untuk yang terakhir kalinya dan seluruh terbakar habis, hingga meninggalkan sisa seragam kerjanya yang utuh. Makhluk itu tersenyum puas, sementara wajahku pucat pasi.

Hanya sesingkat itu. Dia membakarnya hanya adalah beberapa detik. Api-api menjilat dan menjilat dan menjilat. Menghanguskan tubuh tanpa bisa dipadamkan. Tidak dengan tanah, tidak dengan apa pun. Sementara aku hampir kehilangan kesadaranku di sini. Pemburu Artemis macam apa aku yang tak bisa menyelematkan satu orang lagi?

Aku membiarkan amarah meledakkan sihir. Gelombang hitam sihir meledak di tangan, dan aku bisa telah bersiap membidikkan anak panah.

“Lari!” teriak Luc terasa begitu jauh.

Rubah Api itu menyeringai. Tangannya terangkat padaku seolah siap menyambut anak panah, atau membakarku. Desisan api terdengar di tangannya. Dan aku siap melesatkan anak panah. Sayangnya pandanganku yang berkunang-kunang tidak membuat bidikanku lebih baik. Anak panah itu melesat lambat, menggores bahunya, menancap pada dinding di belakangnya sebelum menghilang kembali menjadi debu-debu hitam. Aku terengah-engah sihir surut dan seluruh tubuhku terasa berat.

“Kau seharusnya tidak kemari, Pemburu Artemis. Gadis itu seharusnya tidak pernah memihakmu, dan sekarang tidak akan ada lagi yang menghalangiku membunuh seluruh keluarganya.”

Suaranya menggema seperti jeritan burung-burung. Aku tidak bisa menangkap mana suaranya yang asli, sementara desisan api itu semakin kencang. Dia akan membakarku, entah apakah jiwaku akan kembali ke Negeri Orang Mati atau tidak. Intinya aku akan tetap mati.

Rasa panas memanggang kulitku, tetapi kemudian seseorang memelukku dari kehampaan. Luc melompat dengan teleportasinya yang rumit, dan memelukku. Melindungiku secara protektif dari api yang menjilat-jilat. Tangannya yang panjang membenamkan wajahku ke dadanya. Lompatannya dari teleportasi membuatku terhuyung, terduduk ke tanah.

Aku menghintung dengan menggunakan dentum jantungku yang gila-gilaan. Kami akan mati bersama? Kenapa dia melakukannya?

Ketika kupikir kami akan mati. Suara seseorang terdengar dari api. Sebuah motor melompat dari api-api yang melingkari kami. Seluruh gerakan itu sangat cepat. Dalam waktu yang sama aku terkejut dengan dua hal. Luc yang melindungiku dengan amat protektif, dan Daniel yang melompat dari api menggunakan motornya dan menabrak Rubah Api itu hingga terpental.

Daniel membuka kaca helmnya. “Kalian tidak apa-apa?”

Tubuhnya tidak terbakar sama sekali.

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 29 : Luc vs Sang Penyusup

    Hydenia ditelan kekuatannya.“Sialan!”Luc harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, atau tidak ada waktu untuk menarik gadis itu kembali dari kegilaannya. Semakin lama orang itu hidup, semakin banyak penderitaan yang dimilikinya. Black Mist memakan penderitaan itu, mengembalikan trauma yang terkubur dalam, menjadikannya lemah, dan pada akhirnya membuat pemiliknya gila.Black Mist seharusnya tidak dimiliki manusia manapun, tetapi Hydenia memilikinya.Itu adalah alasan Luc bersamanya. Bukan hanya karena gadis itu pemberani dan sangat menarik, tetapi juga kekuatan gila yang mengendap di dasar tubuhnya. Sebuah pasir hitam yang mengerikan. Begitu melihatnya, Luc bisa melihat kengerian yang akan ditimbulkannya bila dia lepas kendali.Meski begitu, Hydenia adalah orang yang sangat menganggumkan. Kepercayaan dirinya. Caranya mengangkat kepala. Keanggunannya saat bertarung. Semua itu membuatnya terus berada di sebelahnya. Keinginan ‘ak

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 28 : The Black Mist

    Sihir adalah sesuatu yang paling misterius. Akan tetapi, ada hal yang lebih misterius daripada sihir.Kekuatanku.Awalnya, aku adalah Pemburu Artemis biasa yang menggunakan senjata. Ibu mengajariku dengan baik, tetapi hanya sampai sana. Aku bukan pemilik sihir. Aku bukan pemburu yang mengagumkan. Akan tetapi, aku bukan orang naif.Aku membunuh dan membunuh bila diperlukan. Bahkan tanpa ragu. Aku pemberani dan tidak kenal takut. Aku tak peduli pada siapa yang ada dihadapanku. Sehingga aku bisa menantang malaikat maut dengan kata tak sopan tanpa takut mereka akan mencabut nyawaku.Karena mereka takkan melakukannya.Saat Luc kuberitahu alasannya, dia tertawa sangat keras. “Kau benar. Aku takkan membunuhmu. Kecuali apa yang ada di dalamku mulai membuat masalah.”Dulu, aku masih begitu muda dan bertanya, “Apa yang ada di dalamku?”“Pedang bermata dua. Sesuatu yang hebat. Sesuatu yang berbahaya.&r

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 27 : I am a Monster

    Tubuhku terpelanting saat cakar Smith menghantam dengan kekuatan penuh.Kekuatannya terlalu besar untuk ditahan. Aku hanya mampu menghindarinya dan bila pedang dan cakar kami bertabrakan, aku pasti kalah. Pertama, aku harus menyelesaikan ini dengan kecepatan, jadi aku mengubah pedangku menjadi lebih kecil dan mudah digunakan. Pemikiran itu berjalan lurus ke tanganku, dan pedang panjang itu berubah menjadi belati.Smith menyerang lagi. Kali ini serangan itu berhasil kuhindari dan pohon di belakangku hancur sebagian. Cakar itu bahkan bisa menghancurkan sebagian pohon yang solid. Tenang, Hyde. Kau telah menghabiskan hidupmu dengan bertarung dan hanya hidup dengan bertarung. Melawan serigala seperti ini takkan ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya.Akan tetapi, aku tetap khawatir dengan Daniel. Semua rencana ini akan berhasil bila Daniel selamat, atau dibunuh saja. Sayangnya, aku tak tega melakukannya. Oleh karena itu, pilihan kami hanya satu menyelamatkannya dan

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 26 : Pertarungan 1

    Orang-orang itu berteriak bersahut-sahutan. Aku tidak bisa memastikan mereka yang mengetahui penyergapan kami adalah hal baik atau buruk, tetapi yang paling penitng, aku bersyukur kami telah berpencar.Aku melemparkan pedang panjang untung Luc. Kami tidak ingin menggunakan sabitnya, jadi Luc selalu meminjam kekuatanku. Sementara aku mulai membidik dengan busur. Serigala-serigala itu terus bermunculan selagi kami mulai menyerbu ke tempat ritual.Tiga serigala kembali muncul dan pasti ada lebih banyak. Luc menapak tanah, kemudian dia menghilang. Dalam satu kedipan lelaki itu berada di belakang mereka, siap menebas, tetapi tampaknya mereka sudah mendapat pelatihan. Mereka tidak menolah, hanya langsung melompat pergi.Sang Penyusup pasti memberitahu mereka cara melawan malaikat maut.Malaikat Maut memiliki kecenderungan bertarung dengan teknik teleportasinya. Teknik itu hanya dimiliki oleh Malaikat maut, karena mereka menggunakan gerbang menuju negeri orang m

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 25 Penyusupan

    Air terjun. Pohon raksasa kembar. Jalan setapak. Mobil-mobil.Serena segera menyadari tempat apa yang kami bicarakan. Dua hari kemudian kami segera menyusun rencana. Serena sudah sembuh sepenuhnya, Kei telah sadar. Aku dan Luc masih belum mencapai kesepakatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya, tapi kami telah berbaikan.“Kita akan bertarung bersama lagi,” katanya. Dia mencium tanganku perlahan. “Kita akan sama-sama keluar dari kekacauan ini.”Aku tertawa kecil. “Kau bahkan tidak bisa mati.”“Kehilanganmu sama saja mati bagiku.”Itu terdengar seperti lagi-lagi pernyataan cinta, tetapi Luc hanya tersenyum. Satu dari sedikit senyumnya yang tulus dan kami bersiap berangkat.Ada banyak ambulan yang siap masuk begitu kami selesai. Entah apa yang dikatakan Sheriff Steel, tetapi yang terpenting mereka akan di sana begitu kami menghentikan banyak manusia serigala.Di pertempuran, kematian ad

  • Artemis Hunter   Lolongan Serigala ch. 24 : Kenangan

    “Kau harus kembali jika sesuatu terjadi.”Itu adalah kali kelima, atau mungkin lebih, Luc mengatakannya. Dia menuntunku ke tempat tidur seolah aku adalah orang sakit, tetapi aku tidak tega menolaknya. Aku menyentuh lengan Luc.“Aku akan baik-baik saja,” kataku untuk kesekian kalinya.Naomi bergerak gelisah di pintu kamar dan Serena hanya bersungut-sungut. Mereka diberitahu tentang bahaya perjalanan Link itu, tetapi kami tahu itu adalah satu-satunya cara. Aku harus menemukan Daniel dan orang-orang itu secepat mungkin. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Bila mereka tiba-tiba saja memutuskan akan melakukan ritual itu sekarang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Daniel lagi.Aku menarik napas perlahan dan mengeluarkannya dari hidung.Tangan Luc menggenggamku. Cukup erat, tetapi tidak menyakitkan. Ekspresinya masih menunjukkan ketidak terimaaan, tetapi aku cukup keras kepala untuk menolaknya.Aku merilekskan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status